Jakarta (ANTARA) - Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan minyak goreng akan mempengaruhi kinerja perdagangan internasional Indonesia.
Kebijakan tersebut mendistorsi pasar global, menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga serta berdampak pada hubungan Indonesia dengan mitra dagangnya.
“Kebijakan ini berpotensi menyebabkan kelangkaan pasokan CPO di pasar internasional dan menyebabkan kenaikan harga. Kondisi seperti ini akan menambah berbagai faktor yang menghambat upaya pemulihan ekonomi global, setelah invasi Rusia ke Ukraina dan krisis pangan yang menimpa banyak komoditas terutama minyak sayur,” kata Felippa lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.
Kebijakan ini, lanjutnya berpotensi memicu retaliasi atau pembalasan dari mitra dagang dan mempengaruhi kestabilan harga komoditas kelapa sawit di pasar internasional.
Felippa melanjutkan sangat penting bagi pemerintah untuk memastikan komitmennya pada kontrak-kontrak yang sedang berjalan. Jika banyak komitmen ekspor tidak terpenuhi, maka Indonesia bisa terlihat seperti mitra dagang yang tidak bisa diandalkan.
Baca juga: Pemerintah larang ekspor minyak goreng-CPO agar rakyat tak menderita
Menurut dia, Indonesia seharusnya bisa membuktikan komitmennya untuk menjaga terus berjalannya kerja sama tersebut.
Kebijakan ini juga disebut Felippa tidak peka terhadap petani karena banyak petani yang menggantungkan hidup mereka kepada harga CPO.
Produksi CPO atau minyak kelapa sawit, kata dia, mengalami penurunan sejak tahun 2019. Pada tahun 2021 produksi CPO turun lebih lanjut sebesar 0,9 persen menjadi 46,89 juta ton. Produksi minyak sawit Indonesia untuk semester pertama tahun 2022 kemungkinan belum mengalami peningkatan karena kesulitan pupuk dan perubahan cuaca.
Felippa menyarankan pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini sekali lagi untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang ada.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah perlu menyelesaikan permasalahan produktivitas kelapa sawit yang terus menurun, terlebih karena moratorium perkebunan sawit masih dijalankan. Petani perlu memaksimalkan lahan yang ada dengan meningkatkan produktivitasnya.
Selain itu pemerintah juga perlu memastikan petani kelapa sawit, terutama petani mandiri, dapat mengakses input pertanian berkualitas dengan mudah dan tepat sasaran.
Baca juga: APINDO Pontianak dukung adanya larangan ekspor CPO
Baca juga: Presiden: Ekspor minyak goreng dan bahan baku dilarang mulai 28 April
CIPS: Larangan ekspor CPO bakal berdampak pada perdagangan global RI
26 April 2022 10:39 WIB
Ilustrasi: Pekerja mengumpulkan buah sawit di sebuah RAM Kelurahan Purnama Dumai, Riau. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: