Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui special purpose vehicle (SPV) perusahaan penerbit surat berharga syariah negara akan menerbitkan obligasi syariah berdenominasi dolar AS atau sukuk global senilai satu miliar dolar AS dengan tenor selama tujuh tahun.

Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto di Jakarta, Selasa, menjelaskan pemerintah menawarkan imbal hasil (yield) sukuk tersebut sebesar 4 persen.

"Ini adalah penerbitan sukuk global bond kedua. Global bond pertama 2009 dengan yield 8,8 persen dan tenor 5 tahun. Apalagi rating Indonesia saat ini dalam posisi BB+ oleh S&P`s, Ba1 oleh Moody`s dan BB+ menurut Fitch," ujarnya.

Menurut Rahmat, penawaran pembelian (book-order size) atas sukuk tersebut telah mencapai 6,5 miliar dolar AS dengan kelebihan permintaan (oversubscribe) sebanyak 6,5 kali dari 250 investor.

"Transaksi tersebut sebagai lanjutan dari pertemuan dengan investor di Timur Tengah pada Oktober 2011," katanya.

Menurut rencana, sukuk global ini akan tercatat pada 21 November 2011 di Bursa Efek Singapura (Singapore Stock Exchange) dan pemerintah memberikan alokasi penawaran sebesar 30 persen untuk investor Timur Tengah, 12 persen Indonesia, 18 persen Eropa, 32 persen Asia, dan 8 persen untuk pasar Amerika Serikat.

"Target investor terbesar Fund Management 59 persen, sisanya bank dan bank sentral, serta `sovereign wealth funds`," ujar Rahmat.

Tujuan penerbitan sukuk global tersebut, lanjut Rahmat, untuk memenuhi target pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011, selain diversifikasi instrumen pembiayaan dan mengembangkan pasar sukuk Indonesia di pasar keuangan syariah internasional.

"Penerbitan ini juga untuk memenuhi target penerbitan gross surat berharga negara (SBN) dalam APBN sebesar Rp201,5 triliun," katanya.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan pemerintah akan tetap berhati-hati dalam menerbitkan sukuk global tersebut karena gejolak perekonomian yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan masih terjadi hingga tahun depan.

"Kita harus jaga-jaga juga, mungkin tahun depan ekonominya tidak akan sebaik sekarang untuk menerbitkan `bond`, jadi timing, sizing, pricing, itu harus dilihat dengan baik," ujarnya.

Sementara untuk target penerbitan surat berharga negara, Anny menambahkan pemerintah akan tetap berkomitmen menerbitkan obligasi pada 2011 namun rencana tersebut harus mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan dalam APBN.

"Rencana tahun ini tetap kita pegang, tapi apa harus dieksekusi semuanya, harus dilihat efisiensi cost-nya," ujar Anny. (ANT)