Bengaluru (ANTARA) - Aksi jual saham global berlanjut ke sesi pagi Asia pada perdagangan Rabu, karena meningkatnya kekhawatiran tentang ekonomi global memaksa investor untuk membuang aset-aset berisiko demi aset safe haven seperti dolar AS dan obligasi pemerintah.

Pasar keuangan, yang sudah cemas tentang prospek kenaikan suku bunga AS yang agresif, lonjakan inflasi global dan perang Ukraina, diguncang minggu ini karena kekhawatiran perlambatan di China saat Beijing tetap berpegang teguh pada penguncian COVID-19 yang ketat.

Berita tentang Rusia yang memotong pasokan gas ke Eropa Timur menambah suasana suram, mengirim indeks ekuitas dunia MSCI merosot ke level terendah 13-bulan.

Ada sedikit penurunan dalam penjualan di Asia, dengan Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah 1,1 persen ke level terendah sejak 15 Maret. Indeks Nikkei Tokyo dan indeks KOSPI Seoul juga jatuh tajam masing-masing sebesar 1,8 persen dan 1,19 persen.

Saham unggulan China (CSI300) datar setelah jatuh ke level terendah dalam dua tahun pada Selasa (26/4/2022) dan indeks acuan Hong Kong (HSI) merosot 0,72 persen, serta saham Australia terpangkas 0,73 persen.

Baca juga: Dolar terus menguat, yen bangkit di tengah kekhawatiran ekonomi China

Katalis untuk penurunan terbaru "adalah kata-kata yang lebih kasar dari Rusia atas Ukraina, dan pengumuman bahwa Bulgaria dan Polandia akan menghentikan pasokan gas mereka dari Rusia mulai hari ini," kata ING dalam sebuah catatan.

Rusia yang telah menuntut pembayaran gasnya dalam rubel sebagai sanksi atas invasinya ke Ukraina, mengatakan akan menghentikan pasokan ke Polandia dan Bulgaria mulai Rabu.

Langkah itu dipandang sebagai eskalasi besar, mengirim harga minyak dan gas lebih tinggi. Minyak mentah berjangka Brent naik 1,11 dolar AS atau 1,1 persen, menjadi 106,10 dolar AS per barel pada pukul 00.19 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 84 sen atau 0,8 persen, menjadi 102,54 dolar AS per barel.

Bank sentral China mengatakan minggu ini akan mendukung ekonominya karena kekhawatiran meningkat bahwa desakan Beijing untuk melanjutkan kebijakan "nol-COVID" akan membahayakan pertumbuhan domestik dan global sementara semakin mengintensifkan hambatan pasokan.

Dolar, yang mencapai tertinggi dua tahun minggu ini, reli lebih lanjut terhadap sekeranjang mata uang saingannya ke 102,34, seperti halnya emas, yang lebih tinggi untuk menetap di 1.903 dolar AS per ounce.

Baca juga: Dolar sentul level tertinggi di Asia, dipicu investor cari uang aman

Arus keamanan juga telah mendukung yen, yang terangkat dari posisi terendah baru-baru ini ke tertinggi satu minggu di 126,96 dan semalam menikmati hari terbaiknya terhadap pound Inggris yang kesulitan dalam lebih dari dua tahun.

Analis mengatakan pasar khawatir bahwa kenaikan suku bunga yang diperkirakan oleh Federal Reserve dapat melukai pertumbuhan tepat ketika banyak ekonomi mulai pulih dari kemerosotan yang didorong oleh pandemi.

Investor juga khawatir tentang harga-harga komoditas yang bergejolak setelah perang Ukraina, dengan peringatan Dana Moneter Internasional (IMF) minggu ini tentang risiko stagflasi di Asia.

Aksi jual semalam di Wall Street menggarisbawahi kecemasan investor tentang pukulan terhadap pendapatan, dengan Nasdaq anjlok 4,0 persen, terendah sejak akhir 2020. Setelah penutupan pasar, induk perusahaan Google Alphabet Inc melaporkan pendapatan kuartal pertamanya gagal mencapai target dan turun sekitar 3,0 persen. Microsoft Corp turun 4,0 persen sebelum laporan hasilnya tetapi pulih setelah memperkirakan pertumbuhan pendapatan dua digit tahun depan.

Nasdaq berjangka turun 0,28 persen.

"Saya pikir dengan di mana pasar saat ini, dalam fase penjualan dan ketakutan yang tidak pandang bulu ini, saya pikir Anda memiliki lebih banyak potensi risiko penurunan daripada kejutan kenaikan," kata Ahli Strategi Investasi Baird, Ross Mayfield, di Louisville, Kentucky.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga tergelincir karena penawaran aman, dengan imbal hasil acuan obligasi pemerinta AS 10-tahun turun 5,5 basis poin menjadi 2,772 persen, sementara imbal hasil obligasi tiga bulan hingga obligasi 30-tahun semuanya lebih rendah.

Baca juga: Wall Street anjlok, Nasdaq jatuh hampir 4 persen terendah sejak 2020
Baca juga: IHSG terkoreksi, terimbas pelemahan bursa saham global