Putin sebut Barat memicu krisis ekonomi global
13 Mei 2022 10:10 WIB
Foto Dokumen: Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri pertemuan dengan anggota pemerintah melalui tautan video di kediaman negara Novo-Ogaryovo di luar Moskow, Rusia 23 Maret 2022. Sputnik/Mikhail Klimentyev/Kremlin via REUTERS
Moskow (ANTARA) - Presiden Vladimir Putin mengatakan pada Kamis (12/5/2022) bahwa Barat telah memicu krisis ekonomi global dan gelombang inflasi yang menghancurkan dengan menjatuhkan sanksi paling berat dalam sejarah kepada Rusia baru-baru ini atas konflik di Ukraina.
Putin pada 24 Februari memerintahkan "operasi militer khusus" di Ukraina mendorong Amerika Serikat dan sekutunya untuk menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Rusia dan elit Rusia, langkah yang dilontarkan kepala Kremlin sebagai deklarasi perang ekonomi.
Sanksi Barat, kata Putin, memicu krisis global yang akan menyerang Uni Eropa dan memicu kelaparan di beberapa negara termiskin di dunia.
"Kesalahan untuk ini sepenuhnya terletak pada elit negara-negara Barat yang siap mengorbankan seluruh dunia untuk mempertahankan dominasi global mereka," kata Putin pada pertemuan pemerintah tentang ekonomi yang disiarkan televisi.
Namun, kata Putin, Rusia menghadapi tekanan tersebut.
“Rusia dengan percaya diri menghadapi tantangan eksternal berkat kebijakan makroekonomi yang bertanggung jawab dalam beberapa tahun terakhir dan keputusan sistemik untuk memperkuat kedaulatan ekonomi, teknologi, dan ketahanan pangan.”
Upaya Barat untuk secara ekonomi mengisolasi Rusia - salah satu produsen sumber daya alam terbesar di dunia - telah mendorong ekonomi global ke perairan yang belum dipetakan dengan melonjaknya harga makanan dan energi.
Ekonomi Rusia berada di jalur untuk berkontraksi lebih dari 12 persen pada 2022, penurunan terbesar dalam produk domestik bruto sejak tahun-tahun setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991, menurut dokumen kementerian ekonomi yang dilihat oleh Reuters.
Sebagai contoh kinerja Rusia yang sehat di bawah sanksi, Putin menunjuk pada kekuatan rubel, dengan mengatakan itu telah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik tahun ini.
Rubel menguat menjadi 65 terhadap dolar pada Kamis (12/5/2022), level yang terakhir terlihat pada awal 2020, didorong oleh kontrol modal yang harus diterapkan Moskow untuk melindungi ekonomi setelah Rusia mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina pada 24 Februari.
Putin juga mengatakan bahwa Rusia, salah satu pengekspor gandum terbesar di dunia, berada di jalur yang tepat untuk mengumpulkan rekor panen tahun ini.
Putin mengatakan kepada para menterinya pada Kamis (12/5/2022) bahwa dia ingin membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi yang stabil dan peningkatan pendapatan riil. Inflasi di Rusia berada di jalur untuk mencatat angka tertinggi sejak 1999.
Menteri Ekonomi Maxim Reshetnikov setuju dengan Putin bahwa ekonomi menunjukkan ketahanan, menambahkan bahwa situasi pasar tenaga kerja stabil dan inflasi mulai melambat.
Dia mengatakan tantangan utama yang dihadapi ekonomi Rusia adalah gangguan dalam rantai pasokan dan pengurangan impor yang signifikan.
Baca juga: Jaksa Ukraina: Rusia gunakan pemerkosaan sebagai taktik perang
Baca juga: Presiden Jokowi: Indonesia ingin menyatukan G20
Baca juga: Presiden Jokowi: Rusia akan hadiri KTT G20 di Bali
Putin pada 24 Februari memerintahkan "operasi militer khusus" di Ukraina mendorong Amerika Serikat dan sekutunya untuk menjatuhkan sanksi besar-besaran terhadap Rusia dan elit Rusia, langkah yang dilontarkan kepala Kremlin sebagai deklarasi perang ekonomi.
Sanksi Barat, kata Putin, memicu krisis global yang akan menyerang Uni Eropa dan memicu kelaparan di beberapa negara termiskin di dunia.
"Kesalahan untuk ini sepenuhnya terletak pada elit negara-negara Barat yang siap mengorbankan seluruh dunia untuk mempertahankan dominasi global mereka," kata Putin pada pertemuan pemerintah tentang ekonomi yang disiarkan televisi.
Namun, kata Putin, Rusia menghadapi tekanan tersebut.
“Rusia dengan percaya diri menghadapi tantangan eksternal berkat kebijakan makroekonomi yang bertanggung jawab dalam beberapa tahun terakhir dan keputusan sistemik untuk memperkuat kedaulatan ekonomi, teknologi, dan ketahanan pangan.”
Upaya Barat untuk secara ekonomi mengisolasi Rusia - salah satu produsen sumber daya alam terbesar di dunia - telah mendorong ekonomi global ke perairan yang belum dipetakan dengan melonjaknya harga makanan dan energi.
Ekonomi Rusia berada di jalur untuk berkontraksi lebih dari 12 persen pada 2022, penurunan terbesar dalam produk domestik bruto sejak tahun-tahun setelah jatuhnya Uni Soviet pada 1991, menurut dokumen kementerian ekonomi yang dilihat oleh Reuters.
Sebagai contoh kinerja Rusia yang sehat di bawah sanksi, Putin menunjuk pada kekuatan rubel, dengan mengatakan itu telah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik tahun ini.
Rubel menguat menjadi 65 terhadap dolar pada Kamis (12/5/2022), level yang terakhir terlihat pada awal 2020, didorong oleh kontrol modal yang harus diterapkan Moskow untuk melindungi ekonomi setelah Rusia mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina pada 24 Februari.
Putin juga mengatakan bahwa Rusia, salah satu pengekspor gandum terbesar di dunia, berada di jalur yang tepat untuk mengumpulkan rekor panen tahun ini.
Putin mengatakan kepada para menterinya pada Kamis (12/5/2022) bahwa dia ingin membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi yang stabil dan peningkatan pendapatan riil. Inflasi di Rusia berada di jalur untuk mencatat angka tertinggi sejak 1999.
Menteri Ekonomi Maxim Reshetnikov setuju dengan Putin bahwa ekonomi menunjukkan ketahanan, menambahkan bahwa situasi pasar tenaga kerja stabil dan inflasi mulai melambat.
Dia mengatakan tantangan utama yang dihadapi ekonomi Rusia adalah gangguan dalam rantai pasokan dan pengurangan impor yang signifikan.
Baca juga: Jaksa Ukraina: Rusia gunakan pemerkosaan sebagai taktik perang
Baca juga: Presiden Jokowi: Indonesia ingin menyatukan G20
Baca juga: Presiden Jokowi: Rusia akan hadiri KTT G20 di Bali
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: