Negara kepulauan itu saat ini sangat kekurangan devisa dan telah mencari dana talangan darurat dari Dana Moneter Internasional (IMF).
"Anggaran yang ada saat ini tidak realistis mengingat tantangan yang kami hadapi," kata Menteri Keuangan Sri Lanka Ali Sabry pada sidang parlemen.
"Kami akan memasukkan anggaran baru yang akan berupaya mengatasi masalah inti dari pendapatan publik yang rendah," ujarnya.
Sabry mengatakan bahwa pemerintah Sri Lanka ingin meningkatkan penerimaan pajak sebagai bagian dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 14 persen dalam dua tahun ke depan, dari angka sekarang sebesar 8,7 persen.
Sri Lanka dalam dua minggu ke depan akan menunjuk penasihat keuangan dan hukum untuk usulan restrukturisasi utang negara, kata Sabry.
Dia menambahkan bahwa pemerintah ingin bekerja sama dengan IMF dalam reformasi struktural itu.
"Ini adalah satu-satunya cara untuk menempatkan ekonomi kami pada pijakan yang berkelanjutan," kata Sabry.
Sri Lanka terkena dampak parah pandemi COVID-19 dan mengalami kekurangan pendapatan negara setelah pemotongan pajak yang tajam oleh pemerintah Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Inflasi yang merajalela dan kekurangan barang-barang impor, seperti makanan, bahan bakar, dan obat-obatan di Sri Lanka telah memunculkan aksi protes selama berminggu-minggu --yang terkadang berubah menjadi aksi kekerasan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Sri Lanka akan longgarkan aturan konversi pendapatan mata uang asing
Baca juga: Sri Lanka: Bank Dunia setuju beri bantuan keuangan