Jakarta (ANTARA) - Indonesia dalam pertemuan kedua Kelompok Kerja Bidang Ketenagakerjaan (Employment Working Group/EWG) G20 mendorong perlindungan tenaga kerja yang adaptif untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan menghadapi dinamika ketenagakerjaan, menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Anwar Sanusi.

"Dunia kerja menghadapi tantangan mendasar. Perubahan pola kerja akibat tren global dan pandemi COVID-19 mendorong pelaku usaha dan pekerja beradaptasi dengan cepat dengan dinamika yang terjadi. Sehingga, memastikan pelindungan semua pekerja terutama di tengah masa sulit dan krisis ekonomi menjadi suatu yang esensial," ujar Anwar Sanusi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Berbicara dalam pertemuan yang diadakan di Yogyakarta pada Rabu ini, Anwar menyatakan bahwa pergeseran dinamis pasar tenaga kerja telah dimulai bertahun-tahun sebelum pandemi.

Baca juga: RI bahas pengembangan UMKM dan wirausaha pada pertemuan kedua EWG G20

Globalisasi, perubahan demografi tenaga kerja serta munculnya teknologi baru di industri telah menyebabkan pergeseran permintaan pasar tenaga kerja.

Untuk itu kebijakan pelindungan pekerja yang adaptif dibutuhkan sebagai upaya konkret untuk melindungi semua pekerja dari krisis dan goncangan ekonomi.

"Selain itu, pelindungan bagi semua pekerja diperlukan untuk mewujudkan kerja layak bagi semua pekerja, serta menghindari perlakuan tidak adil dari pemberi kerja, terutama dalam situasi di mana pekerja memiliki sedikit pilihan dan posisi tawar," katanya.

Baca juga: Kemnaker usung dua isu prioritas dalam pertemuan kedua EWG G20

Terdapat tiga faktor penentu utama pelindungan pekerja yaitu cakupan pelindungan, tingkat pelindungan dan tingkat kepatuhan.

Menurutnya, respons kebijakan pelindungan pekerja terhadap tantangan yang terus berkembang perlu ditinjau ulang dan dibahas lebih lanjut dalam menghadapi perubahan dunia kerja. Antara lain terkait kebijakan pengupahan, jam kerja, aspek K3 hak untuk berserikat dan berunding bersama, jaminan sosial dan maternitas pekerja.

Kepada delegasi negara-negara di pertemuan EWG, dia menyampaikan bahwa tren global semakin memperlihatkan pentingnya memiliki pelindungan pekerja yang memadai dan inklusif.

Baca juga: Kemenaker: Persiapan EWG G20 ke-2 di Yogyakarta capai 90 persen

Secara khusus dia menyoroti bahwa krisis akibat pandemi akan membuat banyak pekerja di sektor informal tanpa adanya pelindungan secara sosial dan ekonomi

"Pandemi COVID-19 saat ini semakin menyoroti pentingnya pelindungan tenaga kerja, dan inklusivitasnya bagi ketahanan pekerja dan keluarganya, serta keberlanjutan bisnis. Pekerja dengan pelindungan tenaga kerja yang tidak memadai atau tidak ada sama sekali akan bernasib jauh lebih buruk daripada pekerja yang menikmati pelindungan yang lebih baik di tempat kerja," tutur Anwar.

Baca juga: EWG G20 akan bahas jaminan sosial untuk pola kerja jarak jauh

Untuk itu, dia mendorong respons kebijakan yang kuat dan dibangun atas dialog sosial dan kolaborasi para pemangku kepentingan terkait, termasuk otoritas keselamatan dan kesehatan kerja publik.

Hal itu penting untuk menghadapi pandemi COVID-19 dan potensi gelombang infeksi di masa depan serta memastikan ketahanan terhadap krisis lain di masa akan datang, pandemi, keadaan darurat, dan tantangan dunia kerja yang muncul.

Baca juga: Indonesia siap dorong pelatihan vokasi berbasis komunitas di G20