Partai Perindo akan kawal implementasi UU TPKS
13 April 2022 20:40 WIB
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (kiri) mengukuhkan bergabungnya antivis antikorupsi Tama S. Langkun sebagai kader dan pengurus DPP Partai Perindo di Jakarta, Jumat. ANTARA/HO-Partai Perindo
Jakarta (ANTARA) - Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hukum dan HAM Tama S. Langkun mengatakan partainya akan mengawal implementasi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) ketika sudah menjadi undang-undang.
"Lahirnya UU TPKS bukan akhir dari perjuangan melawan kekerasan seksual, masih banyak hal untuk mengawal implementasinya," kata Tama dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mengawal implementasi UU TPKS, kata dia, khususnya dalam memperkuat posisi korban agar sanggup dan berdaya menghadapi kasusnya, termasuk memulihkan kondisi dari penderitaannya.
Menurut dia, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia.
Ditekankan pula pengesahan terhadap RUU TPKS harus diletakkan sebagai langkah awal untuk berangus ancaman kekerasan seksual secara kolaboratif.
Data menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat kekerasan seksual. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan, sebanyak 15,2 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Jika disandingkan dengan data laporan tahunan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menurut dia, hampir setiap tahun permohonan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual merupakan yang paling tinggi.
Tama menjelaskan bahwa Perindo sebagai partai politik yang memiliki sensitivitas dalam isu perempuan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian partainya.
"“Pertama, memberikan apresiasi terhadap pengesahan RUU TPKS menjadi UU. Ada banyak terobosan dalam undang-undang ini, baik dalam kaitannya pengaturan norma kekerasan seksual, upaya penegakan hukum, maupun jaminan dan pemulihan terhadap hak-hak korban," katanya.
Kedua, pihaknya mengimbau penegak hukum untuk responsif menangani dan menindak laporan kekerasan seksual dengan berorientasi pada kepentingan dan hak-hak korban.
Dalam kasus kekerasan seksual, kata dia, posisi korban sangat rentan sehingga jangan sampai korban mengalami reviktimisasi karena proses hukum yang berbelit sehingga korban harus mengalami kembali penderitaan.
Selain itu, penegak hukum harus mempertimbangkan hak ganti kerugian (restitusi) terhadap korban kekerasan seksual, mengingat UU TPKS sudah mengaturnya secara progresif.
Ketiga, lanjut dia, korban maupun masyarakat jangan takut untuk melapor kepada penegak hukum jika memiliki informasi adanya kekerasan seksual.
Sikap politik Partai Perindo akan selalu siap memberikan dukungan terhadap upaya-upaya melawan kekerasan seksual.
Juru Bicara Partai Perindo Bidang Perempuan, Anak, dan Sosial Ike Suharjo mengatakan bahwa keberadaan UU TPKS akan memberi harapan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan untuk mendapat kepastian hukum.
"Selama ini banyak korban kekerasan seksual memilih diam atau dibungkam jika mencari keadilan. Tidak jarang pula mendapat perlakuan diskriminatif dari lingkungan sendiri," katanya.
Dengan adanya UU TPKS, menurut Ike Suharjo, perempuan yang menjadi korban pun mendapat sokongan dari lingkungan untuk mendapatkan keadilan.
Baca juga: Sosiolog: Pengesahan UU TPKS buah perjuangan panjang
Baca juga: Menteri PPPA segera susun peraturan pelaksana pascapengesahan RUU TPKS
"Lahirnya UU TPKS bukan akhir dari perjuangan melawan kekerasan seksual, masih banyak hal untuk mengawal implementasinya," kata Tama dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mengawal implementasi UU TPKS, kata dia, khususnya dalam memperkuat posisi korban agar sanggup dan berdaya menghadapi kasusnya, termasuk memulihkan kondisi dari penderitaannya.
Menurut dia, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah yang sangat serius di Indonesia.
Ditekankan pula pengesahan terhadap RUU TPKS harus diletakkan sebagai langkah awal untuk berangus ancaman kekerasan seksual secara kolaboratif.
Data menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat kekerasan seksual. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan, sebanyak 15,2 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Jika disandingkan dengan data laporan tahunan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menurut dia, hampir setiap tahun permohonan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual merupakan yang paling tinggi.
Tama menjelaskan bahwa Perindo sebagai partai politik yang memiliki sensitivitas dalam isu perempuan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian partainya.
"“Pertama, memberikan apresiasi terhadap pengesahan RUU TPKS menjadi UU. Ada banyak terobosan dalam undang-undang ini, baik dalam kaitannya pengaturan norma kekerasan seksual, upaya penegakan hukum, maupun jaminan dan pemulihan terhadap hak-hak korban," katanya.
Kedua, pihaknya mengimbau penegak hukum untuk responsif menangani dan menindak laporan kekerasan seksual dengan berorientasi pada kepentingan dan hak-hak korban.
Dalam kasus kekerasan seksual, kata dia, posisi korban sangat rentan sehingga jangan sampai korban mengalami reviktimisasi karena proses hukum yang berbelit sehingga korban harus mengalami kembali penderitaan.
Selain itu, penegak hukum harus mempertimbangkan hak ganti kerugian (restitusi) terhadap korban kekerasan seksual, mengingat UU TPKS sudah mengaturnya secara progresif.
Ketiga, lanjut dia, korban maupun masyarakat jangan takut untuk melapor kepada penegak hukum jika memiliki informasi adanya kekerasan seksual.
Sikap politik Partai Perindo akan selalu siap memberikan dukungan terhadap upaya-upaya melawan kekerasan seksual.
Juru Bicara Partai Perindo Bidang Perempuan, Anak, dan Sosial Ike Suharjo mengatakan bahwa keberadaan UU TPKS akan memberi harapan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan untuk mendapat kepastian hukum.
"Selama ini banyak korban kekerasan seksual memilih diam atau dibungkam jika mencari keadilan. Tidak jarang pula mendapat perlakuan diskriminatif dari lingkungan sendiri," katanya.
Dengan adanya UU TPKS, menurut Ike Suharjo, perempuan yang menjadi korban pun mendapat sokongan dari lingkungan untuk mendapatkan keadilan.
Baca juga: Sosiolog: Pengesahan UU TPKS buah perjuangan panjang
Baca juga: Menteri PPPA segera susun peraturan pelaksana pascapengesahan RUU TPKS
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: