Banda Aceh (ANTARA) - Pada bulan Ramadhan, setiap hari macam-macam wadah dengan beragam warna dan ukuran sudah tertata rapi di meja panjang di sisi kanan pekarangan Masjid Al Furqan di Gampong Beurawe, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, sejak sekitar pukul 15.00 WIB.

Warga menaruh wadah-wadah itu untuk menampung kanji rumbi, hidangan khas Ramadhan di Aceh yang disiapkan oleh pengurus masjid.

Di Masjid Al Furqan Gampong Beurawe, bubur kanji yang dibagikan kepada warga disiapkan oleh juru masak Budi Dharma (49) dengan bantuan Akbar dan Yusnairi.

Kanji rumbi dibuat dari beras, udang cincang, wortel cincang, seledri, jahe, serai, dan rempah-rempah yang digiling. Selain udang, kadang daging sapi cincang ditambahkan ke dalam adonan. Semua bahan itu dimasak bersama air di dalam belanga besar hingga menjadi bubur.

Selama Ramadhan, dua belanga dan dua kompor gas untuk memasak kanji rumbi disiapkan di pekarangan Masjid Al Furqon.

Akbar mengaduk adonan kanji rumbi menggunakan tongkat panjang pada satu belanga. Yusnairi bertugas menyiapkan bubur di belanga yang lain.

Mereka berdua memasak kanji rumbi di bawah komando juru masak Budhi Dharma selama bulan Ramadhan.

Juru masak biasanya mulai memasak kanji rumbi selepas shalat dzuhur. Setelah dua hingga tiga jam kanji rumbi siap dibagikan kepada warga. Dua belanga besar kanji rumbi biasanya cukup untuk mengisi lebih dari 100 mangkuk warga.

"Sejak hari pertama puasa kita sudah mulai memasak. Kanji ini dibagikan ke masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya," kata Budi Dharma, yang biasa disapa Bang Agam.

Beberapa saat sebelum adzan ashar berkumandang, satu per satu warga berdatangan ke kompleks Masjid Al Furqan, mengecek apakah wadah yang mereka siapkan untuk menampung kanji rumbi sudah terisi.

Warga yang mangkuknya sudah terisi kanji rumbi kemudian membawanya pulang ke rumah untuk berbuka puasa.

Kanji rumbi merupakan salah satu hidangan khas Tanah Rencong yang jarang bisa ditemui di luar bulan Ramadhan.

Pengurus Masjid Al Furqon di Gampong Beurawe pada bulan puasa selalu menyajikan bubur berempah itu. Warga bisa meminta kanji rumbi untuk dibawa pulang ke rumah atau memakannya saat berbuka puasa di masjid.

Setiap hari pengurus masjid membutuhkan dana sekitar Rp1,6 juta untuk menyiapkan dua belanga kanji rumbi sehingga dalam sebulan pengurus harus menyiapkan dana sekitar Rp48 juta untuk menyajikan kanji rumbi kepada warga selama sebulan penuh.

Pengurus masjid mendapat sumbangan dana dari masyarakat Beurawe untuk menyajikan kanji rumbi. Masyarakat gampong itu ingin merawat tradisi berbagi kanji rumbi selama Ramadhan dengan ikut andil menyumbangkan dana.

Warga juga selalu menantikan sajian kanji rumbi yang lezat dan berkhasiat dari pengurus masjid saat Ramadhan tiba.

Zulfikar, warga Banda Aceh, menuturkan bahwa ada kerinduan untuk menikmati kanji rumbi setiap bulan Ramadhan datang.

​​​​​​"Kemarin saya telat pergi ke sini, jadi enggak kebagian. Alhamdulillah hari ini bisa kebagian. Bukan ingin mencari yang gratis, tapi memang kanji rumbi disini enak, beda rasa di tempat lain yang saya beli," katanya.

Selain lezat dan nyaman di perut, warga menyakini kanji rumbi yang dibuat dengan bumbu aneka rempah punya khasiat untuk meredakan gangguan kesehatan seperti masuk angin, kolesterol, gangguan lambung, dan hipertensi.
Budi Dharma membagikan Kanji Rumbi khas Ramadhan di Masjid Al-Furqan, Gampong Beurawe, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Rabu (20/4/2022). ANTARA/Khalis Surry/am.



Asal Kanji Rumbi

Pemerhati sejarah Aceh Tarmizi Abdul Hamid menuturkan bahwa kanji rumbi merupakan bagian dari khazanah kuliner khas Provinsi Aceh, yang dijuluki Serambi Mekkah.

Menurut dia, kanji rumbi tidak sekadar lezat untuk dinikmati saat berbuka puasa, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

"Karena bumbunya seperti jahe, daun serai, kunyit, dan lainnya merupakan resep obat sejak dulu kala. Jadi makan bubur kanji rumbi ini menyehatkan," katanya.

Dia mengemukakan bahwa kanji rumbi merupakan hasil modifikasi dari makanan India yang sudah ada sejak abad ke-16, pada era kejayaan Kesultanan Aceh.

Orang-orang dari berbagai negara yang menyambangi Aceh pada masa itu membawa makanan khas dari negara asal mereka dan di Tanah Rencong makanan itu dimodifikasi sesuai dengan budaya Aceh dan syariat Islam.

Menurut Tarmizi, pada era Kesultanan Aceh kanji rumbi merupakan hidangan spesial untuk para raja dan tamu-tamu kerajaan pada bulan Ramadan. Hidangan itu juga jarang ditemui di luar Ramadhan pada era kesultanan.

Kanji rumbi biasanya dimasak oleh koki yang sudah berpengalaman. Proses memasaknya pun berbeda di setiap daerah.

Di Aceh juga ada hidangan yang serupa dengan kanji rumbi, yakni Ie Bue Peudah. Makanan khas ini dibumbui dengan 44 jenis rempah-rempah dan diyakini memiliki khasiat untuk kesehatan.

Namun, Ie Bu Peudah tidak segurih kanji rumbi dan hidangan itu lebih dianggap sebagai makanan bagi orang-orang di kampung, dayah, dan mushala.

Tarmizi mengemukakan bahwa hidangan-hidangan khas tradisional seperti kanji rumbi dan Ie Bue Peudah perlu dijaga kelestariannya.

Hidangan-hidangan tradisional khas Tanah Rencong itu bisa terus lestari apabila warga menyajikannya pada bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, serta memopulerkannya di kalangan masyarakat.

Baca juga:
Kanji rumbi menu buka puasa di Masjid Islamic Centre Lhokseumawe
Kanji Rumbi, menu berbuka puasa khas Aceh sejak era kesultanan