Jakarta (ANTARA) -
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan salah satu penghalang pengembangan penyaluran pendanaan ramah lingkungan ialah krisis akibat pandemi COVID-19.
"Jadi kita mau mengarah ke kebijakan pengentasan perubahan iklim tapi pemerintah ingin menyelesaikan krisis terlebih dahulu, ini menjadi salah satu dilema," katanya dalam webinar Indef yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Tantangan lainnya, pemerintah Indonesia saat ini masih menerbitkan surat utang yang tidak spesifik untuk mendanai proyek-proyek ramah lingkungan, sehingga kurang menarik bagi investor.
"Ini harus diantisipasi agar investor masuk ke kita, kalau tidak, mereka akan pindah investasi ke negara lain yang sudah memperhatikan persoalan lingkungan," ucapnya.
Namun demikian Ia mengakui bahwa penerbitan surat utang dengan mata uang lokal seperti rupiah berpotensi tidak laku di pasar global. Sementara diterbitkan dalam mata uang asing seperti dolar, penerbitan surat utang memunculkan exposure terhadap exchange rate risk sehingga perlu dilakukan secara berhati-hati.
Terkait pendanaan ramah lingkungan dari perbankan, Aviliani mengatakan saat ini belum banyak diimplementasikan karena perbankan masih mencari pelaku usaha yang memenuhi syarat dan layak mendapatkan pendanaan.
Aviliani juga meminta pemerintah mempertimbangkan biaya operasional yang yang harus dikeluarkan pelaku usaha untuk mendapatkan pendanaan ramah lingkungan, yang cenderung lebih mahal.