Jakarta (ANTARA News) - Genangan air di Kampung Pulo, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Jumat siang kemarin memang hanya tinggal setinggi betis orang dewasa. Tapi warga belum bisa memulai kembali aktifitas rutinnya.

Ancaman banjir susulan menghantui mereka, di saat tidur sekalipun.

Mungkin kegalauan mereka juga terjadi pada warga daerah-daerah lain yang wilayahnya disapu air, seperti nun jauh dari Jakarta, di Sumatera Barat sana misalnya.

Warga Kampung Pulo harus siap dengan pasang surut air bah yang tergantung pada curah hujan dan "air kiriman" dari Bogor.

Mereka menyebut petaka di Minggu malam itu sebagai bencana terhebat dalam satu dekade terakhir. Mereka kaget luar biasa manaka air setinggi satu setengah meter merendam rumah mereka.

"Rumah saya tinggal pulang kampung sejak Sabtu (29/10), tahu-tahu saya dikabari tetangga kalau air sudah setinggi dada orang dewasa," kata Imam Purwadi (30), pemukim yang baru tiba dari kampung halamannya di Salatiga kepada ANTARA News, Jumat siang itu.

Imam adalah salah satu dari 1.268 orang korban banjir asal lima RT di Kelurahan Pondok Labu.

Rumah kontrakan sederhananya termasuk dari 325 rumah yang terkena banjir akibat luapan Kali Krukut.

Meskipun hampir seluruh perabot rumahnya rusak akibat air setinggi perutnya menggenangi rumahnya, Imam masih memiliki keyakinan positif.

"Paling-paling ya ganti perabot yang sudah tidak bisa dipakai, beli kasur baru dan ganti lemari. Sepeda motor saya pun sudah dimasukkan ke bengkel karena terendam air," katanya.

Imam hanya tak menyangka rumahnya yang terletak di pinggiran kali itu bisa didatangi tamu air bah yang meluap dari kali.

"Sempat kaget ketika mendengar kabar banjirnya, biasanya kalau kali meluap paling tingginya semata kaki," katanya lagi.

Bukan Imam saja yang tak siap menghadapi banjir, tetangga dan warga lainnya pun demikian. Mereka mengaku tidak mendapat peringatan apapun mengenai ancaman banjir.

"Banjirnya parah banget," kata Slamet (42).

Rumah Slamet rusak parah karena tidak dilindungi talang air seperti tetangga-tetangganya. Hidupnya terlalu susah untuk mengurusi keselamatan harta bendanya yang seadanya itu.

"Apa yang mau dilindungi juga, toh saya gak punya apa-apa juga," kata pria yang bekerja sebagai buruh serabutan itu.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo pernah mengatakan kepadatan penduduk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Krukut mencapai 109 orang per hektar.

"Hal ini membuat DAS di kawasan Pondok Labu menjadi DAS dengan penduduk terpadat, dibandingkan dengan DAS lain yang ada di Jabodetabek,”kata Sutopo.

Sutopo menyaraknan lebar sungai dikembali ke ukuran semual karena ini adalah solusi tepat untuk mengatasi banjir. Dengan mengambil langkah seperti itu maka debit air yang semakin besar tak meluap kemana-mana.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sendiri sempat terdengar gusar mendengar warga mengeluhkan tak adanya sosialisasi bahaya banjir di kawasan mereka.

Fauzi meradang bahwa Pemerintah Provinsi DKI telah berulang kali mengingatkan warga sekitar Pondok Labu mengenai ancaman banjir.

"Saya sudah melakukan beberapa sosialisasi, sejak mulai hujan. Sudah ada peringatan terus menerus kepada warga, itu dilakukan sejak hujan mulai turun dengan intensitas yang bisa dikatakan setiap hari," katanya.

Dan untuk mencegah terulangnya peristiwa Minggu malam lalu di Pondok Labu, Pemprov DKI berencana membangun waduk kali Krukut seluas 1,6 hektar pada 2012.

"Kita akan membuat waduk tempat parkir air dengan luas memadai. Lahan yang ada pun akan kita kembalikan fungsinya," tegas Fauzi.

Pembebasan lahan yang hingga sekarang masih digunakan sebagai pemukiman warga pun dikaji. Fauzi meminta warga memahami rencananya.

Gayung pun bersambut. Warga Pondok Labu itu menyambut baik proposal Fauzi Bowo. Mereka setuju saja mereka direlokasi, dan tentunya mendapat ganti rugi yang pantas.

"Ya mau saja kalo disuruh pindah, tapi kan tergantung dari dana pembebasan lahannya," kata Sutiyatmi (52), warga setempat yang telah 20 tahun lebih tinggal di Kampung Pulo.

Mereka menginginkan tempat tinggal yang lebih layak dan hidup lebih tenang tanpa diancam banjir. Apalagi bencana seperti ini kerap beranak pinak dengan munculnya wabah penyakit.

"Tetangga saya mulai mengeluh terserang kutu air," kata Sutiyatmi, yang rumahnya tetap terendam banjir setinggi pinggang meski berada cukup jauh dari kali.

Warga Kampung Pulo merupakan contoh kecil dari warga Jakarta yang hidupnya dihantui banjir, baik akibat luapan sungai maupun buruknya sistem drainase.

Siklus banjir besar lima tahunan di Jakarta dan sekitarnya diramalkan terjadi awal tahun depan. Hal itu dipicu oleh intensitas siklon tropis berkepanjangan yang juga menyebabkan banjir besar di Thailand saat ini.

Hujan masih akan mengguyur Jakarta. Setiap hari mendung menyelimuti Jakarta. Sungai-sungai yang mengaliri Jakarta masih menjadi agen pembawa air bah, sementara lepasan-lepasan air harus berjuang menghadapi meningkatnya volume sampah dan buangan yang dihasilkan warga ibukota.

Siapkah kita, warga Jakarta, menghadapi itu semua?