Jakarta (ANTARA News) - Ia pernah disebut-sebut sebagai calon pewaris kekuasaan, kejatuhan pemerintah ayahnya membuat ia ikut jadi pelarian, kini setelah tertangkap nasibnya menjadi taruhan bagi citra calon pemerintah di Libya.
Saif al-Islam Gaddafi diberitakan ditangkap di daerah gurun di Obari di Libya selatan, oleh petempur oposisi dari Zintan. Kemudian silang pendapat mengenai apa yang harus dilakukan terhadap dia diduga bisa menimbulkan ketegangan dalam tatanan dan sistem negeri tersebut --yang belum lagi mapan.
Ia pernah "dijagokan" sebagai calon pemimpin masa depan Libya dan memelopori pendekatan pemerintah ayahnya dengan Barat. Saif, bersama ayahnya --mendiang Muamar Gaddafi, dan kepala dinas rahasianya menghadapi dakwaan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sehubungan dengan penindasan militer terhadap aksi rakyat, yang meletus pada Februari 2011. Aksi perlawanan rakyat Libya, yang mendapat ilham dari gelombang perlawanan di negara tetangga --Tunsia dan Mesir-- menarik Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk campur tangan.
Pada hari-hari terakhir pelariannya, Saif al-Islam --yang berusia 39 tahun dan adalah doktor jebolan London School of Economics-- diberitakan gelisah, bingung dan ketakutan. Setelah ayahnya ditangkap dan dibunuh oleh petempur oposisi, ia dilaporkan meminta para pembantunya untuk merahasiakan keberadaannya guna menghindari nasib seperti yang dialami ayahnya.
Tapi pada Sabtu (19/11) tak bisa mengelak lagi ketiga kepergok petempur oposisi dan diterbangkan ke Zintan untuk menjalani penahanan selama menunggu pengadilan atas dirinya.
Zintan adalah salah satu kota kecil di Libya barat yang menghadapi kemarahan paling keras militer Gaddafi selama awal konflik. Seperti banyak wilayah lain, Zintan sekarang memiliki pasukan otonomi sendiri dalam jumlah cukup banyak yang belum berada di bawah kendali Dewan Peralihan Nasional.
Secara singkat, penangkapannya dipandang sebagai memberi peluang bagi pengalihan dari masalah yang dihadapi Libya pasca-perang. Namun ada kekhawatiran itu malah bisa menyulut perpecahan lebih lanjut atau merusak reputasi mereka yang memangku jabatan.
Sebelumnya juga ada kekhawatiran bahwa dengan bantuan suku Taureg, yang telah menerima kebaikan hati dari Muamar Gaddafi selama
42 tahun kekuasaan, Saif al-Islam dapat bersembunyi hingga waktu yang tak terbatas di pegunungan yang membentang di perbatasan Libya dengan Niger, Aljazair dan Mali.
Saif, yang pernah diperkirakan akan menjadi pewaris dinasi Gaddafi, pernah berikrar --saat perlawanan meletus-- untuk berjuang sampai titik darah penghabisan di tanah Libya dan takkan menyerah.
Saif al-Islam --yang namanya berarti "Pedang Islam"-- pernah mengatakan, "Kita bertempur di sini di LIbya; kita mati di sini di Libya."
Tapi ketika aksi perlawanan berkecamuk, ia dan memilih keluargan dan kesetiaan kepada suku daripada banyak temannya di Barat. Sewaktu Tripoli jatuh pada Agustus, jaksa ICC mengumumkan "ia telah tertangkap", sehingga membuka jalan bagi pengekstradisian dirinya. Namun, ternyata laporan tersebut keliru dan Saif muncul di satu hotel di Tripoli yang digunakan wartawan asing untuk membuktikan bahwa ia masih bebas. Saat itu, sambil mengacungkan tinjunya ke udara ia mengumumkan, "Saya berada di sini untuk membantah desas-desus."
Banyak pengulas juga ragu bahwa Saif al-Islam dapat memimpin kelompok perlawanan terhadap penguasa baru Libya. Mereka menyatakan kebanyakan pengaruh Saif terkikis oleh dominasi ayahnya --yang kini telah dibunuh gerilyawan.
Sebelum aksi perlawanan rakyat, Saif kadang-kala tampak berbeda pendapat dengan Gaddafi --yang memerintah Libya selama empat dasawarsa.
Sekarang ia menghadapi kemungkinan pengadilan oleh perintah baru atau ICC.
Nah, ini lah pertanyaannya; siapa yang akan mengadili Saif?
Perdana Menteri Libya, sebagaimana dilaporkan media internasional, secara resmi mengumumkan penangkapan Saif pada Sabtu, dan menyebutnya "penyempurnaan" aksi perlawanan dan menjanjikan pengadilan yang adil buat Saif al-Islam --yang ditangkap di gurun di bagian selatan negeri itu.
Salah seorang pejabatnya Abdurrahim El-keib meyakinkan semua rakyat Libya dan dunia bahwa Saif al-Islam "akan menghadapi pengadilan yang adil ... di bawah proses hukum yang adil --yang telah lepas dari tangan rakyat kami selama 40 tahun belakangan".
Anggota senior NTC juga telah menyatakan mereka ingin Saif diadili di negeri tersebut, tapi saat ini mereka kekurangan sistem hukum untuk melakukan itu.
Sejauh ini, sulit diperoleh penjelasan mengenai apakah mereka yang berwenang di Tripoli memiliki kekuasaan untuk mengendalikan tahanan.
Namun negara Barat sangat ingin ia diserahkan ke ICC, yang awal 2011 telah mengajukan tuntutan terhadap dia atas kasus kejahatan terhadap manusia selama penindasan terhadap pemrotes.
ICC juga menuduh Saif al-Islam merekrut tentara bayaran untuk melaksanakan satu strategi, yang dirancang bersama ayahnya dan kepala dinas intelijen Abdullah as-Senussi, untuk membunuh pemrotes yang menuntut Gaddafi pergi.
Alan Fraser, pengulas Timur Tengah buat lembaga konsultan resiko yang berpusat di London, AKE, mengatakan kepada Reuters bahwa tertangkapnya Saif akan membawa kembali faktor perasaan lega ke jalan-jalan. Selama ini perhatian banyak pihak tertuju pada bentrokan dan perpecahan antara milisi oposisi yang beagam, dan pemrotes mengenai Dewan Peralihan Nasional (NTC). Fraser merujuk kepada lembaga peralihan pasca-Gaddafi.
Tapi Alan Fraser berpendapat yang pasti ialah peristiwa tersebut akan memicu perasaan yang menyimpan potensi bisa merusak proses pembangunan kembali di Libya. Akan ada banyak perhatian media pada masalah tersebut dan itu tampaknya bisa menjadi pengghalang bagi NTC untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
Cobaan pahit
Nasib Saif, menurut Henry Smith, pengulas mengenai Libya yang bergabung dengan Control Risks --yang berpusat di London, "Ada cobaan pahit bagi kekuasaan NTC". Tertangkapnya Saif menjadi tantangan, jika mereka ingin mengadili Saif maka apa yang bisa mereka lakukan untuk membuat Zintan menyerahkan dia.
Sebagaimana dikutip, Henry Smith menyatakan NTC "tak memiliki kapasitas untuk membujuk petempur Zintan menyerahkan Saif".
Berbagai kelompok hak asasi Barat sebelum mengencam keras tindakan main hakim sendiri terhadap Muamar Gaddafi dan setidaknya seorang putranya, dan kini mereka menghendaki perlakuan lebih baik buat Saif al-Islam. Tiga putra Gaddafi dilaporkan tewas di tanah air mereka, bersama ayah mereka --yang disiksa sebelum ajal dan mayatnya dipamerkan di kamar mayat sebelum dimakamkan pada Oktober.
Sementara itu pemerintah sementara bermaksud mengirim pesan penting bahwa ada era baru di Libya, yang menandai kekuasaan hukum, "dengan memperlakukan Saif al-Islam secara manusiawi dan menyerahkan dia kepada ICC".
Proses pengadilannya yang adil di ICC diharapkan akan memberi rakyat Libya kesempatan untuk menyaksikan keadilan di satu pengadilan internasional.
Hassiba Hadj Shahraoui, Wakil Direktur Amnesty International di Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan kepada Reuters, "Ia harus diserahkan kepada ICC, dan hak asasi serta keselamatannya harus dijamin."
Setelah apa yang terjadi pada ayahnya dan Muttassim Gaddafi, NTC dipandang bertanggung-jawab untuk mencegah kejadian brutal serupa terulang terhadap Saif al-Islam Gaddafi. Dengan begitu ia dapat menghadapi proses pengadilan atas dugaan kejahatan yang dilakukan "dalam proses pengadilan yang adil tanpa hukuman mati".
Empat lagi anak Gaddafi yang selamat --tiga lelaki dan satu perempuan-- kini hidup di pengasingan di negara tetangga Libya, Aljazair dan Niger.
Namun sebagian pengulas merasa tak yakin NTC akan bersedia menyerahkan anggota utama keluarga Gaddafi untuk menghadapi pengadilan di luar negeri, untuk menghindari pencitraan lembaga tersebut adalah antek Barat.
NTC juga dipandang ingin memperbaiki citranya dengan "menggelar pengadilan secara baik". Namun ada kekhawatiran pengadilan itu akan kacau --terutama jika diikuti dengan hukuman mati, yang bisa memperkuat citra negara tersebut memang berada di luar kendali. Sebagian pihak lagi tak sependapat dengan pandangan itu.
Tapi Alan Fraser berpendapat proses pengadilan yang berkepanjangan bisa menimbulkan perpecahan, sedangkan Saif mengetahui banyak rahasia yang bisa merusak reputasi sebagian pejabat NTC dan barat.
Ia dikhawatirkan bisa "melemparkan ikan di antara kumpulan kucing" dan mengalihkan perhatian dari tugas untuk memulihkan keamanan dan kestabilan di negara Afrika Utara tersebut.
Kendati demikian apa pun yang akan terjadi, satu hal yang pasti tertangkapnya Saif tanpa perlawanan oleh petempur militer menjadi "babak akhir drama pelarian keluarga Gaddafi"
(C003)
Nasib Saif al-Islam pertaruhkan Citra Libya
20 November 2011 23:30 WIB
Saif Al Islam (REUTERS/Paul Hackett)
Oleh Chaidar Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Tags: