Daryono dalam ruang diskusi PRBBK Inklusif disiarkan secara daring di Jakarta, Jumat, juga menjelaskan wilayah NTT bukan daerah lempeng benua, namun merupakan daratan yang terjadi di atas proses vulkanisme wilayah Sunda Kecil.
"Tempat ini di samping terdapat banyak gunung aktif, di sini wilayahnya juga aktif secara tektonik. Karena itu diapit oleh dua sumber gempa potensial dari utara dan selatan," ujar Daryono.
Baca juga: BMKG sebut semua lempeng tektonik terus bergerak, tapi sangat lambat
Di bagian utara NTT terdapat gempa sesar naik busur belakang, kemudian bagian selatan terdapat bidang kontak zona megathrust yang memiliki kekuatan maksimum M 8,5 dan zona benioff, tempat terjadinya gempa interslab.
"Gempa-gempa di sekitar wilayah Bali, NTB dan NTT ini ada kontak-kontak, pernah memicu kerusakan yang cukup besar," kata Daryono.
Gempa-gempa tersebut dapat diprediksi terjadi di atas M 6 di sekitar Manggarai, Flores Timur maupun Sikka.
Menurut Daryono, jika sesar naik Flores di utara aktif, maka bisa memicu terjadinya gempa yang berefek di atas VI-VII MMI, bahkan bisa rusak berat jika strukturnya lemah di pusat gempa, maka bangunan-bangunan akan roboh.
Bangunan yang tidak tahan terhadap gempa dapat menimbulkan jatuhnya korban jiwa, maupun bencana ikutan atau collateral hazards mulai dari longsor, kebakaran, likuifaksi, hingga tsunami.
Baca juga: Pekan superaktif Cincin Api Pasifik: gunung meletus sampai gempa
Baca juga: BMKG: gempa Sumba Tengah akibat aktivitas subduksi lempeng Indonesia-Australia