Ekspor produk oleokimia Indonesia terus meningkat
19 April 2022 13:51 WIB
Dokumentasi - Ketua Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat, memaparkan proyeksi pertumbuhan industri oleokimia nasional, di Jakarta. ANTARA/subagyo/pri.
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN) menyatakan pasar ekspor produk oleokimia nasional terus meningkat sepanjang lima tahun terakhir.
Ketua Umum APOLIN, Rapolo Hutabarat, di Jakarta, Selasa menyebutkan pada 2019 volume ekspor oleokimia mencapai 3,22 juta ton dengan nilai 2,04 miliar dolar AS, naik menjadi 3,77 juta ton dengan nilai 2,77 miliar dolar AS pada 2020.
Sepanjang 2021, tambahnya, volume ekspor produk oleokimia tersebut kembali tumbuh menjadi 4,2 juta ton dengan nilai 4,4 miliar dolar AS.
"Pada 2022, ekspor ditargetkan naik menjadi 4,4 juta-4,7 juta ton. Nilai ekspornya diperkirakan menjadi 4,7 miliar dolar AS," ujar Rapolo.
Negara tujuan utama pasar ekspor oleokimia adalah Tiongkok, India, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
Namun demikian, lanjutnya produk oleokimia Indonesia menghadapi tuduhan subsidi dari India. Itu sebabnya, asosiasi bersama pemerintah berupaya menjawab isu ini supaya Indonesia tidak kehilangan pasar ekspor oleokimia di India.
"Jika Indonesia kalah akan kehilangan potensi pasar oleokimia di India mencapai Rp8 triliun," katanya.
Di Eropa, tambahnya, tuduhan dumping juga dialamatkan kepada produk oleokimia Indonesia, oleh karena itu saat ini asosiasi berupaya menjawab tuduhan tersebut di World Trade Organization (WTO) sampai 2024.
APOLIN juga menggandeng kementerian terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan.
Pada kesempatan itu Rapolo menuturkan industri oleokimia meminta komitmen pemerintah terkait harga dan alokasi gas. Dalam Perpres No. 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi bahwa industri oleokimia termasuk tujuh sektor industri yang mendapatkan harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Tetapi, lanjutnya, ada persoalan berkaitan kepatuhan pemasok gas untuk memberikan harga sesuai Perpres 121/2020.
Menurut Rapolo, pasokan gas yang diberikan harga senilai 6 dolar per MMBTU hanya sebesar 80 persen dari total kebutuhan, sisanya 20 persen pasokan gas dijual sesuai harga komersil di luar aturan.
"Pasokan gas ini sangat penting bagi daya saing industri oleokimia. Kami harapkan pemerintah dapat menyelesaikan persoalan harga gas ini," katanya.
Ketua Umum APOLIN, Rapolo Hutabarat, di Jakarta, Selasa menyebutkan pada 2019 volume ekspor oleokimia mencapai 3,22 juta ton dengan nilai 2,04 miliar dolar AS, naik menjadi 3,77 juta ton dengan nilai 2,77 miliar dolar AS pada 2020.
Sepanjang 2021, tambahnya, volume ekspor produk oleokimia tersebut kembali tumbuh menjadi 4,2 juta ton dengan nilai 4,4 miliar dolar AS.
"Pada 2022, ekspor ditargetkan naik menjadi 4,4 juta-4,7 juta ton. Nilai ekspornya diperkirakan menjadi 4,7 miliar dolar AS," ujar Rapolo.
Negara tujuan utama pasar ekspor oleokimia adalah Tiongkok, India, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
Namun demikian, lanjutnya produk oleokimia Indonesia menghadapi tuduhan subsidi dari India. Itu sebabnya, asosiasi bersama pemerintah berupaya menjawab isu ini supaya Indonesia tidak kehilangan pasar ekspor oleokimia di India.
"Jika Indonesia kalah akan kehilangan potensi pasar oleokimia di India mencapai Rp8 triliun," katanya.
Di Eropa, tambahnya, tuduhan dumping juga dialamatkan kepada produk oleokimia Indonesia, oleh karena itu saat ini asosiasi berupaya menjawab tuduhan tersebut di World Trade Organization (WTO) sampai 2024.
APOLIN juga menggandeng kementerian terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan.
Pada kesempatan itu Rapolo menuturkan industri oleokimia meminta komitmen pemerintah terkait harga dan alokasi gas. Dalam Perpres No. 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi bahwa industri oleokimia termasuk tujuh sektor industri yang mendapatkan harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Tetapi, lanjutnya, ada persoalan berkaitan kepatuhan pemasok gas untuk memberikan harga sesuai Perpres 121/2020.
Menurut Rapolo, pasokan gas yang diberikan harga senilai 6 dolar per MMBTU hanya sebesar 80 persen dari total kebutuhan, sisanya 20 persen pasokan gas dijual sesuai harga komersil di luar aturan.
"Pasokan gas ini sangat penting bagi daya saing industri oleokimia. Kami harapkan pemerintah dapat menyelesaikan persoalan harga gas ini," katanya.
Pewarta: Subagyo
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: