Kuasa hukum: Priyanto terima tuntutan pemecatan dari TNI
10 Mei 2022 15:31 WIB
Kuasa Hukum Kolonel Infanteri Priyanto, Mayor Chk TB Harefa (kiri), memberikan keterangan kepada media usai sidang pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022). ANTARA/Genta Tenri Mawangi/aa.
Jakarta (ANTARA) - Kolonel Infanteri Priyanto menerima tuntutan pemecatan dari TNI sebagaimana dituntut oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy ke Majelis Hakim, kata Kuasa Hukum Mayor Chk TB Harefa.
"Soal cabut dinas TNI (pemecatan), kami sepakat. Artinya, kami sudah ikhlas," kata Harefa usai pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan Priyanto, terdakwa pembunuhan dua remaja Handi Saputra dan Salsabila, juga menyesali perbuatannya. Saat membacakan nota pembelaannya, Priyanto menyampaikan penyesalan itu di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, yang dipimpin Brigjen TNI Faridah Faisal.
"Kami sangat menyesali apa yang saya lakukan dan kami sangat merasa bersalah, (saya) sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI Angkatan Darat,” kata Priyanto saat sidang.
Ia juga berjanji di hadapan Majelis Hakim untuk tidak mengulangi perbuatannya itu.
"Saya memohon maaf sebesar-besarnya dan saya menyesal sangat dalam. Kami memohon kiranya Yang Mulia bisa melihat dari apa yang kami lakukan itu memang sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali, dan saya harapkan ini bagi saya yang pertama dan terakhir, tidak melakukannya lagi," katanya.
Baca juga: Oditur: Tuntutan Kolonel Priyanto berpedoman pada arahan Panglima
Dalam pembacaan pledoi itu, Priyanto kembali meminta maaf kepada keluarga korban.
"Saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf (secara langsung) kepada keluarga korban dan saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," tambahnya.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Priyanto menolak dakwaan dan tuntutan Oditur, yang menyebut terdakwa melakukan pembunuhan secara berencana serta menculik Handi dan Salsabila. Menurut kuasa hukum, Priyanto beranggapan dua remaja itu telah meninggal dunia sebelum dibuang ke Sungai Serayu.
"Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," kata Anggota Tim Kuasa Hukum Letda Chk Aleksander Sitepu saat membacakan nota pembelaan.
Baca juga: Kolonel Priyanto dituntut penjara seumur hidup
Pasal 340 KUHP, yang menjadi dakwaan primer Oditur, mengatur hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Sementara itu, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun.
Menurut kuasa hukum, Priyanto hanya bersalah melanggar Pasal 181 KUHP sebagaimana masuk dalam dakwaan subsider ketiga Oditur. Pasal 181 KUHP mengatur hukuman menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang. Perbuatan pidana itu diancam hukuman penjara maksimal sembilan bulan.
"(Kami meminta Majelis Hakim) Menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya; atau apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Aleksander.
Baca juga: Kolonel Priyanto tolak dakwaan pembunuhan berencana Handi-Salsabila
"Soal cabut dinas TNI (pemecatan), kami sepakat. Artinya, kami sudah ikhlas," kata Harefa usai pembacaan nota pembelaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan Priyanto, terdakwa pembunuhan dua remaja Handi Saputra dan Salsabila, juga menyesali perbuatannya. Saat membacakan nota pembelaannya, Priyanto menyampaikan penyesalan itu di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, yang dipimpin Brigjen TNI Faridah Faisal.
"Kami sangat menyesali apa yang saya lakukan dan kami sangat merasa bersalah, (saya) sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI Angkatan Darat,” kata Priyanto saat sidang.
Ia juga berjanji di hadapan Majelis Hakim untuk tidak mengulangi perbuatannya itu.
"Saya memohon maaf sebesar-besarnya dan saya menyesal sangat dalam. Kami memohon kiranya Yang Mulia bisa melihat dari apa yang kami lakukan itu memang sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali, dan saya harapkan ini bagi saya yang pertama dan terakhir, tidak melakukannya lagi," katanya.
Baca juga: Oditur: Tuntutan Kolonel Priyanto berpedoman pada arahan Panglima
Dalam pembacaan pledoi itu, Priyanto kembali meminta maaf kepada keluarga korban.
"Saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf (secara langsung) kepada keluarga korban dan saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," tambahnya.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Priyanto menolak dakwaan dan tuntutan Oditur, yang menyebut terdakwa melakukan pembunuhan secara berencana serta menculik Handi dan Salsabila. Menurut kuasa hukum, Priyanto beranggapan dua remaja itu telah meninggal dunia sebelum dibuang ke Sungai Serayu.
"Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP," kata Anggota Tim Kuasa Hukum Letda Chk Aleksander Sitepu saat membacakan nota pembelaan.
Baca juga: Kolonel Priyanto dituntut penjara seumur hidup
Pasal 340 KUHP, yang menjadi dakwaan primer Oditur, mengatur hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Sementara itu, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun.
Menurut kuasa hukum, Priyanto hanya bersalah melanggar Pasal 181 KUHP sebagaimana masuk dalam dakwaan subsider ketiga Oditur. Pasal 181 KUHP mengatur hukuman menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang. Perbuatan pidana itu diancam hukuman penjara maksimal sembilan bulan.
"(Kami meminta Majelis Hakim) Menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya; atau apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Aleksander.
Baca juga: Kolonel Priyanto tolak dakwaan pembunuhan berencana Handi-Salsabila
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022
Tags: