Jakarta (ANTARA News) - Krisis ekonomi yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) karena tidak didasari dengan prinsip eknomi syariah, kata Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK, Anis Baridwan.

"Krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat karena tidak didasari syariah, hal ini berbeda dengan Indonesia, mudah-mudahan Indonesia dapat menahan krisis dengan adanya prinsip syariah," ujarnya dalam seminar bulanan ekonomi syariah di Jakarta, Selasa.

Ia mengemukakan, prinsip syariah tidak akan terjadi penggelembungan (bubble), karena "underlying" asetnya tidak mudah berubah.

"Kalau underlying-nya jelas insyaAlah tidak akan terjadi pengelembungan. Kami d pasar modal antusias mengembangkan efek syariah di pasar modal," katanya.

Meski demikian, kata dia, potensi perkembangan syariah yang positif belum didukung oleh emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menerbitkan sukuk. Perusahaan terbuka lebih banyak menerbitkan obligasi konvensional.

"Kami berharap agar emiten bisa menerbitkan sukuk korporasi. Emiten sejauh ini lebih banyak mengeluarkan surat utang berbasis konvensional," ujarnya.

Sukuk merupakan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil marjin atau "fee", serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.

Anis mengatakan, penerbitan sukuk korporasi di Indonesia memiliki potensi baik dipicu dari industri keuangan khususnya syariah bertambah dan tumbuh baik di indonesia.

Selain itu, lanjut dia, Indonesia juga masih menjadi tempat menarik untuk investasi. Dan, penerbitan sukuk juga menjadi peluang untuk hadapi krisis.

Ia mengemuakan, peran regulator dan bursa diperlukan untuk pengembangan pasar modal khususnya sukuk. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) juga perlu diperkuat untuk pengembangan industri pasar modal khususnya syariah.

"Mudah-mudahan kita bisa sosialisasikan sukuk korporasi. Harus dimengerti adalah SDM, ditambah dengan regulasi yang kuat maka tidak ada alasan untuk tidak terbitkan sukuk syariah," kata dia.

Kasubdit Keuangan dan Pasar Sukuk Direktorat SBSN Ditjen Pengelola Utang Menteri Keuangan, Restianti mengatakan, kendala dalam mengembangkan sukuk yakni investor tidak dapat lagi memperdagangkan sukuk yang dibelinya di pasar sekunder.

"Investor yang beli kemudian di-hold, tidak di-trading-kan lagi di pasar sekunder. Untuk mencapai likuiditas pasar yang diinginkan masih butuh waktu yang lama," katanya.

Ia menambahkan, penerbitan sukuk negara ritel (sukri) juga dinilai masih belum merata di Indonesia, wilayah Indonesia Bagian Barat tercatat memiliki komposisi lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain. (*)