YKAN dukung pengelolaan sumber daya hayati berkelanjutan di Wakatobi
29 April 2022 14:34 WIB
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) ajari siswa SDN Kulati di Desa Kulati, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara cara melestarikan lingkungan, Sabtu (23/4/2022). ANTARA/Saharuddin
Jakarta (ANTARA) - Balai Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi didukung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Jasa Raharja mendukung pengelolaan sumber daya hayati berkelanjutan di Desa Kulati, Wakatobi di Sulawesi Tenggara.
Di desa itu, dilakukan pengelolaan sumber daya hayati secara lestari lewat pengolahan sampah terpadu, pemberdayaan perempuan di wilayah pesisir dan pendidikan lingkungan hidup.
"Kemitraan dengan Jasa Raharja ini merupakan salah satu bentuk membangun sinergi dalam mendukung pengelolaan sumber daya hayati secara lestari di Kabupaten Wakatobi," ujar Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia yakin, apabila sebuah kawasan konservasi dikelola dengan baik maka akan mampu memberikan banyak manfaat baik secara ekonomi maupun ekologi bagi masyarakat setempat.
Desa Kulati sendiri terkenal akan pemandangan alamnya dengan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebelumnya menemukan desa itu memiliki indeks kesehatan terumbu karang 10 dan dinyatakan sebagai salah satu tempat dengan kondisi terumbu karang paling baik di Indonesia.
Baca juga: Lindungi mangrove untuk kurangi dampak perubahan iklim, sebut YKAN
Baca juga: Kaum perempuan Desa Kulati Wakatobi kembangkan keripik ikan simba
Ilman mengatakan, ekosistem terumbu karang yang sehat itu mendukung produktivitas sektor perikanan di kawasan tersebut. Tidak hanya itu, situs bersejarah juga banyak ditemukan di sana.
"Berbagai faktor tersebut membuat pemerintah desa mempunyai visi untuk menjadikan Desa Kulati sebagai desa ekowisata," katanya.
Salah satu tantangan terbesar Desa Kulati adalah pengelolaan sampah dengan desa itu hanya memiliki lahan terbatas untuk menampung sampah serta mendapat kiriman sampah dari luar daerah yang terbawa arus laut dan angin.
Desa Kulati yang merupakan bagian dari Pulau Tomia, perlu secara mandiri melakukan penanganan sampah, baik dari hasil kegiatan domestik warga, aktivitas ekowisata, maupun sampah yang terbawa oleh arus laut.
Baca juga: Pemerintah dorong ekonomi hijau melalui pengelolaan sampah
Baca juga: KLHK akan telusuri sumber sampah plastik di laut Indonesia
YKAN bersama Kelompok Ekowisata Masyarakat Desa Kulati Poassa Nuhada dengan dukungan Jasa Raharja kemudian mengembangkan serangkaian kegiatan pengelolaan sampah terpadu seperti pemilahan, melakukan proses daur ulang sampah melalui pembuatan kompos dan menerapkan proses pirolisis, program bersih sampah serta pendidikan lingkungan hidup.
Metode pirolisis diterapkan untuk memproses sampah plastik menjadi bahan bakar solar. Jenis sampah plastik yang dapat diolah menjadi solar ada tiga antara lain High-Density Polyethylene (HDPE) berupa sampah plastik keras, Low-Density Polyethylene (LDPE) berupa kantong plastik, dan Polypropylene (PP) berupa plastik kemasan gelas air mineral.
Upaya penanganan sampah plastik di Desa Kulati juga dilakukan melalui kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang menargetkan anak-anak dan remaja.
Baca juga: Indonesia masih tertinggal dalam riset sampah laut
Baca juga: Indonesia tekankan pentingnya perlindungan terumbu karang global
Kepala Desa Kulati La Ode Burhanuddin dalam keterangan itu menyatakan akan terus melanjutkan kegiatan pengelolaan sampah yang telah disosialisasikan. Mereka juga sedang menyiapkan lahan khusus untuk pengelolaan sampah.
"Kegiatan pengelolaan sampah terpadu ini juga meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Kulati untuk selalu menjaga kebersihan lingkungannya," kata La Ode Burhanuddin.
Dilakukan juga pendampingan kelompok perempuan Padatimu To’asoki untuk melakukan pemanfaatan sumber daya laut yang bijak dan lestari.
Kelompok Padatimu To’asoki telah membuat kesepakatan konservasikonservasi di mana salah satu poin pentingnya adalah bahwa sebagai bahan dasar kerupuk, ikan simba hanya boleh ditangkap dengan alat yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan.
Terkait dukungan pengelolaan sumber daya lestari itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi Mulyanto menyampaikan terima kasih atas dukungan YKAN dan Jasa Raharja.
Menurutnya, hal itu sesuai dengan visi Kabupaten Wakatobi yaitu Wakatobi menjadi kabupaten konservasi maritim yang sentosa.
Baca juga: PBB desak negara-negara lebih berinvestasi pada keanekaragaman hayati
Baca juga: Seruan perlindungan alam di tengah krisis COVID-19
Baca juga: Pemerintah dorong perlindungan dan pengembangan sumber daya hayati
Di desa itu, dilakukan pengelolaan sumber daya hayati secara lestari lewat pengolahan sampah terpadu, pemberdayaan perempuan di wilayah pesisir dan pendidikan lingkungan hidup.
"Kemitraan dengan Jasa Raharja ini merupakan salah satu bentuk membangun sinergi dalam mendukung pengelolaan sumber daya hayati secara lestari di Kabupaten Wakatobi," ujar Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia yakin, apabila sebuah kawasan konservasi dikelola dengan baik maka akan mampu memberikan banyak manfaat baik secara ekonomi maupun ekologi bagi masyarakat setempat.
Desa Kulati sendiri terkenal akan pemandangan alamnya dengan survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebelumnya menemukan desa itu memiliki indeks kesehatan terumbu karang 10 dan dinyatakan sebagai salah satu tempat dengan kondisi terumbu karang paling baik di Indonesia.
Baca juga: Lindungi mangrove untuk kurangi dampak perubahan iklim, sebut YKAN
Baca juga: Kaum perempuan Desa Kulati Wakatobi kembangkan keripik ikan simba
Ilman mengatakan, ekosistem terumbu karang yang sehat itu mendukung produktivitas sektor perikanan di kawasan tersebut. Tidak hanya itu, situs bersejarah juga banyak ditemukan di sana.
"Berbagai faktor tersebut membuat pemerintah desa mempunyai visi untuk menjadikan Desa Kulati sebagai desa ekowisata," katanya.
Salah satu tantangan terbesar Desa Kulati adalah pengelolaan sampah dengan desa itu hanya memiliki lahan terbatas untuk menampung sampah serta mendapat kiriman sampah dari luar daerah yang terbawa arus laut dan angin.
Desa Kulati yang merupakan bagian dari Pulau Tomia, perlu secara mandiri melakukan penanganan sampah, baik dari hasil kegiatan domestik warga, aktivitas ekowisata, maupun sampah yang terbawa oleh arus laut.
Baca juga: Pemerintah dorong ekonomi hijau melalui pengelolaan sampah
Baca juga: KLHK akan telusuri sumber sampah plastik di laut Indonesia
YKAN bersama Kelompok Ekowisata Masyarakat Desa Kulati Poassa Nuhada dengan dukungan Jasa Raharja kemudian mengembangkan serangkaian kegiatan pengelolaan sampah terpadu seperti pemilahan, melakukan proses daur ulang sampah melalui pembuatan kompos dan menerapkan proses pirolisis, program bersih sampah serta pendidikan lingkungan hidup.
Metode pirolisis diterapkan untuk memproses sampah plastik menjadi bahan bakar solar. Jenis sampah plastik yang dapat diolah menjadi solar ada tiga antara lain High-Density Polyethylene (HDPE) berupa sampah plastik keras, Low-Density Polyethylene (LDPE) berupa kantong plastik, dan Polypropylene (PP) berupa plastik kemasan gelas air mineral.
Upaya penanganan sampah plastik di Desa Kulati juga dilakukan melalui kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang menargetkan anak-anak dan remaja.
Baca juga: Indonesia masih tertinggal dalam riset sampah laut
Baca juga: Indonesia tekankan pentingnya perlindungan terumbu karang global
Kepala Desa Kulati La Ode Burhanuddin dalam keterangan itu menyatakan akan terus melanjutkan kegiatan pengelolaan sampah yang telah disosialisasikan. Mereka juga sedang menyiapkan lahan khusus untuk pengelolaan sampah.
"Kegiatan pengelolaan sampah terpadu ini juga meningkatkan kesadaran masyarakat Desa Kulati untuk selalu menjaga kebersihan lingkungannya," kata La Ode Burhanuddin.
Dilakukan juga pendampingan kelompok perempuan Padatimu To’asoki untuk melakukan pemanfaatan sumber daya laut yang bijak dan lestari.
Kelompok Padatimu To’asoki telah membuat kesepakatan konservasikonservasi di mana salah satu poin pentingnya adalah bahwa sebagai bahan dasar kerupuk, ikan simba hanya boleh ditangkap dengan alat yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan.
Terkait dukungan pengelolaan sumber daya lestari itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi Mulyanto menyampaikan terima kasih atas dukungan YKAN dan Jasa Raharja.
Menurutnya, hal itu sesuai dengan visi Kabupaten Wakatobi yaitu Wakatobi menjadi kabupaten konservasi maritim yang sentosa.
Baca juga: PBB desak negara-negara lebih berinvestasi pada keanekaragaman hayati
Baca juga: Seruan perlindungan alam di tengah krisis COVID-19
Baca juga: Pemerintah dorong perlindungan dan pengembangan sumber daya hayati
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022
Tags: