GPDRR 2022
Pakar: Kearifan lokal penanggulangan bencana dapat dimodifikasi
13 Mei 2022 13:53 WIB
Tangkapan layar Pakar lingkungan dan bagian dari tim pakar Satgas PPK DAS Citarum Taufan Suranto dalam diskusi virtual BNPB menjelang GPDRR, di Jakarta, Jumat (13/5/2022) (FOTO ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Pakar lingkungan dan bagian dari tim pakar Satgas PPK DAS Citarum Taufan Suranto mengatakan pengaplikasian budaya kearifan lokal terkait penanggulangan bencana dapat dimodifikasi dengan kemajuan saat ini dan perlu didukung oleh kebijakan untuk mengimplementasikannya.
Berbicara dalam diskusi virtual menjelang pelaksanaan Forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR), anggota Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (PPK DAS) Citarum itu mengatakan bahwa banyak kearifan lokal terkait penanggulangan bencana yang bisa ditemukan di Tanah Air termasuk yang ada di Jawa Barat.
"Merevitalisasi gerakan itu dalam bentuk yang mungkin bisa kekinian, tetapi yang paling penting nilai-nilai itu harus didukung oleh kebijakan. Kebijakan ini tentunya tidak bisa kebijakan yang tidak terimplementasi," katanya dalam diskusi virtual di kanal Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan bahwa di Jawa Barat saja terdapat beberapa kearifan lokal terkait penanggulangan bencana yang terbagi dalam tata wilayah, tata waktu atau wayah dan tata perilaku atau lampah.
Terkait tata wilayah, dia mengatakan di wilayah Jawa Barat terdapat kearifan lokal seperti Leuweung Larangan Leuweung, Tutupan dan Leuweung Baladaheun yang di masa kini juga menjadi pola konservasi alam.
Terdapat juga pepatah di Jawa Barat seperti gunung kaian yang berarti gunung ditanami pohon dan gawir awian yang berarti tebing ditanami bambu. Kedua pepatah itu, katanya, adalah kearifan lokal sejak dulu tentang tata spasial untuk hidup serasi dengan alam.
Ada juga pantun yang disampaikan juru pantun yang menceritakan budaya turun temurun, termasuk pengalaman dalam menghadapi bencana, yang kini terancam menghilang akibat belum terjadi regenerasi juru pantun. Untuk itu perlu dilakukan dokumentasi untuk mencatat segala kearifan lokal tersebut.
"Modifikasi antara kekinian dengan kombinasi gawai dan kearifan lokal supaya sampai ke masyarakat di area terpencil itu menjadi penting," katanya.
Diharapkan pemerintah lewat BNPB dapat memperdalam skema tersebut dan membuat model sebagai percontohan untuk direplikasi di wilayah lain, demikian Taufan Suranto .
Baca juga: Kepala BMKG: Perkuat kearifan lokal tanamkan peringatan dini bencana
Baca juga: Pakar: Penting dokumentasikan kearifan lokal penanggulangan bencana
Baca juga: BNPB: HKB di Gunung Merapi karena kearifan lokal kesiapsiagaan bencana
Baca juga: Indonesia tunjukkan kearifan lokal upaya pengurangan risiko bencana
Berbicara dalam diskusi virtual menjelang pelaksanaan Forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR), anggota Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (PPK DAS) Citarum itu mengatakan bahwa banyak kearifan lokal terkait penanggulangan bencana yang bisa ditemukan di Tanah Air termasuk yang ada di Jawa Barat.
"Merevitalisasi gerakan itu dalam bentuk yang mungkin bisa kekinian, tetapi yang paling penting nilai-nilai itu harus didukung oleh kebijakan. Kebijakan ini tentunya tidak bisa kebijakan yang tidak terimplementasi," katanya dalam diskusi virtual di kanal Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan bahwa di Jawa Barat saja terdapat beberapa kearifan lokal terkait penanggulangan bencana yang terbagi dalam tata wilayah, tata waktu atau wayah dan tata perilaku atau lampah.
Terkait tata wilayah, dia mengatakan di wilayah Jawa Barat terdapat kearifan lokal seperti Leuweung Larangan Leuweung, Tutupan dan Leuweung Baladaheun yang di masa kini juga menjadi pola konservasi alam.
Terdapat juga pepatah di Jawa Barat seperti gunung kaian yang berarti gunung ditanami pohon dan gawir awian yang berarti tebing ditanami bambu. Kedua pepatah itu, katanya, adalah kearifan lokal sejak dulu tentang tata spasial untuk hidup serasi dengan alam.
Ada juga pantun yang disampaikan juru pantun yang menceritakan budaya turun temurun, termasuk pengalaman dalam menghadapi bencana, yang kini terancam menghilang akibat belum terjadi regenerasi juru pantun. Untuk itu perlu dilakukan dokumentasi untuk mencatat segala kearifan lokal tersebut.
"Modifikasi antara kekinian dengan kombinasi gawai dan kearifan lokal supaya sampai ke masyarakat di area terpencil itu menjadi penting," katanya.
Diharapkan pemerintah lewat BNPB dapat memperdalam skema tersebut dan membuat model sebagai percontohan untuk direplikasi di wilayah lain, demikian Taufan Suranto .
Baca juga: Kepala BMKG: Perkuat kearifan lokal tanamkan peringatan dini bencana
Baca juga: Pakar: Penting dokumentasikan kearifan lokal penanggulangan bencana
Baca juga: BNPB: HKB di Gunung Merapi karena kearifan lokal kesiapsiagaan bencana
Baca juga: Indonesia tunjukkan kearifan lokal upaya pengurangan risiko bencana
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022
Tags: