Bogor (ANTARA News) - WWF-Indonesia pada 2011 merayakan hari ulang tahun ke-20 inisiatif Global Forest and Trade Network (GFTN), kata Koordinator GFTN-Indonesia WWF-Indonesia Aditya Bayunanda melalui surat elektronik di Bogor, Minggu.

"Sejak tahun 1991, GFTN sebagai salah satu inisiatif WWF untuk mengeliminasi pembalakan liar (illegal logging) dan mendorong pengelolaan hutan yang lestari, telah mendorong jutaan hektar hutan di seluruh dunia dikelola secara lestari dan tersertifikasi secara kredibel," kata Aditya Bayunanda.

Ia menjelaskan, Hari jadi ke-20 itu dirayakan dengan kegiatan seminar dan diskusi grup bertajuk "20+ untuk Hutan Indonesia" di Jakarta pada Rabu (2/11).

Di Indonesia, kata dia, GFTN bekerja sejak bulan Oktober 2003 bersama sektor swasta dan masyarakat melalui keanggotaan dan pendekatan sertifikasi bertahap.

Setelah GFTN delapan tahun bekerja di Indonesia, katanya, total area yang tersertifikasi kredibel oleh FSC (Forest Stewardship Council) baru 1/30 dari luasan hutan produksi.

"Ini menunjukkan bahwa persoalan pengelolaan hutan lestari cukup banyak dan untuk mengakselerasi pengelolaan hutan lestari diperlukan suatu tindakan khusus," katanya.

Dikemukakannya bahwa pada diskusi dalam rangkaian peringatan tersebut, Wakil Direktur Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna mengatakan, jika jumlah hutan di Indonesia semakin sedikit, maka hasil produksi hutan tersebut akan semakin kecil.

"Ini menjadi sebab biaya produksi hasil hutan mahal," katanya.

Menurut dia, pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana meningkatkan produksi hutan alam apabila tidak didukung oleh kebijakan pemerintah.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) Iman Santoso menanggapi pertanyaan APHI tersebut mengatakan bahwa pengelolaan hutan di Indonesia masih terpaku pada menghasilkan produksi kayu sebanyak-banyaknya agar memajukan perekonomian negara.

"Implementasi perlindungan hutan untuk jangka waktu 20 tahun ke depan sangat tidak mudah jika kita masih menggunakan dengan sudut pandang tersebut," katanya.

Sedangkan penasihat Presiden bidang lingkungan Emil Salim menambahkan, hutan Indonesia itu bukan hanya kayu saja.

"Hutan Indonesia mengandung banyak nilai-nilai tambah seperti sumber farmasi dan industri holtikultura," katanya.

Untuk itu, kata dia, Indonesia harus mampu menaikkan dan mempromosikan nilai tambah tersebut agar pembangunan berkelanjutan dapat sukses dicapai.

Menurut CEO WWF-Indonesia Dr Efransjah, meskipun di Indonesia program GFTN baru berjalan delapan tahun, namun keberadaannya menjadi jaminan bahwa semakin banyak produk kayu beredar di dunia berasal dari penebangan bertanggung jawab.

"Selama 20 tahun pencapaian GFTN secara internasional berarti permintaan pasar akan kayu lestari meningkat. Ini sebuah kabar menggembirakan bagi dunia konservasi. Semakin banyak hutan lestari, lingkungan terjaga dan masyarakat lokal memperoleh hak-hak mereka," katanya.

Ia menambahkan, pihaknya sengaja mengundang banyak pihak dari berbagai kalangan pada momentum 20 tahun perjalanan GFTN agar pengelolaan hutan tidak hanya menjadi milik orang- orang yang bekerja di sektor kehutanan, tapi seluruh masyarakat Indonesia.

(ANT -053/Y008)