Jakarta (ANTARA News) - Jangan abai soal tulang di tubuh Anda. Jika sampai bermasalah, bukan cuma pasien yang menderita, namun juga keluarga dan masyarakat. Bahkan, perawatan kasus fraktur osteoporosis memerlukan biaya sampai Rp100 juta per pasien.

Bali sebagai misal, sampai saat ini termasuk di antara 16 provinsi yang memiliki resiko osteopenia (osteoporosis dini) dengan total sebesar 41,7 persen dan osteoporosis sebesar 10,3 persen. Data ini merupakan hasil analisa Pusat Penelitian dan Pengembangan Data Kementerian Kesehatan pada 2005.

Berbicara mengenai dampak secara finansial, penyakit osteoporosis membutuhkan biaya pemulihan yang tidak sedikit. Sebagai data acuan, Health Technology Assessment (HTA) pada 2005 mengungkapkan, catatan di Indonesia pada 2000 ditemukan kasus fraktur osteoporosis sebanyak 227.850 yang membutuhkan biaya pengobatan sebanyak 2,7 milyar dolar Amerika Serikat.

Pada 2020 diperkirakan kasus fraktur osteoporosis di Indonesia akan mencapai 426.300 yang akan membutuhkan biaya pengobatan sebanyak 3,8 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar empat persen devisa negara saat ini. Bila dirata-ratakan, biaya yang dibutuhkan untuk 1 kasus fraktur osteoporosis akan memerlukan biaya antara 80 hingga 100 juta rupiah.

Biaya ini merupakan gabungan mulai dari awal hingga dipastikan terjadi fraktur osteoporosis, sampai dengan menjalani operasi hingga terapi lanjutan yang memakan waktu tahunan. Dengan demikian, osteoporosis tidak hanya menyusahkan penderita namun juga membebani keluarga, baik secara fisik, emosional maupun finansial. Osteoporosis merupakan kondisi pengeroposan tulang yang menyebabkan rasa nyeri luar biasa dan terganggunya mobilitas sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan gerakan dan langkah.

"Jangan abaikan keperluan nutrisi, kalsium dan vitamin dalam tubuh kita, termasuk olahraga teratur karena sangat baik untuk kepadatan tulang. Kondisi tulang harus dipelihara sejak dini, karena kepadatannya akan mencapai puncaknya pada usia 30 tahun," ujar Dr Bambang Setyohadi, Ketua Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI)

Tidak seperti penyakit lain yang muncul dengan symptom tertentu, osteoporosis tidak memberikan gejala apapun sampai muncul fraktur (patah tulang), sehingga kondisi ini lekat dengan istilah silent disease. osteoporosis tidak dapat disembuhkan dan hanya bisa dikontrol untuk memperlambat kehilangan massa tulang.

Faktor utama memburuknya kepadatan tulang adalah kekurangan asupan kalsium, vitamin D3 dan protein, serta kurang berolahraga. Faktor yang memberi efek negatif terhadap tulang antara lain berat badan kurang, gangguan pola makan, dan penurunan berat badan yang salah. Gaya hidup seperti merokok, mengkonsumsi garam berlebih, kopi, alkohol, dan minuman bersoda juga sebaiknya dikurangi demi menjaga kepadatan tulang.

Kecukupan Kalsium dan Vitamin D sejak muda menjadi hal penting yang harus diperhatikan jika ingin terhindar dari osteoporosis. Bagi usia produktif 19-50 tahun, kecukupan kalsium adalah 1.000 mg perhari dan kebutuhan Vitamin D adalah 200 UI (International Unit)

Di Indonesia, data Pusat Penelian dan Pengembangan Gizi Indonesia menyatakan dua dari lima perempuan di Indonesia (40 persen populasi) berpotensi osteoporosis. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar perempuan Indonesia kekurangan kalsium 50 persen setiap hari berdasarkan hasil riset bersama antara Seameo Tropmed Regional Center for Community Nutrition, Universitas Indonesia dan University of Otago, Selandia Baru.

"Dari 1.000 miligram kebutuhan kalsium harian, sebagian besar perempuan Indonesia hanya mengkonsumsi antara 270 hingga 500 miligram kalsium setiap hari. Fakta ini mendorong Anlene untuk terus menggiatkan misi sosial guna mengajak masyarakat Indonesia memelihara kesehatan tulangnya," papar Vienno Monintja, Marketing Director PT Fonterra Brands Indonesia.

Perusahaan produsen susu berkalsium ternama itu baru saja melaksanakan program Anlene 'Scan The Nation' berupa kegiatan pemeriksaan tulang secara cuma-cuma bagi masyarakat luas. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui indikasi tingkat kepadatan tulangnya dan mendapatkan edukasi bagaimana memiliki pola hidup sehat agar terbebas dari osteoporosis. (ANT)