London (ANTARA News) - Seorang pejabat teras militer AS mengatakan bahwa Amerika Serikat rentan dari serangan cyber dan dia menyeru tindakan yang lebih agresif untuk melindungi pertahanan online AS.




Komentar yang disampaikan Jenderal Martin Dempsey, Kepala Staf Gabungan AS (panglima TNI-nya AS) ini adalah pernyataan terbaru dari rangkaian peringatan para pejabat militer AS sebelumnya yang melihat keamanan cyber sebagai mandala yang menjadi titik perhatian utama apalagi Pentagon menolak menaikkan anggaran.




"Kita kehilangan banyak hak kekayaan intelektual. Kita diserang setiap hari. Dan ini membutuhkan pendekatan pemerintah yang menyeluruh," kata Dempsey kepada sebuah forum di London dalam pidato panjangnya semenjak dia mengambilalih jabatan utama di angkatan bersenjata AS itu pada September lalu.




Serangan-serangan terbaru terhadap perusahaan-perusahaan AS seperti Google Inc, bursa saham Nasdaq, Lockheed Martin Corp, dan RSA (divisi keamanan jaringan dari EMC Corp), telah memberi alasan bagi pemerintah dan militer AS untuk memperbarui rasa kemendesakan mengenai mengatasi ancaman terhadap jejaring-jejaring komputer AS.




Sebuah laporan yang dirilis intelijen AS November ini mengidentifikasi China dan Russia sebagai negara-negara yang paling aktif dan getol menggunakan spionase cyber guna mencuri rahasia dagang dan teknologi AS.




Namun pencurian data hanyalah satu dari sekian keprihatinan. Para pejabat AS telah meningkatkan peringatan mereka mengenai kemungkinan serangan cyber destruktif setelah virus komputer Stuxnet muncul pada 2010.




Stuxnet diyakini telah melumpuhkan sentrifugal yang digunakan Iran guna memperkaya uranium untuk apa yang dituduh AS dan sejumlah negara Eropa sebagai program pengembangan senjata nuklir secara terselubung.




"Kita tidak kebal dari pemaksaan di cyber. Dan kita harus memburunya. Kami tengah melakukannya....namun menurut pandangan saya kita perlu bekerja lebih keras lagi," kata Dempsey seperti dikutip Reuters.(*)