Jakarta (ANTARA) - Ketika pasien pertama COVID-19 terkonfirmasi di Indonesia pada Maret 2020, banyak istilah kesehatan yang sering digunakan para ahli ketika membahas topik tersebut, salah satunya adalah genome sequencing atau pengurutan genom yang dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi mutasi pada virus SARS-CoV-2.

Istilah sekuens genom kemudian semakin dikenal masyarakat umum dengan munculnya varian COVID-19 seperti Delta dan Omicron sampai dengan subvarian dari Omicron seperti BA.2.

Menggunakan metode Whole Genome Sequencing (WGS) maka dapat diketahui urutan asam nukleat pada genom. Pentingnya WGS itu juga mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mendistribusikan mesinnya ke beberapa laboratorium di Indonesia baru-baru ini.

Baca juga: Pakar: Data genom untuk COVID-19 milik Indonesia belum memadai

Dalam penanganan COVID-19 sendiri, dengan dilakukan sekuens genom menghasilkan data genom virus SARS-CoV-2 untuk memperoleh gambaran karakteristik dari virus tersebut. Adanya data itu juga bermanfaat bagi pengembangan obat dan vaksin dalam penanganan pandemi COVID-19 secara global.

Pentingnya data genom dalam sektor kesehatan itu juga menjadi salah satu latar belakang Indonesia dalam Presidensi G20 mendorong penguatan dari platform global berbagai data sekuens genom. Penguatan itu merupakan salah satu bagian dalam pembahasan reformasi arsitektur kesehatan global.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan perlunya formalisasi platform berbagi data sekuens itu agar dapat diakses oleh semua pihak, mengingat kecepatan tindakan yang dibutuhkan untuk menghadapi pandemi.

Peningkatan kapasitas menghadapi potensi pandemi di masa depan diperlukan untuk mencegah, mendeteksi serta merespons dengan efektif dan cepat berbagai isu yang ada.

Baca juga: BRIN: Perhatikan privasi dan tujuan bila ingin ciptakan platform genom

Menkes Budi menyebut pentingnya penguatan platform berbagai data sekuens genom itu salah satunya berkaca dari pengalaman ketika COVID-19 mulai terjadi di Wuhan, China. Data dari pengurutan genom yang diunggah dalam periode tersebut kemudian dapat diakses oleh para peneliti di seluruh dunia.

Adanya akses tersebut berkontribusi dalam pengembangan vaksin COVID-19, dengan keberadaan data sekuens genom SARS-CoV-2 mengizinkan peneliti di seluruh dunia untuk menganalisa virus lebih lanjut, demi mengetahui secara rinci bagaimana virus tersebut dapat menyebabkan penyakit.

Dalam salah satu acara G20 pada Februari lalu, Menkes mengatakan bahwa platform berbagi data itu perlu lepas dari kepentingan geopolitik dan ekonomi, tapi lebih fokus terhadap kemanusiaan demi menyelamatkan nyawa menghadapi potensi pandemi masa depan.

Sebelumnya, inisiatif global terkait akses terbuka data genom virus influenza telah dibuat dalam bentuk Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID) pada 2008, berlatar belakang penyebaran virus H5N1 yang menyebabkan flu burung.

Baca juga: Menyeru G20 berkenalan dengan data genom si "blue print" kehidupan

Indonesia sendiri di awal pembentukan GISAID mendukung adanya platform tersebut yang bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran data mengenai flu burung.

Platform GISAID sendiri dapat digunakan oleh siapa saja dengan pengguna harus mengonfirmasi identitasnya dan menyepakati perjanjian akses database, hal itu untuk mencegah pengguna berbagi data dengan pihak lain yang tidak menyetujui syarat-syarat penggunaan data GISAID.

GISAID saat ini memiliki data sekuens SARS-CoV-2 yang terbesar di dunia, dimulai dengan dibaginya data genom lengkap dari virus penyebab COVID-19 pada Januari 2020. Sampai dengan pertengahan April 2021, data terkait virus itu telah mencapai sekitar 1,2 juta submisi yang berasal dari ratusan negara.

Pada April 2022, lebih dari 10 juta data telah terakumulasi terkait data sekuens genom virus tersebut.


Berbagi data

Pentingnya berbagi data juga disampaikan oleh ahli virologi sekaligus Guru Besar Universitas Udayana, Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika. Dia menyebut bahwa Indonesia memperoleh manfaat yang besar dengan berbagi data sekuens genom tersebut.

Tidak hanya dari produk hasil riset yang dilakukan berdasarkan data sekuens genom yang telah dibagi, tapi juga akses yang bisa didapat oleh peneliti dan periset Indonesia terhadap keberagaman data genom.

"Manfaatnya banyak, misalnya sekarang dengan platform genome sharing bagi COVID-19, untuk influenza, segala macam spesies makhluk hidup lainnya termasuk manusia itu sudah ada. Semua peneliti Indonesia bisa download menggunakan data itu, gratis dengan hanya menyebut sumbernya," kata Mahardika.

Baca juga: Menkes: Perlu dibentuk platform global berbagi data sekuens genom

Secara khusus dia mendorong keterlibatan lebih besar dari Indonesia terkait platform berbagi data genom tersebut, menyebut belum maksimalnya kontribusi Indonesia dalam pembagian data yang saat ini terus dilakukan berbagai peneliti di seluruh dunia.

Dia memberi contoh bahwa terkait data sekuens SARS-CoV-2 dari 10 juta data yang ada, Indonesia menyumbang sekitar 10.000-20.000 di antaranya. Sumbangsih belum optimal itu juga berlaku untuk kategori lain, katanya.

Untuk itu, dia menyoroti pentingnya peningkatan peran Indonesia dalam berbagi data sekuens genom. Hal itu bisa dilakukan dengan perubahan pola pikir bahwa penting berbagi data agar untuk dapat membuka akses kepada para peneliti global lainnya.

Namun dia mengatakan masih terdapat isu terkait biaya untuk mengembangkan dan membuat data-data sekuens genom yang beragam, bahwa perlu biaya yang besar. Isu tersebut berhadapan dengan fakta banyak peneliti Indonesia menerima dana riset yang belum mumpuni.

"Tidak akan bisa banyak menghasilkan data-data seperti itu," ujarnya.

Baca juga: Indonesia kirim 416 hasil pengurutan genom corona ke pusat data global

Dia juga menyebut pentingnya mendorong etika agar hasil data sekuens genom individu baik hewan, bakteri atau virus yang dilakukan oleh peneliti wajib diunggah dalam pangkalan data internasional.

Dengan etika atau kebiasaan untuk jurnal di Indonesia belum memiliki keharusan untuk menaruh atau mengunggah data ke database internasional, jelasnya, maka belum maksimal kontribusi data Indonesia ke basis data internasional yang bisa digunakan peneliti lain.

Berkaca dari manfaat yang telah didapat dengan praktik berbagi data sekuens genom tersebut, dapat dilihat pentingnya isu prioritas penguatan platform berbagi data yang ingin didorong Indonesia. Demi langkah dan respons cepat untuk menyelamatkan nyawa di tengah potensi pandemi di masa depan.

Baca juga: China umumkan data genom COVID-19 di Beijing, asalnya dari Eropa