Perkembangan pariwisata di Indonesia harus merata
26 Oktober 2011 12:32 WIB
POTENSI SORAKE. Peselancar beraksi di pantai Sorake, Desa Botohilitano, Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara. Potensi wisata pantai tersebut belum dimaksimalkan ditandai dengan minimnya fasilitas pendukung bagi kenyamanan wisatawan. (ANTARA/FANNY OCTAVIANUS)
Denpasar (ANTARA News) - Ketua Dewan Harian 1945 Provinsi Bali yang juga seorang pakar Prof Dr Wayan Windia berharap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mampu mengembangkan sektor pariwisata secara merata di berbagai daerah di Tanah Air seperti di Bali.
"Sementara pariwisata Bali jangan lagi dikembangkan karena daerah ini dinilai sudah jenuh dan rusak akibat beban pembangunan yang terlalu berat," kata Prof Windia yang juga guru besar Universitas Udayana di Denpasar.
Ia mengatakan, oleh sebab itu pengembangan pariwisata diarahkan ke daerah-daerah di luar Bali dengan harapan mampu memberikan dampak ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
"Bagaimana caranya Menteri Mari Elka Pangestu mampu mendorong dan menjadikan pariwisata berkembang di seluruh daerah di Indonesia," harap Prof Windia yang juga mantan anggota DPR-RI 1997-1999.
Ia mengingatkan, menteri dalam pengembangan pariwisata ke depan itu jangan lagi menyentuh Bali, karena fasilitas hotel dan sarana pendukung kepariwisataan yang ada sudah dinilai jenuh.
Jika bercermin dari hasil penelitian dan pengkajian SCETO, konsultan pariwisata dari Prancis 1975, Bali maksimal bisa menampung pembangunan 24.000 kamar hotel berbintang untuk menjaga keseimbangan daya dukung Bali.
Namun kenyataannya di Bali kini telah dibangun 55.000 kamar hotel berbintang atau dua kali lipat daya dukung yang ada, sehingga Bali sudah saatnya melakukan moratorium terhadap pembangunan fisik terkait kepentingan pariwisata, ujar Prof Windia.
Oleh sebab itu pengembangan pariwisata perlu dilakukan ke luar daerah Bali, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sudah mulai merintis untuk menjadikan daerah itu sebagai daerah tujuan wisata, dengan membangun fasilitas bandara bertaraf internasional dan sarana pendukung lainnya.
(I006/M027)
"Sementara pariwisata Bali jangan lagi dikembangkan karena daerah ini dinilai sudah jenuh dan rusak akibat beban pembangunan yang terlalu berat," kata Prof Windia yang juga guru besar Universitas Udayana di Denpasar.
Ia mengatakan, oleh sebab itu pengembangan pariwisata diarahkan ke daerah-daerah di luar Bali dengan harapan mampu memberikan dampak ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
"Bagaimana caranya Menteri Mari Elka Pangestu mampu mendorong dan menjadikan pariwisata berkembang di seluruh daerah di Indonesia," harap Prof Windia yang juga mantan anggota DPR-RI 1997-1999.
Ia mengingatkan, menteri dalam pengembangan pariwisata ke depan itu jangan lagi menyentuh Bali, karena fasilitas hotel dan sarana pendukung kepariwisataan yang ada sudah dinilai jenuh.
Jika bercermin dari hasil penelitian dan pengkajian SCETO, konsultan pariwisata dari Prancis 1975, Bali maksimal bisa menampung pembangunan 24.000 kamar hotel berbintang untuk menjaga keseimbangan daya dukung Bali.
Namun kenyataannya di Bali kini telah dibangun 55.000 kamar hotel berbintang atau dua kali lipat daya dukung yang ada, sehingga Bali sudah saatnya melakukan moratorium terhadap pembangunan fisik terkait kepentingan pariwisata, ujar Prof Windia.
Oleh sebab itu pengembangan pariwisata perlu dilakukan ke luar daerah Bali, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sudah mulai merintis untuk menjadikan daerah itu sebagai daerah tujuan wisata, dengan membangun fasilitas bandara bertaraf internasional dan sarana pendukung lainnya.
(I006/M027)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011
Tags: