Partai Gelora yakin ada migrasi besar-besaran pemilih di Pemilu 2024
1 Mei 2022 14:35 WIB
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta didampingi jajaran fungsionaris di sela-sela Simakrama Gelora Bali di Denpasar, Kamis (25/11/2021) malam. ANTARA/HO-Partai Gelora Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta meyakini akan ada migrasi besar-besaran pemilih, dari partai politik yang lama ke parpol baru, karena ada masalah mendasar terkait artikulasi suara rakyat di parlemen.
"Dalam sistem presidensial, meskipun koalisi parpol pemerintah besar, namun seharusnya DPR tidak 'mati'. Itu yang menjadi salah satu alasan mengapa akan ada migrasi besar-besaran pilihan publik di Pemilu 2024," kata Anis Matta, di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan, saat ini masyarakat melihat bahwa partai politik lama memiliki masalah, yaitu tidak bisa membawa solusi dari krisis yang dialami bangsa Indonesia.
Menurut dia, hal yang paling buruk saat ini adalah posisi DPR sebagai parlemen sangat lemah, yang di dalamnya terdapat partai politik hasil Pemilu 2019.
"Parlemen kita benar-benar menjadi alat stempel, karena dari berbagai kebijakan yang dihasilkan tanpa adanya perdebatan. Karena itu ada kelemahan dalam produk legislasinya, misalnya UU Omnibus Law yang digugat ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya pula.
Selain itu, menurut dia, dalam menyusun UU Ibu Kota Negara (IKN) yang sangat fundamental dan akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat, namun prosesnya hampir tidak ada perdebatan di DPR.
Karena itu, dia menilai koalisi parpol pendukung pemerintah yang jumlahnya besar, justru mematikan peran DPR. Padahal dalam sistem presidensial, parlemen tidak harus 'mati' apabila jumlah koalisi banyak.
Baca juga: Fachri: "Jarak" Jakarta dengan Papua dipotong secara komprehensif
Baca juga: Anis Matta: Konflik Rusia dan Ukraina adalah perang supremasi
"Dalam sistem presidensial, meskipun koalisi parpol pemerintah besar, namun seharusnya DPR tidak 'mati'. Itu yang menjadi salah satu alasan mengapa akan ada migrasi besar-besaran pilihan publik di Pemilu 2024," kata Anis Matta, di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan, saat ini masyarakat melihat bahwa partai politik lama memiliki masalah, yaitu tidak bisa membawa solusi dari krisis yang dialami bangsa Indonesia.
Menurut dia, hal yang paling buruk saat ini adalah posisi DPR sebagai parlemen sangat lemah, yang di dalamnya terdapat partai politik hasil Pemilu 2019.
"Parlemen kita benar-benar menjadi alat stempel, karena dari berbagai kebijakan yang dihasilkan tanpa adanya perdebatan. Karena itu ada kelemahan dalam produk legislasinya, misalnya UU Omnibus Law yang digugat ke Mahkamah Konstitusi," ujarnya pula.
Selain itu, menurut dia, dalam menyusun UU Ibu Kota Negara (IKN) yang sangat fundamental dan akan berdampak terhadap kehidupan masyarakat, namun prosesnya hampir tidak ada perdebatan di DPR.
Karena itu, dia menilai koalisi parpol pendukung pemerintah yang jumlahnya besar, justru mematikan peran DPR. Padahal dalam sistem presidensial, parlemen tidak harus 'mati' apabila jumlah koalisi banyak.
Baca juga: Fachri: "Jarak" Jakarta dengan Papua dipotong secara komprehensif
Baca juga: Anis Matta: Konflik Rusia dan Ukraina adalah perang supremasi
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: