Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menjalin kerja sama pertukaran data yang antara lain ditujukan untuk meningkatkan keakuratan data dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Dedi Rudaedi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan keakuratan data akan mengurangi peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Ditjen Pajak juga berharap bahwa data yang diperoleh dari kerja sama pertukaran data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui potensi perpajakan yang selama ini belum tergali.

Dirjen Pajak, Fuad Rahmany dan Kepala LKPP, Agus Rahardjo menandatangani kesepakatan kerja sama pertukaran data dan peningkatan kemampuan teknis itu di Kantor LKPP Jakarta pada Jumat (11/11) lalu.

Kesepakatan itu diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan data dan informasi yang berkualitas dan dapat meningkatkan kemampuan teknis masing-masing pihak yang terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Melalui kesepakatan itu, Ditjen Pajak dapat memanfaatkan data pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik, sedangkan bagi LKPP dapat memastikan bahwa peserta pengadaan barang/jasa telah memiliki data identitas wajib pajak dan informasi kepatuhan perpajakan.

"Dengan memanfaatkan data identitas wajib pajak dan informasi kepatuhan perpajakannya, LKPP juga dapat melaksanakan evaluasi kualifikasi peserta pengadaan yang dilakukan secara elektronik oleh Unit Layanan Pengadaan atau Panitia Pengadaan di seluruh Indonesia.

Kedua belah pihak juga bersepakat untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan serta melakukan penyuluhan di bidang perpajakan dan pengadaan barang/jasa. Kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan itu, nantinya akan diusulkan oleh masing-masing pihak sesuai kebutuhan.


Penjelasan Dugaan Pelanggaran

Sementara itu terkait dengan adanya dugaan pelanggaran pengadaan peralatan sistem informasi di Ditjen Pajak tahun 2006, Dedi menjelaskan bahwa dugaan tersebut terkait dengan administrasi distribusi barang-barang sistem informasi ke unit-unit kerja (termasuk kantor pelayanan pajak di daerah) di seluruh Indonesia yang diadakan pada 2006.

Ketidaklengkapan bukti pendukung keberadaan barang-barang yang diadakan tersebut di atas senilai Rp12,7 miliar yang merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), telah didistribusikan kepada unit-unit kerja di seluruh Indonesia.

Pada saat dilakukan pemeriksaan, dokumen tanda terima barang dari unit-unit kerja yang dimaksud belum seluruhnya diterima Kantor Pusat Ditjen Pajak sehingga BPK belum meyakini keberadaan barang-barang tersebut.

Sesuai dengan hasil pembahasan Ditjen Pajak dengan BPK pada 20 Oktober 2011, Ditjen Pajak telah membentuk tim yang bertugas melakukan pengecekan fisik mengenai keberadaan barang-barang dimaksud.

"Dalam proses penyidikan, Ditjen Pajak bersikap kooperatif dengan Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan masalah ini," sebut Dedi Rudaedi.

(L.*A039/B012)