Indonesia harus bicarakan sengketa garis perbatasan
13 November 2011 13:56 WIB
Semangat persaudaraan dan persaudaraan di antara 10 negara anggota ASEAN tetap terpelihara. Simbolisasinya ada banyak, di antaranya pemancangan Gong Perdamaian di Kompleks Nusa Dua, Bali, Minggu. Di balik itu semua, masih ada beberapa hal tersisa, minsalnya perselisihan perbatasan negara. (FOTO ANTARA/Widodo S Jusuf)
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Sebagai negara paling besar di Asia Tenggara dari banyak sisi, Indonesia harus bisa memainkan peran penting, di antaranya soal perbatasan negara. Hal ini seharusnya menjadi topik sangat penting bagi Indonesia dalam KTT ASEAN ke-19 kali ini.
"Indonesia sebagai Ketua ASEAN seharusnya bisa mendorong diplomasi soal perbatasan," kata Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Suhana, Minggu. LSM yang dia geluti memang sangat peduli terhadap kemajuan dunia kemaritiman nasional dan kawasan.
Menurut Suhana, kewibawaan yang dimiliki Indonesia merupakan faktor yang sangat penting agar dorongan sengketa garis perbatasan antara berbagai negara ASEAN dapat didorong penyelesaiannya.
Apalagi, ujar dia, Indonesia juga sebenarnya memiliki juga sejumlah persoalan garis perbatasan dengan sejumlah negara tetangganya seperti dengan negara Malaysia dan Singapura.
Ia juga mengingatkan bahwa konflik sengketa yang terjadi di kawasan perairan Laut China Selatan antara China dan beberapa negara ASEAN lainnya juga telah terjadi dalam jangka waktu yang lama.
"Seharusnya agenda utama ASEAN adalah menyelesaikan sengketa batas wilayah," katanya.
Dengan menempatkan sengketa batas wilayah sebagai agenda utama, masih menurut dia, maka hal itu dinilai juga akan semakin memperfokus KTT ASEAN.
Pada Mei lalu, perkembangan geopolitik yang cenderung menghangat disadari negara-negara ASEAN untuk dibahas secara khusus. Konflik perbatasan negara antara Kamboja-Thailand dan klaim laut di Laut China Selatan, juga hal penting yang mengemuka, yang mengancam keharmonisan hubungan bertetangga dan serumpun.
Untuk itulah, kemudian disepakati pembentukan badan baru yang bertugas menjembatani konflik dan perselisihan yang ada di kawasan, yang dinamai Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN (AIPR), dan rekomendasi dari tiap menteri luar negeri sudah dinantikan dalam KTT ASEAN di Bali ini.
(M040)
"Indonesia sebagai Ketua ASEAN seharusnya bisa mendorong diplomasi soal perbatasan," kata Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Suhana, Minggu. LSM yang dia geluti memang sangat peduli terhadap kemajuan dunia kemaritiman nasional dan kawasan.
Menurut Suhana, kewibawaan yang dimiliki Indonesia merupakan faktor yang sangat penting agar dorongan sengketa garis perbatasan antara berbagai negara ASEAN dapat didorong penyelesaiannya.
Apalagi, ujar dia, Indonesia juga sebenarnya memiliki juga sejumlah persoalan garis perbatasan dengan sejumlah negara tetangganya seperti dengan negara Malaysia dan Singapura.
Ia juga mengingatkan bahwa konflik sengketa yang terjadi di kawasan perairan Laut China Selatan antara China dan beberapa negara ASEAN lainnya juga telah terjadi dalam jangka waktu yang lama.
"Seharusnya agenda utama ASEAN adalah menyelesaikan sengketa batas wilayah," katanya.
Dengan menempatkan sengketa batas wilayah sebagai agenda utama, masih menurut dia, maka hal itu dinilai juga akan semakin memperfokus KTT ASEAN.
Pada Mei lalu, perkembangan geopolitik yang cenderung menghangat disadari negara-negara ASEAN untuk dibahas secara khusus. Konflik perbatasan negara antara Kamboja-Thailand dan klaim laut di Laut China Selatan, juga hal penting yang mengemuka, yang mengancam keharmonisan hubungan bertetangga dan serumpun.
Untuk itulah, kemudian disepakati pembentukan badan baru yang bertugas menjembatani konflik dan perselisihan yang ada di kawasan, yang dinamai Lembaga Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN (AIPR), dan rekomendasi dari tiap menteri luar negeri sudah dinantikan dalam KTT ASEAN di Bali ini.
(M040)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Tags: