Keringat "go green" nan menyehatkan
14 November 2011 05:46 WIB
Becak berjejer di jalan Gubernur Hasan Bastari, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (9/11). Becak-becak tersebut siap mengantarkan pengunjung dan atlet yang akan menuju arena Stadion Jakabaring Sport City karena kendaraan bermotor tidak diperbolehkan masuk ke arena tersebut. (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)
Palembang (ANTARA News) - Ide menjadikan Kompleks Olahraga Jakabaring (JSC) sebagai kawasan hijau berudara bersih ("go green") selama berlangsungnya SEA Games ke-26, memang tak selalu membuat nyaman pengunjung dan peserta perhelatan olahraga terakbar se-Asia Tenggara itu.
Saat hendak menjangkau arena, para pengunjung akan direpotkan dengan urusan tempat parkir di luar stadion yang sempit, setelah itu harus berdesakan naik moda berbahan bakar gas atau pun harus berebut naik becak yang jumlahnya terbatas, bahkan kerap kali harus berjalan kaki berkilo meter demi melihat pertandingan yang sedang berlangsung.
Namun keterbatasan itu, bagi sebagian pengunjung bukanlah penghalang besar. Mereka mengaku "enjoy" dan menikmati "wisata olahraga" pada perhelatan SEA Games 2011 itu, meski harus berjalan kaki ke berbagai ke berbagai arena di kawasan seluas 325 hektare itu.
"Jalan kaki tidak masalah, karena berjalan kali itu berpeluh dan menyehatkan," kata Nazarina Harun (17), siswi kelas tiga sekolah menengah atas yang berkunjung arena atletik di JSC Palembang, Minggu.
Nazarina yang datang bersama sepuluh orang karibnya, bahkan sengaja tidak menggunakan moda gratis yang disediakan panitia SEA Games Palembang, yakni angkutan kota berbahan bakar gas, "shuttle bus" ataupun becak.
Riza (16), rekan Nazarina mengaku "ogah" naik moda itu, karena angkot yang disediakan terlalu sumpek dan selalu penuh. Panitia SEA Games memang hanya menyediakan 35 angkot, sekitar 200 becak dan lima bus untuk melayani pengunjung menuju arena pertandingan.
Padahal pada Minggu ini, warga Palembang yang mengunjungi Kompleks Olahraga Jakabaring, jumlahnya mencapai lebih dari 30.000 orang.
Pemerintah setempat memang melakukan mobilisasi agar warganya beramai-ramai mengunjungi Kompleks Stadion Jakabaring untuk memeriahkan dan mendukung Tim Merah Putih dalam perhelatan terakbar di Asia Tenggara itu.
Siswa-siswi berseragam sekolah datang berbondong-bondong menggunakan bus "TransMusi", angkutan kota maupun menggunakan kendaraan sewaan.
Pun demikian dengan masyarakat umum, banyak di antara mereka yang memilih berakhir pekan dengan berlibur di Jakarbaring untuk menonton perhelatan SEA Games.
Mereka sangat antusias menyaksikan pelbagai nomor pertandingan di sejumlah arena. Saking banyaknya, jalah-jalan menuju Kompleks Olahraga Jakabaring seperti di Jembatan Ampera terjadi kemacetan hingga mencapai tiga kilometer.
Warga yang hendak menuju Jakabaring juga tak bisa lagi memarkir kendaraannya di sekitar pintu gerbang utama, karena lahan parkir di kawasan itu telah penuh. Mereka harus memarkir satu hingga dua kilometer sebelum pintu gerbang.
Mereka juga harus berjalan kaki menuju pintu gerbang dan berpeluh lagi untuk menuju arena di Kompleks Jakabaring.
Sebenarnya, kata Edi Rudjianto (39) salah satu warga Palembang yang membawa serta dua anaknya ke Jakabaring, warga setuju-setuju saja dengan ide bebas polusi di sekitar arena pertandingan.
"Itu ide yang bagus, dan sebenarnya saya sangat mendukungnya," katanya.
Namun, karena fasilitas kendaraan ramah lingkungan yang disediakan panitia sangat terbatas, ia dan anak-anaknya yang baru berusia sepuluh tahun dan tujuh tahun itu, menjadi kelelahan karena berjalan lebih dari dua kilometer menuju arena voli pantai.
"Anak sulung saya memang pengin lihat voli pantai, sementara yang bungsu ingin lihat panjat tebing," kata pria berkacamata itu.
Kedua arena itu cukup jauh, sementara kalau sudah di dalam kompleks susah mencari angkot yang kosong. "Angkotnya penuh-penuh banget, sehingga kami terpaksa jalan kaki. Jadi anak-anak sangat kelelahan," ujarnya.
Ia dan anak-anaknya sebenarnya sangat berbahagia kotanya terpilih menjadi penyelenggara SEA Games, meskipun kerapkali direpotkan saat pelaksanaan pesta olahraga terakbar se-Asia Tenggara itu.
"Peristiwa seperti ini belum tentu akan terjadi lagi, karena itu mestinya Palembang harus menjadi tuan rumah yang baik dengan melayani tamu dengan baik. Biarkanlah masyarakat Palembang turut menikmati perhelatan ini dengan suasana gembira," ujarnya.
Banyak Pelanggar
Penerapan "go green" di Kompleks Stadion Jakabaring, kata Edi juga kerap kali dikotori oleh ulah panitia dan para pejabat yang terlalu sering keluar masuk dengan kendaraan berbahan bakar premium dan solar.
Mereka terlalu "show of force" dengan menyalakan sirine keras-keras, atau memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, padahal di kiri-kanan mereka banyak pejalan kaki. Jalan di kompleks Jakabaring yang panas dan berdebu juga kerap membuat kenyamanan pengunjung terganggu.
Petugas yang kurang profesional juga kerap membuat pengunjung "senewen". "Mereka kadang kurang ramah, padahal kami kan hanya ingin menonton," ujarnya.
Syarifudin Sujud (37) yang juga mengajak serta anak-istrinya menonton pertandingan di sejumlah arena bahkan menilai "go green" di Jakabaring tak terlalu berhasil.
"Di samping arenanya tidak "green", sikap panitia dan pengunjung juga tak ramah lingkungan," ujarnya.
Perilaku petugas berseragam juga kerap mengundang ironi, karena mereka kerap mondar-mandir dengan bebas memakai sepeda motor, sementara atlet dan pengunjung harus berjalan kaki. Petugas pintu masuk utama dan pintu belakang, kerap kali terlihat tebang pilih saat memberi izin masuk pada kendaraan bermotor.
Ketidak tegasan itu, sempat membuat kawasan di sekitar arena olahraga akuatik menjadi berjubel kendaraan bermotor, sementara pejalan kaki tak mendapat tempat "layak".
Di kawasan Jakabaring tidak ada pedestrian memadai, ini membuat pejalan kaki kurang nyaman. "Trotoar belum sepenuhnya selesai, masih banyak gundukan tanah. Jadi kita sering berebut jalan dengan mobil atau motor panitia," ujar Sujud.
Sejumlah kawasan, katanya, juga masih terlihat kumuh, tempat sampah juga kurang banyak, serta kebersihan arena juga tak terjaga. Cuaca Palembang yang panas, juga menambah "penderitaan" dan pengunjung.
Para jurnalis asing maupun dalam peliput SEA Games dari berbagai negara juga mengaku terhambat mobilitasnya, karena sulitnya transportasi dari arena ke arena.
Wartawan Kantor Berita Vietnam VNA, Quang Nhut mengaku agak terganggu tugas jurnalistiknya karena susahnya menjangkau arena.
"Agak susah ya, karena kendaraannya sangat terbatas. Becak-becak yang ada juga tidak efektif membantu kami. Mungkin akan lebih baik jika disiapkan sepeda khusus untuk para wartawan agar bisa meliput dengan lebih nyaman," ujarnya.
Quang Nhut sebenarnya juga setuju dengan ide "go green" itu, tapi fasilitas pendukungnya harus benar-benar disiapkan secara seksama, sehingga seluruh pengunjung merasa nyaman. Jika tidak, yang terjadi adalah banyak pelanggaran.
"Sangat disayangkan jika aturan tidak ditaati. Kita sebenarnya sangat mendukung. Itu ide yang baik demi kenyamanan. Namun nyatanya kini aturan tidak berjalan," ujarnya.
(T010)
Saat hendak menjangkau arena, para pengunjung akan direpotkan dengan urusan tempat parkir di luar stadion yang sempit, setelah itu harus berdesakan naik moda berbahan bakar gas atau pun harus berebut naik becak yang jumlahnya terbatas, bahkan kerap kali harus berjalan kaki berkilo meter demi melihat pertandingan yang sedang berlangsung.
Namun keterbatasan itu, bagi sebagian pengunjung bukanlah penghalang besar. Mereka mengaku "enjoy" dan menikmati "wisata olahraga" pada perhelatan SEA Games 2011 itu, meski harus berjalan kaki ke berbagai ke berbagai arena di kawasan seluas 325 hektare itu.
"Jalan kaki tidak masalah, karena berjalan kali itu berpeluh dan menyehatkan," kata Nazarina Harun (17), siswi kelas tiga sekolah menengah atas yang berkunjung arena atletik di JSC Palembang, Minggu.
Nazarina yang datang bersama sepuluh orang karibnya, bahkan sengaja tidak menggunakan moda gratis yang disediakan panitia SEA Games Palembang, yakni angkutan kota berbahan bakar gas, "shuttle bus" ataupun becak.
Riza (16), rekan Nazarina mengaku "ogah" naik moda itu, karena angkot yang disediakan terlalu sumpek dan selalu penuh. Panitia SEA Games memang hanya menyediakan 35 angkot, sekitar 200 becak dan lima bus untuk melayani pengunjung menuju arena pertandingan.
Padahal pada Minggu ini, warga Palembang yang mengunjungi Kompleks Olahraga Jakabaring, jumlahnya mencapai lebih dari 30.000 orang.
Pemerintah setempat memang melakukan mobilisasi agar warganya beramai-ramai mengunjungi Kompleks Stadion Jakabaring untuk memeriahkan dan mendukung Tim Merah Putih dalam perhelatan terakbar di Asia Tenggara itu.
Siswa-siswi berseragam sekolah datang berbondong-bondong menggunakan bus "TransMusi", angkutan kota maupun menggunakan kendaraan sewaan.
Pun demikian dengan masyarakat umum, banyak di antara mereka yang memilih berakhir pekan dengan berlibur di Jakarbaring untuk menonton perhelatan SEA Games.
Mereka sangat antusias menyaksikan pelbagai nomor pertandingan di sejumlah arena. Saking banyaknya, jalah-jalan menuju Kompleks Olahraga Jakabaring seperti di Jembatan Ampera terjadi kemacetan hingga mencapai tiga kilometer.
Warga yang hendak menuju Jakabaring juga tak bisa lagi memarkir kendaraannya di sekitar pintu gerbang utama, karena lahan parkir di kawasan itu telah penuh. Mereka harus memarkir satu hingga dua kilometer sebelum pintu gerbang.
Mereka juga harus berjalan kaki menuju pintu gerbang dan berpeluh lagi untuk menuju arena di Kompleks Jakabaring.
Sebenarnya, kata Edi Rudjianto (39) salah satu warga Palembang yang membawa serta dua anaknya ke Jakabaring, warga setuju-setuju saja dengan ide bebas polusi di sekitar arena pertandingan.
"Itu ide yang bagus, dan sebenarnya saya sangat mendukungnya," katanya.
Namun, karena fasilitas kendaraan ramah lingkungan yang disediakan panitia sangat terbatas, ia dan anak-anaknya yang baru berusia sepuluh tahun dan tujuh tahun itu, menjadi kelelahan karena berjalan lebih dari dua kilometer menuju arena voli pantai.
"Anak sulung saya memang pengin lihat voli pantai, sementara yang bungsu ingin lihat panjat tebing," kata pria berkacamata itu.
Kedua arena itu cukup jauh, sementara kalau sudah di dalam kompleks susah mencari angkot yang kosong. "Angkotnya penuh-penuh banget, sehingga kami terpaksa jalan kaki. Jadi anak-anak sangat kelelahan," ujarnya.
Ia dan anak-anaknya sebenarnya sangat berbahagia kotanya terpilih menjadi penyelenggara SEA Games, meskipun kerapkali direpotkan saat pelaksanaan pesta olahraga terakbar se-Asia Tenggara itu.
"Peristiwa seperti ini belum tentu akan terjadi lagi, karena itu mestinya Palembang harus menjadi tuan rumah yang baik dengan melayani tamu dengan baik. Biarkanlah masyarakat Palembang turut menikmati perhelatan ini dengan suasana gembira," ujarnya.
Banyak Pelanggar
Penerapan "go green" di Kompleks Stadion Jakabaring, kata Edi juga kerap kali dikotori oleh ulah panitia dan para pejabat yang terlalu sering keluar masuk dengan kendaraan berbahan bakar premium dan solar.
Mereka terlalu "show of force" dengan menyalakan sirine keras-keras, atau memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, padahal di kiri-kanan mereka banyak pejalan kaki. Jalan di kompleks Jakabaring yang panas dan berdebu juga kerap membuat kenyamanan pengunjung terganggu.
Petugas yang kurang profesional juga kerap membuat pengunjung "senewen". "Mereka kadang kurang ramah, padahal kami kan hanya ingin menonton," ujarnya.
Syarifudin Sujud (37) yang juga mengajak serta anak-istrinya menonton pertandingan di sejumlah arena bahkan menilai "go green" di Jakabaring tak terlalu berhasil.
"Di samping arenanya tidak "green", sikap panitia dan pengunjung juga tak ramah lingkungan," ujarnya.
Perilaku petugas berseragam juga kerap mengundang ironi, karena mereka kerap mondar-mandir dengan bebas memakai sepeda motor, sementara atlet dan pengunjung harus berjalan kaki. Petugas pintu masuk utama dan pintu belakang, kerap kali terlihat tebang pilih saat memberi izin masuk pada kendaraan bermotor.
Ketidak tegasan itu, sempat membuat kawasan di sekitar arena olahraga akuatik menjadi berjubel kendaraan bermotor, sementara pejalan kaki tak mendapat tempat "layak".
Di kawasan Jakabaring tidak ada pedestrian memadai, ini membuat pejalan kaki kurang nyaman. "Trotoar belum sepenuhnya selesai, masih banyak gundukan tanah. Jadi kita sering berebut jalan dengan mobil atau motor panitia," ujar Sujud.
Sejumlah kawasan, katanya, juga masih terlihat kumuh, tempat sampah juga kurang banyak, serta kebersihan arena juga tak terjaga. Cuaca Palembang yang panas, juga menambah "penderitaan" dan pengunjung.
Para jurnalis asing maupun dalam peliput SEA Games dari berbagai negara juga mengaku terhambat mobilitasnya, karena sulitnya transportasi dari arena ke arena.
Wartawan Kantor Berita Vietnam VNA, Quang Nhut mengaku agak terganggu tugas jurnalistiknya karena susahnya menjangkau arena.
"Agak susah ya, karena kendaraannya sangat terbatas. Becak-becak yang ada juga tidak efektif membantu kami. Mungkin akan lebih baik jika disiapkan sepeda khusus untuk para wartawan agar bisa meliput dengan lebih nyaman," ujarnya.
Quang Nhut sebenarnya juga setuju dengan ide "go green" itu, tapi fasilitas pendukungnya harus benar-benar disiapkan secara seksama, sehingga seluruh pengunjung merasa nyaman. Jika tidak, yang terjadi adalah banyak pelanggaran.
"Sangat disayangkan jika aturan tidak ditaati. Kita sebenarnya sangat mendukung. Itu ide yang baik demi kenyamanan. Namun nyatanya kini aturan tidak berjalan," ujarnya.
(T010)
Pewarta: Teguh Priyanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Tags: