Bogor (ANTARA News) - Tim mahasiswa Jurusan Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Pertanian Bogor, melalui sebuah penelitian menemukan inovasi pemanfaatan tanaman tembakau nonrokok.

Para mahasiswa tersebut, seperti diinformasikan Humas IPB di Bogor adalah Riska Ayu Purnamasari, Pratiwi Eka Puspita, Dhaniar Astri, Rinda Fadzila, dan Ahmad Jaelani Manurung.

Ketua tim peneliti Riska Ayu Purnamasari menjelaskan, di bawah arahan dosen pembimbing Dr Suryani, MSc, tim meneliti bahwa ada alternatif penggunaan tembakau untuk nonrokok yang "feasible" secara ekonomi.

"Penelitian kami adalah membuktikan daya antimikroba ekstrak tembakau agar dapat diaplikasikan sebagai antiseptik. Ini sebagai salah satu upaya mencari titik temu yang dapat menguntungkan setiap elemen masyarakat terkait kesehatan dan budaya menanam tembakau," katanya.

Ia mengemukakan bahwa beberapa tahun terakhir ini industri rokok menghadapi berbagai tekanan kebijakan sehingga berdampak pula terhadap keberlanjutan pertanian tembakau.

Beberapa kebijakan tersebut antara lain menaikkan harga jual eceran (HJE) sebesar 7 persen per Maret 2007, penetapan tarif spesifik rokok antara Rp3 hingga Rp7 per batang untuk rokok golongan I, Rp5 untuk golongan II, dan Rp3 untuk golongan III sesuai yang tercantum dalam Permenkeu No. 118/PMK.04/2006 tentang Kebijakan Cukai 2007.

Selain itu, juga UU No. 39 Tahun 2007 tentang batas cukai maksimum mencapai 57 persen, PP No 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, dan Pergub DKI Jakarta No 75 Tahun 2005 tentang larangan merokok di tempat umum.

"Hal itu tentu saja meresahkan sebagian masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai buruh tani tembakau, buruh pabrik rokok, maupun pedagang rokok besar dan kecil," katanya.

Ia mengatakan, kebijakan pemerintah mengenai industri rokok itu dianggap dapat mengancam sumber ekonomi masyarakat yang bertumpu pada pertanian tembakau.

Oleh karena itu, ia dan rekannya di Jurusan Biokimia FMIPA-IPB mencari alternatif penggunaan tembakau untuk nonrokok itu.

Menurut Riska Ayu Purnamasari, ekstrak tembakau teridentifikasi sebagai senyawa yang bersifat antimikrobial terhadap pengujian beberapa strain mikroba.

Beberapa penelitian telah menunjukkan daya antimikrobial ekstrak tembakau terhadap E. coli dan S aureus, dan P. aeruginosa.

"Ekstrak tembakau memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S.aureus. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa ektrak etanol minyak atsiri tembakau merupakan ekstrak yang paling banyak diperoleh selama proses ekstraksi dilakukan dan paling efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri," katanya.

Ia menjelaskan, konsentrasi hambat tumbuh minimum ekstrak minyak atsiri sebesar 10 persen menunjukkan daya hambat minyak atsiri tembakau cukup besar, dan hasil pada uji oles menunjukkan perbedaan yang signifikan antara keadaan sebelum dan sesudah dioles.

Uji Aktivitas antimikrobaekstrak tembakau dilakukan dengan menggunakan senyawa hasil ekstraksi, meliputi minyak atsiri, senyawa alkaloid, dan senyawa polifenol.

Masing-masing ekstrak diinjeksikan ke dalam media Nutrien Agar (NA) yang mengandung bakteriuji E.coli dan S. aureus.

Zona bening yang terbentuk di sekitar lubang sumur difusi merupakan respon aktif antimikroba ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Hasilnya diketahui bahwa pengenceran atsiri sebanyak 10 persen memiliki daya hambat yang cukup baik menurut metoda Davis-Stout.

Kemudian, untuk melihat potensi ekstrak daun tembakau sebagai antiseptik maka dilakukan uji potensi antiseptik melalui uji organoleptik dengan metode oles.

Metode oles dilakukan pada lima panelis. Telapak tangan panelis yang kering dioleskan pada cawan Petri yang berisi media PCA. Panelis kemudian mencuci tangannya menggunakan ekstrak tembakau dan etanol 70 persen sebagai kontrol positif.

Telapak tangan yang telah kering kemudian dioleskan kembali pada cawan Petri yang berisi media PCA. Media PCA diinkubasi selama dua hari dalam suhu 37 derajat Celcisu. Masing-masing cawan uji dihitung jumlah bakterinya dengan metode TPC.

Hasilnya menunjukkan bahwa atsiri tembakau dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli (gram negatif) dan S. aureus (gram positif)dengan zona hambat yang terbentuk sebesar 24 mm.

Berdasarkan metoda Davis-Stout (sangat kuat, >=20 mm, kuat,10-20 mm), nilai zona hambat ini tergolong sangat kuat. Adapun untuk ekstrak senyawa alkaloid dan polifenol memiliki nilai 16 mm dan 14 mm untuk bakteri uji E.coli (kuat), sedangkan untuk uji bakteri S.aureus berturut turut 14 mm dan 30 mm (kuat dan sangat kuat).

"Secara umum dapat disimpulkan bahwa ekstrak tembakau yang meliputi atsiri, alkaloid, dan polifenol memiliki daya hambat yang kuat dan sangat kuat. Sehingga sangat dimungkinkan bahwa ekstrak daun tembakau dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk antiseptik," katanya.
(ANT -053/M027)