Antara usulkan pengaturan hasil survei saat kampanye
23 November 2011 16:34 WIB
UU Penyiaran Wapemed LKBN Antara, Ahmad Kusaeni ( engah), dan sejumlah pimpinan media massa, saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11). Rapat kerja antara anggota DPR, DPD, DPRD dengan Kemenkominfo, KPI, dan pimpinan media massa, tersebut membahas perubahan undang-undang No 10 Tahun 2008, tentang pemilihan umum. (FOTO ANTARA/Ujang Zaelani)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA Akhmad Kusaeni mengusulkan agar UU Pemilu juga mengatur soal pengumuman hasil survei pada masa kampanye pemilu, terutama pada masa tenang.
"Hasil survei memang sangat ideal dalam demokrasi dan kontrol publik," kata Akhmad Kusaeni pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Khusus RUU Pemilu dengan Kementerian Kominfo, Komisi Penyiaran Indonesia, Dewan Pers, dan media massa elektronik, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Kesaeni, meskipun hasil survei sangat ideal dalam demokrasi, tapi jika dipublikasikan pada saat kritis yakni pada masa kampanye dan masa tenang, maka bisa berubah menjadi "politics of number" untuk mengeksploitasi partai politik atau politisinya.
Pada kesempatan tersebut, Kusaeni juga mengutip pernyataan dari pakar politik, Arjun Appadurai, yang menuding lembaga survei yang mempublikasikan hasil surveinya pada masa kampanye dan masa tenang maka akan menggiring pembentukan opini publik kepada partai tertentu atau politisi tertentu.
Ia menambahkan, pengumuman hasil survei yang diumumkan pada masa kampanye dan masa tenang selalu ditujukan untuk memperoleh keuntungan politik, yakni penggiringan opini dari dari pemilih, terutama massa mengambang untuk memilih parpol atau calon anggota legislatif yang diumumkan paling populer.
"Hasil survei memiliki potensi `bandwagon effect` terhadap calon pemilih terhadap calon pemilih," ucapnya.
Karena, katanya, secara kejiwaan akan mendorong orang untuk memilih partai atau calon yang berpeluang menang dan sebaliknya tidak mau masuk dalam gerbong dari parpol atau calon yang akan kalah.
Kusaeni menilai, dengan menyadari hasil survei dapat mempengaruhi opini publik, maka partai politik dan calon anggota legislatif yang memiliki sumber daya keuangan besar akan berani membayar mahal lembaga survei untuk mempengaruhi pemilih.
Kusaeni mengusulkan pada RUU Pemilu yang sedang dibahas di DPR RI saat ini bisa mengatur soal tata cara pengumuman hasil survei di media massa.
"Karena pengumuman hasil survei ini adalah bentuk lain dari iklan politik atau bahkan kampanye terselubung," ujarnya.
Menurutnya lagi, hasil survei yang bisa menjadi iklan terselubung ini juga perlu diatur secara eksplisit dalam UU Pemilu yang akan diterapkan pada Pemilu 2014.
Ia menambahkan, Mahkamah Agung Filipina pernah melarang pengumuman hasil survei di media massa setempat yang diumumkan pada masa tenang.
(R024)
"Hasil survei memang sangat ideal dalam demokrasi dan kontrol publik," kata Akhmad Kusaeni pada rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Khusus RUU Pemilu dengan Kementerian Kominfo, Komisi Penyiaran Indonesia, Dewan Pers, dan media massa elektronik, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Kesaeni, meskipun hasil survei sangat ideal dalam demokrasi, tapi jika dipublikasikan pada saat kritis yakni pada masa kampanye dan masa tenang, maka bisa berubah menjadi "politics of number" untuk mengeksploitasi partai politik atau politisinya.
Pada kesempatan tersebut, Kusaeni juga mengutip pernyataan dari pakar politik, Arjun Appadurai, yang menuding lembaga survei yang mempublikasikan hasil surveinya pada masa kampanye dan masa tenang maka akan menggiring pembentukan opini publik kepada partai tertentu atau politisi tertentu.
Ia menambahkan, pengumuman hasil survei yang diumumkan pada masa kampanye dan masa tenang selalu ditujukan untuk memperoleh keuntungan politik, yakni penggiringan opini dari dari pemilih, terutama massa mengambang untuk memilih parpol atau calon anggota legislatif yang diumumkan paling populer.
"Hasil survei memiliki potensi `bandwagon effect` terhadap calon pemilih terhadap calon pemilih," ucapnya.
Karena, katanya, secara kejiwaan akan mendorong orang untuk memilih partai atau calon yang berpeluang menang dan sebaliknya tidak mau masuk dalam gerbong dari parpol atau calon yang akan kalah.
Kusaeni menilai, dengan menyadari hasil survei dapat mempengaruhi opini publik, maka partai politik dan calon anggota legislatif yang memiliki sumber daya keuangan besar akan berani membayar mahal lembaga survei untuk mempengaruhi pemilih.
Kusaeni mengusulkan pada RUU Pemilu yang sedang dibahas di DPR RI saat ini bisa mengatur soal tata cara pengumuman hasil survei di media massa.
"Karena pengumuman hasil survei ini adalah bentuk lain dari iklan politik atau bahkan kampanye terselubung," ujarnya.
Menurutnya lagi, hasil survei yang bisa menjadi iklan terselubung ini juga perlu diatur secara eksplisit dalam UU Pemilu yang akan diterapkan pada Pemilu 2014.
Ia menambahkan, Mahkamah Agung Filipina pernah melarang pengumuman hasil survei di media massa setempat yang diumumkan pada masa tenang.
(R024)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011
Tags: