Peneliti BRIN apresiasi Ketua DPR RI kawal UU TPKS
20 April 2022 22:19 WIB
Ketua DPR Puan Maharani (kanan) disaksikan Wakil Ketua DPR Rahmad Gobel (kiri) dan Lodewijk F Paulus kedua kanan) menerima laporan pengesahan RUU TPKS dari Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya (kedua kiri) saat Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4/2022). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti mengapresiasi kinerja Ketua DPR RI Puan Maharani yang mengawal pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Kita mengapresiasi kepemimpinan Puan Maharani dalam mengawal proses pembahasan RUU TPKS sampai disahkan menjadi UU TPKS,” kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Strategi Hang Lekir di Jakarta.
Baca juga: UU TPKS diharapkan jadi payung hukum komprehensif lindungi kaum rentan
Ia mengatakan di bawah kepemimpinan Puan Maharani, DPR berhasil mengesahkan UU yang telah ditunggu bertahun-tahun itu. Karena itu, tidak mengagetkan jika Komnas Perempuan dan sejumlah aktivis perempuan mengapresiasi kepemimpinan Puan Maharani terkait pengesahan Undang-undang tersebut.
Dia menjelaskan UU TPKS mengatur mulai dari perbuatan langsung sampai dengan kekerasan seksual berbasis elektronik. Ketika banyak sekali ruang pelecehan sosial, baik secara langsung atau dunia maya, dengan adanya UU TPKS maka dapat menjangkau semuanya.
Baca juga: BRIN harap DPR segera tuntaskan legislasi berperspektif gender
Baca juga: Kementerian PPPA: UU TPKS langkah progresif cegah perkawinan anak
Ia mengatakan peraturan turunan dari UU TPKS sedang digodok sehingga implementasinya sesmakin jelas di lapangan. Kemudian terdengar kabar bahwa Polri akan mengembangkan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi direktorat tersendiri di Bareskrim.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Hang Lekir, Maria mengatakan kekerasan seksual secara langsung maupun digital kerap kali dianggap tabu. Banyak yang diminta menutup mulut dan banyak yang menutup mulut. Namun di era sekarang dengan adanya UU TPKS maka mengubah tatanan norma sosial.
“Membuka sekat tabu untuk dibicarakan secara terbuka dan konsensual. UU ini membuat ranah privasi menjadi publik, ini hal baik. Karena kalau norma sosial berubah, maka sudah ada legislasinya," jelas Maria.
“Kita mengapresiasi kepemimpinan Puan Maharani dalam mengawal proses pembahasan RUU TPKS sampai disahkan menjadi UU TPKS,” kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Strategi Hang Lekir di Jakarta.
Baca juga: UU TPKS diharapkan jadi payung hukum komprehensif lindungi kaum rentan
Ia mengatakan di bawah kepemimpinan Puan Maharani, DPR berhasil mengesahkan UU yang telah ditunggu bertahun-tahun itu. Karena itu, tidak mengagetkan jika Komnas Perempuan dan sejumlah aktivis perempuan mengapresiasi kepemimpinan Puan Maharani terkait pengesahan Undang-undang tersebut.
Dia menjelaskan UU TPKS mengatur mulai dari perbuatan langsung sampai dengan kekerasan seksual berbasis elektronik. Ketika banyak sekali ruang pelecehan sosial, baik secara langsung atau dunia maya, dengan adanya UU TPKS maka dapat menjangkau semuanya.
Baca juga: BRIN harap DPR segera tuntaskan legislasi berperspektif gender
Baca juga: Kementerian PPPA: UU TPKS langkah progresif cegah perkawinan anak
Ia mengatakan peraturan turunan dari UU TPKS sedang digodok sehingga implementasinya sesmakin jelas di lapangan. Kemudian terdengar kabar bahwa Polri akan mengembangkan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) menjadi direktorat tersendiri di Bareskrim.
Sementara itu, peneliti dari Pusat Kajian Hang Lekir, Maria mengatakan kekerasan seksual secara langsung maupun digital kerap kali dianggap tabu. Banyak yang diminta menutup mulut dan banyak yang menutup mulut. Namun di era sekarang dengan adanya UU TPKS maka mengubah tatanan norma sosial.
“Membuka sekat tabu untuk dibicarakan secara terbuka dan konsensual. UU ini membuat ranah privasi menjadi publik, ini hal baik. Karena kalau norma sosial berubah, maka sudah ada legislasinya," jelas Maria.
Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: