Ekonom UI: Pemulihan ekonomi harus akomodasi penciptaan lapangan kerja
17 Mei 2022 18:28 WIB
Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky dalam Forum Merdeka Barat 9 secara daring di Jakarta, Selasa (17/5/2022). ANTARA/Agatha Olivia.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky mengatakan momentum pemulihan ekonomi yang diiringi dengan risiko inflasi saat ini perlu terus dijaga agar tetap mengakomodasi penciptaan lapangan kerja.
Selama pandemi COVID-19, banyak masyarakat yang kehilangan lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran meningkat dan angka ketimpangan naik.
"Ini yang kita tidak mau ke depannya saat ekonomi pulih bahwa hanya masyarakat tertentu yang bisa kembali ke pasar tenaga kerja," ungkap Riefky dalam Forum Merdeka Barat 9 secara daring di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan pemulihan ekonomi dengan penciptaan lapangan kerja akan menjadikan pembangunan yang lebih inklusif di tengah berbagai risiko seperti inflasi dan pandemi yang masih berlangsung.
Maka dari itu, hal tersebut harus menjadi fokus pemerintah paling tidak hingga akhir tahun 2022, bahkan untuk tahun 2023.
Sementara itu, Riekfy menyebutkan risiko inflasi menjadi tantangan yang saat ini cukup menghantui pemulihan ekonomi di Tanah Air.
"Implikasinya apa terhadap pemulihan ekonomi? Inflasi akan menggerus daya beli masyarakat khususnya yang sedang menikmati pemulihan ekonomi, sehingga perlu diantisipasi tidak hanya masyarakat, dunia usaha, tetapi pemerintah," jelasnya.
Ia menyarankan salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi inflasi adalah dengan melakukan komunikasi publik terkait bagaimana kebijakan yang akan diambil untuk menghadapi inflasi.
Langkah tersebut sangat penting agar dunia usaha bisa mempersiapkan seberapa besar kenaikan ongkos tenaga kerja dan harga produk yang dijual, sedangkan bagi masyarakat agar bisa bersiap berapa banyak tabungan yang harus dialokasikan untuk menghadapi inflasi.
Sementara dari sisi fiskal, dia berpendapat pemerintah perlu mendorong subsidi bantuan sosial, energi, hingga pangan agar lebih tepat sasaran, lantaran masih terdapat beberapa subsidi bahan bakar yang masih bisa dinikmati masyarakat menengah ke atas.
"Padahal target subsidi bahan bakar itu warga miskin dan rentang, sehingga ini membuat inefisiensi untuk postur fiskal lainnya," ucap dia.
Baca juga: Kadin perkirakan akselerasi uang beredar terjadi hingga akhir tahun
Baca juga: Airlangga : Pemulihan ekonomi inklusif jadi kepentingan nasional
Baca juga: Ekonom Indef ingatkan kenaikan TDL pengaruhi pemulihan ekonomi
Selama pandemi COVID-19, banyak masyarakat yang kehilangan lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran meningkat dan angka ketimpangan naik.
"Ini yang kita tidak mau ke depannya saat ekonomi pulih bahwa hanya masyarakat tertentu yang bisa kembali ke pasar tenaga kerja," ungkap Riefky dalam Forum Merdeka Barat 9 secara daring di Jakarta, Selasa.
Ia menjelaskan pemulihan ekonomi dengan penciptaan lapangan kerja akan menjadikan pembangunan yang lebih inklusif di tengah berbagai risiko seperti inflasi dan pandemi yang masih berlangsung.
Maka dari itu, hal tersebut harus menjadi fokus pemerintah paling tidak hingga akhir tahun 2022, bahkan untuk tahun 2023.
Sementara itu, Riekfy menyebutkan risiko inflasi menjadi tantangan yang saat ini cukup menghantui pemulihan ekonomi di Tanah Air.
"Implikasinya apa terhadap pemulihan ekonomi? Inflasi akan menggerus daya beli masyarakat khususnya yang sedang menikmati pemulihan ekonomi, sehingga perlu diantisipasi tidak hanya masyarakat, dunia usaha, tetapi pemerintah," jelasnya.
Ia menyarankan salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi inflasi adalah dengan melakukan komunikasi publik terkait bagaimana kebijakan yang akan diambil untuk menghadapi inflasi.
Langkah tersebut sangat penting agar dunia usaha bisa mempersiapkan seberapa besar kenaikan ongkos tenaga kerja dan harga produk yang dijual, sedangkan bagi masyarakat agar bisa bersiap berapa banyak tabungan yang harus dialokasikan untuk menghadapi inflasi.
Sementara dari sisi fiskal, dia berpendapat pemerintah perlu mendorong subsidi bantuan sosial, energi, hingga pangan agar lebih tepat sasaran, lantaran masih terdapat beberapa subsidi bahan bakar yang masih bisa dinikmati masyarakat menengah ke atas.
"Padahal target subsidi bahan bakar itu warga miskin dan rentang, sehingga ini membuat inefisiensi untuk postur fiskal lainnya," ucap dia.
Baca juga: Kadin perkirakan akselerasi uang beredar terjadi hingga akhir tahun
Baca juga: Airlangga : Pemulihan ekonomi inklusif jadi kepentingan nasional
Baca juga: Ekonom Indef ingatkan kenaikan TDL pengaruhi pemulihan ekonomi
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: