Selendang sulaman bayang pikat Ibu Herawati Boediono
15 November 2011 14:22 WIB
ASEAN Textile Exhibition Ibu Herawati Budiono (dua kanan) mendengarkan penjelasan dari Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Hesti Indah Kresnarini (tiga kanan) saat mengunjungi ASEAN Textile Exhibition, di Nusa Dua Bali (15/11). Pameran ini merupakan salah satu upaya pengembangan Industiri Kreatif antara masyarakat ASEAN. (FOTO ANTARA/Goro Belawan)
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Kain songket Indonesia memang mengandung cita rasa tinggi. Siapa yang tidak terpikat menyaksikan keindahan sulaman dan tenunan kain songket itu? Begitu juga Ibu Herawati Boediono, yang terpikat dengan selendang "sulaman bayang" dari Sumatera Barat.
Pikatan itu terjadi saat Ibu Herawati Boediono melihat kesiapan lokasi Pameran Tekstil ASEAN (ASEAN Textil Exhibition) di Hotel Westin Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa siang.
Pameran yang menampilkan berbagai produk tekstil dari negara-negara anggota ASEAN dan daerah di Nusantara, akan berlangsung 16-19 November 2011 di lantai satu dan lantai dua Hotel Westin.
Ketertarikan Ibu Herawati pada kain kerajinan dari daerah Padang, Sumatera Barat, itu terlihat saat mengunjungi stan dari Yayasan Sulam Indonesia. Selama 10 menit ia melihat satu demi satu kain yang dipajang di sana.
Rupanya hati Ibu terpaut pada kain selendang berwarna hijau muda dengan motif warna-warni bunga yang menawan. Ibu Herawati pun kemudian memutuskan membeli produk kerajinan tangan itu.
Sementara itu, Henny Adli, sang penjual selendang yang juga pemilik usaha kerajinan berlabel "Minangkabau Craft Village" itu sempat kaget ketika Ibu Herawati Boediono menjatuhkan pilihannya pada selendang tersebut.
"Memang kami membawa berbagai jenis selendang, namun jenis sulaman bayang yang dipilih ibu merupakan kain selendang satu-satunya jenis itu yang baru jadi," ucapnya.
Selendang sulaman bayang, kata dia, juga yang paling unik. Keindahannya justru terletak pada bagian bayangannya atau dengan kata lain pada bagian belakang kain.
"Teknik penyulamannya khusus dan merupakan seni menyulam khas Padang yang selama ini sudah banyak ditinggalkan oleh pengrajin di sana. Melalui pameran ini, kami ingin mengangkat kembali jenis sulaman ini agar semakin dikenal masyarakat luas," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk selendang berukuran panjang dua meter dengan lebar 65 sentimeter, dibutuhkan waktu hingga tiga bulan untuk menyelesaikannya.
"Tidak heran jika selendang sulaman ini harga yang termurah ditawarkan Rp2,5 juta dan bisa mencapai Rp9 juta satu lembarnya. Harganya menjadi mahal karena dikerjakan secara manual oleh satu orang pengrajin," katanya.
Di sisi lain, kain dasar selendang terbuat dari kain sutra impor.
Ia menyampaikan, pada stan Yayasan Sulam Indonesia juga terdapat selendang sulam jenis kepala peniti, sulam suji, sulam benang emas, sulam kerancang, sulam terawang kasia dan sebagainya. (*)
Pikatan itu terjadi saat Ibu Herawati Boediono melihat kesiapan lokasi Pameran Tekstil ASEAN (ASEAN Textil Exhibition) di Hotel Westin Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa siang.
Pameran yang menampilkan berbagai produk tekstil dari negara-negara anggota ASEAN dan daerah di Nusantara, akan berlangsung 16-19 November 2011 di lantai satu dan lantai dua Hotel Westin.
Ketertarikan Ibu Herawati pada kain kerajinan dari daerah Padang, Sumatera Barat, itu terlihat saat mengunjungi stan dari Yayasan Sulam Indonesia. Selama 10 menit ia melihat satu demi satu kain yang dipajang di sana.
Rupanya hati Ibu terpaut pada kain selendang berwarna hijau muda dengan motif warna-warni bunga yang menawan. Ibu Herawati pun kemudian memutuskan membeli produk kerajinan tangan itu.
Sementara itu, Henny Adli, sang penjual selendang yang juga pemilik usaha kerajinan berlabel "Minangkabau Craft Village" itu sempat kaget ketika Ibu Herawati Boediono menjatuhkan pilihannya pada selendang tersebut.
"Memang kami membawa berbagai jenis selendang, namun jenis sulaman bayang yang dipilih ibu merupakan kain selendang satu-satunya jenis itu yang baru jadi," ucapnya.
Selendang sulaman bayang, kata dia, juga yang paling unik. Keindahannya justru terletak pada bagian bayangannya atau dengan kata lain pada bagian belakang kain.
"Teknik penyulamannya khusus dan merupakan seni menyulam khas Padang yang selama ini sudah banyak ditinggalkan oleh pengrajin di sana. Melalui pameran ini, kami ingin mengangkat kembali jenis sulaman ini agar semakin dikenal masyarakat luas," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk selendang berukuran panjang dua meter dengan lebar 65 sentimeter, dibutuhkan waktu hingga tiga bulan untuk menyelesaikannya.
"Tidak heran jika selendang sulaman ini harga yang termurah ditawarkan Rp2,5 juta dan bisa mencapai Rp9 juta satu lembarnya. Harganya menjadi mahal karena dikerjakan secara manual oleh satu orang pengrajin," katanya.
Di sisi lain, kain dasar selendang terbuat dari kain sutra impor.
Ia menyampaikan, pada stan Yayasan Sulam Indonesia juga terdapat selendang sulam jenis kepala peniti, sulam suji, sulam benang emas, sulam kerancang, sulam terawang kasia dan sebagainya. (*)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Tags: