Bogor (ANTARA News) - Menyusutnya ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta menjadi sekitar 9,8 persen dari luas wilayah membuat keberadaan burung terancam, kata pemerhati burung.

"Penyusutan terjadi akibat padatnya populasi sehingga menyulitkan burung untuk hidup di kawasan minim pepohonan," kata Bird Conservation Officer Burung Indonesia, Dwi Mulyawati, di Bogor Senin.

Ia menjelaskan, pohon merupakan sumber kehidupan burung, tempat mencari makan, bersarang dan berkembang biak.

Begitu pula keberadaan sungai, kanal atau danau yang belum tercemar dan ketersediaan pakan seperti ikan dan udang yang berlimpah, menjadi sumber kehidupan bagi burung.

Namun, katanya, situasi tersebut berubah. Padatnya penduduk perkotaan memunculkan sejumlah permasalahan. Kemacetan, banjir, pulusi udara, hingga berkurangnya RTH yang merupakan sejumlah persoalan yang membutuhkan penanganan serius.

"Elang Bondol (Haliastus indus) merupakan burung yang telah tersingkir dari kehidupan belantara beton Jakarta," ujar Dwi.

Kegagahan Elang Bondol membuatnya dijadikan sebagai maskot Daerah Khusus Ibu kota (DKI) Jakarta yang ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Nomor 1796 tahun 1989.

Kepadatan Jakarta memaksa burung tersebut tersingkir. Mereka pindah karena makanan favoritnya berupa ikan yang berada di perairan bersih sudah tidak tersedia lagi di Jakarta.

"Burung ini termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan PP nomor 7/1999. Elang bondol senantiasa diburu dan diperdagangkan secara ilegal," kata Dwi.

Selain itu, lanjut dia, habitat Elang Bondol juga terusik karena bertambahnya jumlah penduduk.

Kini, burung yang dianggap mewakili karakter masyarakat Jakarta yang dinamis dan selalu bergerak ini harus bertahan hidup di pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.

Mereka dapat ditemui di Pulau Kotok dan Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu.

Nasib serupa juga dialami Bubut Jawa (Centropus nigrorufus) yang terancam punah akibat tersingkir dari habitatnya.

"Burung bubut jawa termasuk suku Cuculidae merupakan penghuni ekosisten bakau. Burung ini terancam punah dengan kategori `rentan`," katanya.

Dwi mengatakan, jenis burung ini makin sulit ditemukan meski beberapa dari mereka masih bisa dijumpai di kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke.

"Dari data Birdlife International 2011, populasi Bubut Jawa diperkirakan antara 2.500 hingga 10.000 ekor dewasa," kata Dwi.

"Birdlife Internasional telah memasukkan Suaka Margasatwa Muara Angke sebagai salah satu Daerah Penting bagi Burung di Pulau Jawa," katanya.

Dwi menyebutkan, pembangunan berwawasan lingkungan perlu dilakukan. Pembangunan tidak hanya memikirkan kepentingan sepihak tetapi juga menyelamatkan keragaman hayati.

"Perencanaan tata guna lahan yang tepat dan penertiban pembangunan sesuai peruntukan lahan harus dilakukan sebelum ancaman bencana ekologis di wilayah perkotaan semakin nyata," kata Dwi.
(KR-LR)





(T.KR-LR/B/A023/A023) 14-11-2011 11:34:05