Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani menyerap masukan soal implementasi UU TPKS dengan menggelar ramah tamah dengan sejumlah kelompok perempuan di Ruang Pustakaloka Nusantara IV, Senayan, Jakarta.

"Kami bertemu teman-teman dari berbagai elemen. Mereka sangat mendukung dan meminta agar implementasi dari UU TPKS ini bisa berjalan sebagaimana yang menjadi cita-cita kita semua," kata Puan di Jakarta, Jumat.

Puluhan kelompok perempuan yang ikut kegiatan ramah tamah terdiri atas jaringan masyarakat sipil dan para aktivis jaringan pembela korban kekerasan seksual.

Hadir juga dalam kesempatan itu mendampingi Puan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI​​ Krisdayanti​​​​​, anggota DPD RI Sylviana Murni, serta Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani.

Puan memandang perlu pengawalan terhadap UU tersebut mengenai bagaimana mencegah dan memitigasi sehingga UU TPKS bermanfaat dalam melindungi dan menjaga serta mencegah jangan sampai ada korban kekerasan terhadap perempuan dan anak pada khususnya.

Menko PMK 2014—2019 itu mengapresiasi dukungan dari semua elemen bangsa telah bergotong royong untuk bisa segera mengesahkan UU tersebut.

Saat ini, kata dia, bola ada pada Pemerintah, aturan-aturan turunan terkait dengan UU TPKS harus segera diselesaikan sehingga implementasi di lapangan itu jadi lebih kuat.
"Tentu saja semangat ini saya harapkan juga bisa dilakukan pada UU lain sehingga masukan itu tidak selalu dilihat dari dalam, tetapi juga dari luar. Nanti setiap UU bisa bermanfaat bagi negara," ucap Puan.

Baca juga: Wamenkumham jamin UU TPKS tidak tumpang tindih dengan UU lain

Baca juga: Peneliti BRIN apresiasi Ketua DPR RI kawal UU TPKS

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menyebutkan seusai pengesahan UU TPKS, dia banyak menerima pesan bahwa kelompok perempuan ingin bertemu Puan Maharani.

"Banyak sekali kiriman pesan bisa enggak kami ketemu Mbak Puan mau say thank you. Jadi, saya sampaikan kepada Mbak Puan dan kebetulan Mbak Puan senang sekali menyambut keinginan bertemu ini sekaligus memperingati Hari Kartini, hari perjuangan perempuan Indonesia," katanya.
Diah menegaskan bahwa UU TPKS mungkin hadiah pada Hari Kartini. Namun, perjuangan itulah yang lebih tepat menjadi hadiah bagi Kartini se-Indonesia, perempuan-perempuan di segala lini yang concern bagi peradaban bangsa Indonesia.


"Ini luar biasa dijalani seluruh perempuan di Tanah Air di desa-desa sampai lobi-lobi di tingkat DPR dan Pemerintah. Kerja keras yang luar biasa dan luar biasanya lagi kita punya Ketua DPR perempuan yang mengetukkan palu keputusannya," kata Diah.
Salah satu perwakilan kelompok perempuan mengurai sejarah draf RUU TPKS yang sudah sejak lama diperjuangkan.

Direktur Pusat Pendidikan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Susi Handayani mewakili aktivis perempuan Bengkulu bercerita bahwa dirinya bersama teman-temannya pernah menyampaikan draf pertama RUU PKS (sebelum menjadi TPKS) kepada presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri pada tahun 2016.

"Ini kayak benang merah, kami melihat dari celah legislatiflah ini bisa dititipkan, bagaimana misalnya terjadi penolakan-penolakan, 2016 ada kasus Yuyun di Bengkulu, pada saat itu mulai menggerakkan, Presiden mengeluarkan supres karena pada saat itu maju mundur," ucapnya.

Cahaya dari perjuangan mereka mulai terlihat pada tahun 2020. Dia menyebutkan ada korelasi dari Megawati Soekarnoputri yang merupakan keturunan Bengkulu, Puan Maharani juga keturunan Bengkulu, serta Yuyun yang korban juga adalah anak Bengkulu.

"Ketika Bu Paun mengetuk palu itu, saya menangis. Mungkin Yuyun-Yuyun yang lain, dalam pikiran saya pengalaman memperjuangkan ini itu yang mengharu biru. Ada banyak PR yang harus dikawal, berangkulan," ujar Susi Handayani.