Kemen PPPA ajak putus mata rantai perkawinan anak
22 April 2022 21:23 WIB
Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian PPPA Rohika Kurniadi Sari (kiri atas). (ANTARA/ Anita Permata Dewi)
Jakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian PPPA, Rohika Kurniadi Sari mengajak semua pihak untuk memutus mata rantai perkawinan usia anak.
"Isu ini memang harus kita putus mata rantainya bersama-sama," kata Rohika Kurniadi Sari dalam webinar bertajuk "Kapan Usia Kawin Anak yang Berisiko?" yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Rohika mengatakan kedua belah pihak yang menikah perlu untuk memenuhi berbagai persyaratan agar pernikahan dapat berjalan dengan harmonis dan memiliki masa depan yang baik.
Baca juga: Kementerian PPPA: UU TPKS langkah progresif cegah perkawinan anak
Dia menjelaskan pernikahan sebaiknya dilangsungkan ketika kedua belah pihak sudah mencapai usia yang matang.
"Kesiapan menjadi penting, karena usia ini menggambarkan bagaimana kesiapan nantinya, tidak hanya bisa menikah saja, tapi juga diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan, khususnya di dalam mendapatkan akses, bisa berpartisipasi, juga dapat mengambil keputusan," katanya.
Rohika menambahkan pernikahan tidak seharusnya terjadi karena sebuah romantisme saja, namun juga dibutuhkan pengetahuan dan kompetensi yang cukup untuk membangun sebuah keluarga.
"Sekali lagi, menikah itu tidak hanya sebuah romantisme belaka, tapi juga (harus) punya pengetahuan atau kompetensi yang tentu harus dibangun di dalam keluarga," katanya.
Baca juga: Menteri PPPA: Perlu pelibatan anak dan remaja cegah perkawinan dini
Baca juga: Angka dispensasi kawin tinggi Kemen PPPA segera sahkan panduan
Diskusi yang diadakan secara daring ini merupakan rangkaian acara untuk memperingati Hari Kartini dan Hari Anak Nasional.
"Isu diskusi ini juga dalam rangka rangkaian Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli," katanya.
Pihaknya berharap hasil diskusi dapat dijadikan bahan edukasi bagi Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) sebagai upaya mencegah terjadinya perkawinan anak.
"Isu ini memang harus kita putus mata rantainya bersama-sama," kata Rohika Kurniadi Sari dalam webinar bertajuk "Kapan Usia Kawin Anak yang Berisiko?" yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Rohika mengatakan kedua belah pihak yang menikah perlu untuk memenuhi berbagai persyaratan agar pernikahan dapat berjalan dengan harmonis dan memiliki masa depan yang baik.
Baca juga: Kementerian PPPA: UU TPKS langkah progresif cegah perkawinan anak
Dia menjelaskan pernikahan sebaiknya dilangsungkan ketika kedua belah pihak sudah mencapai usia yang matang.
"Kesiapan menjadi penting, karena usia ini menggambarkan bagaimana kesiapan nantinya, tidak hanya bisa menikah saja, tapi juga diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan, khususnya di dalam mendapatkan akses, bisa berpartisipasi, juga dapat mengambil keputusan," katanya.
Rohika menambahkan pernikahan tidak seharusnya terjadi karena sebuah romantisme saja, namun juga dibutuhkan pengetahuan dan kompetensi yang cukup untuk membangun sebuah keluarga.
"Sekali lagi, menikah itu tidak hanya sebuah romantisme belaka, tapi juga (harus) punya pengetahuan atau kompetensi yang tentu harus dibangun di dalam keluarga," katanya.
Baca juga: Menteri PPPA: Perlu pelibatan anak dan remaja cegah perkawinan dini
Baca juga: Angka dispensasi kawin tinggi Kemen PPPA segera sahkan panduan
Diskusi yang diadakan secara daring ini merupakan rangkaian acara untuk memperingati Hari Kartini dan Hari Anak Nasional.
"Isu diskusi ini juga dalam rangka rangkaian Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli," katanya.
Pihaknya berharap hasil diskusi dapat dijadikan bahan edukasi bagi Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) sebagai upaya mencegah terjadinya perkawinan anak.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: