Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Krisis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Fadjar Hutomo mengatakan ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana dapat diwujudkan melalui investasi yang sesuai dengan risiko bencana.

“Seperti penerapan mitigasi dan edukasi dengan mengajak masyarakat turut serta berperan aktif, sehingga nantinya akan bermanfaat kepada nilai ekonomi,” ungkapnya kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, bentuk investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan wisata tangguh bencana berupa kesiapan fasilitas mitigasi bencana, pelatihan dan simulasi kebencanaan, struktur bangunan yang aman, sarana dan prasarana kebencanaan yang memadai.

Lalu, memiliki tata kelola risiko bencana berupa manajemen krisis, sosialisasi dan edukasi kebencanaan, penguatan kearifan lokal, memiliki perencanaan untuk pengurangan dan penanggulangan bencana, serta manajemen keberlangsungan usaha pariwisata.

“Hal tersebut merupakan gambaran destinasi wisata tangguh bencana yang dapat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada wisatawan dan pelaku usaha pariwisata,” kata Fadjar.
Baca juga: Disparekraf NTT siapkan petunjuk pelaksanaan wisata aman bencana

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa keberadaan Indonesia yang terletak di pasific ring of fire membuat potensi dan ancaman bencana sangat tinggi.

Selain bencana alam, kategori bencana non alam seperti pandemi COVID-19 di tahun 2019 yang muncul hingga saat ini menghambat kelangsungan usaha sektor pariwisata di Indonesia.

“Sehingga, dibutuhkan pemahaman terkait manajemen krisis untuk meminimalisir dampak yang akan terjadi agar usaha pariwisata dapat bertahan,” ucap Staf Ahli Fadjar.

Dalam hal ini, pemerintah berupaya mewujudkan wisata tangguh bencana dengan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga dalam melakukan kajian kebencanaan, edukasi, pemetaan risiko bencana, sosialisasi, pelatihan dan simulasi kebencanaan, serta penyusunan perencanaan kelangsungan bisnis (business continuity planning) di destinasi pariwisata.

Baca juga: Indonesia tunjukkan kearifan lokal upaya pengurangan risiko bencana