Timika (ANTARA News) - Tokoh masyarakat Papua Yosep Yopi Kilangin yang juga mantan Ketua DPRD Mimika berharap, situasi dan kondisi yang saat ini terjadi di PT Freeport di Mimika tidak terkait dengan sebuah skenario besar untuk melakukan renegosiasi kontrak karya perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat itu.

"Mudah-mudahan itu tidak ada kaitannya sama sekali. Tapi kalau ternyata ada kaitannya maka sayang sekali karyawan jadi korban cuma-cuma untuk sebuah kepentingan," ujar Yopi Kilangin di Timika, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu sehubungan dengan masih berlangsungnya aksi mogok kerja ribuan karyawan PT Freeport Indonesia sejak 15 September 2011 dan juga diikuti dengan serangkaian aksi penembakan oleh gerombolan bersenjata tidak dikenal di areal Freeport dalam kurun waktu dua pekan terakhir.

Menurut Yopi, wacana untuk melakukan renegosiasi kontrak karya PT Freeport yang ditandatangani tahun 1991 oleh Presiden Soeharto terus dimunculkan ke publik termasuk para petinggi pemerintahan di Jakarta.

"Apa yang sementara ini dimunculkan sejumlah tokoh yaitu menghendaki untuk dilakukan renegosiasi kontrak karya Freeport. Kalau itu memang murni kepentingan negara. Kita berharap hal itu tidak ada hubungannya dengan kondisi yang sekarang terjadi di Timika dimana operasional perusahaan tersendat dan karyawan melakukan mogok kerja," tutur Yopi.

Ia mengakui, ada banyak pihak yang memiliki hubungan dengan kegiatan operasi PT Freeport mengalami dampak langsung akibat adanya aksi mogok karyawan yang sudah berlangsung lebih dari satu bulan dan diikuti dengan pemblokiran jalan dan lain-lain.

Kondisi tersebut, katanya, juga sangat dirasakan oleh masyarakat yang bermukim di Kota Timika. Salah satunya, suplai avtur ke Bandara Mozes Kilangin menjadi terhambat sehingga semua maskapai penerbangan mengubah rute dan jadwal penerbangan. Sedangkan penerbangan perintis ke wilayah pedalaman Papua dari dan ke Timika sama sekali lumpuh total sejak dua pekan lalu.

"Dampaknya cukup terasa di Timika. Kontraktor-kontraktor dan pengusaha lokal yang selama ini mengerjakan proyek di Freeport, munyuplai berbagai bahan kebutuhan ke perusahaan semuanya macet," tutur Yopi.

Ia berharap kondisi yang terjadi di PT Freeport harus segera dan secepatnya diatasi agar kembali ke kondisi normal seperti sebelumnya.

Yopi juga menyambut baik keinginan pihak manajemen PT Freeport dan Pengurus Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja perusahaan itu untuk kembali ke meja perundingan guna mencari solusi terbaik soal tuntutan kenaikan upah pekerja.

Ia berharap, perundingan lanjutan antara manajemen PT Freeport dengan PUK SPSI bisa menghasilkan keputusan yang berimbang dan dapat diterima oleh masing-masing pihak, sehingga penyelesaian terhadap masalah ini tidak harus melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Terkait hal itu, Yopi menyarankan agar manajemen Freeport dan PUK SPSI menyepakati terlebih dahulu hal mendasar dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yaitu menggunakan dasar perhitungan seperti apa soal kenaikan upah pekerja.

"Kalau manajemen Freeport setuju dengan perhitungan upah kerja per dolar AS per jam, kira-kira berapa dolar AS per jam yang disanggupi manajemen. Sebaliknya kalau pekerja setuju dengan sistem persentase, kira-kira berapa persen batas minimal yang diminta oleh karyawan. Itu dulu yang disepakati," ujarnya.

Yopi menilai PUK SPSI PT Freeport di bawah kepemimpinan Sudiro saat ini lebih berpihak kepada kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dibanding dengan kepengurusan PUK SPSI periode sebelumnya yang sudah saling pengertian dengan pihak manajemen sebelum melakukan perundingan PKB.

Ia berharap, PUK SPSI PT Freeport murni memperjuangkan kepentingan seluruh karyawan dan tidak ditungganggi atau disusupi dengan kepentingan lain.

"Kalau ditunggangi kepentingan lain saya tidak tahu," tutur Yopi yang juga terlibat aktif memfasilitasi aksi demo dan mogok kerja karyawan PT Freeport yang diprakarsai Tongoi Papua pada bulan April 2007 saat masih menjabat Ketua DPRD Mimika. (E015/I006)