Butuh pihak ketiga selesaikan Freeport vs pekerja
25 Oktober 2011 08:51 WIB
Aksi massa Sebuah kendaraan berat menutup jalan akses menuju wilayah tambang PT Freeport Indonesia, Timika, Minggu (16/11). Massa terus melakukan aksi dengan menutup akses jalan dengan memalang alat-alat berat di jalan, termasuk akses dari pelabuhan ke bandara Mozes Kilangin Timika. (FOTO ANTARA/HO-Ramdani Sirait)
Timika (ANTARA News) - Anggota DPRD Mimika, Papua, Athanasius Allo Rafra mengharapkan ada pihak ketiga yang bisa memfasilitasi penyelesaian masalah yang dihadapi pihak manajemen PT Freeport dengan Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SPSI) perusahaan itu.
Berbicara kepada ANTARA di Timika, Selasa, Allo Rafra mengatakan bahwa upaya mediasi yang dilakukan oleh Pemda dan DPRD Mimika sejak Jumat (21/10) hingga Senin (24/10) belum membuahkan hasil karena dua belah pihak bertahan pada tuntutannya masing-masing.
"Harus ada pihak ke tiga yang memfasilitasi. Kalau membiarkan mereka sendiri menyelesaikan, tidak akan ada penyelesaian terhadap persoalan ini," jelas Allo Rafra.
Menurut wakil rakyat dari PDI-Perjuangan itu, sejauh ini baik pihak manajemen PT Freeport maupun PUK SPSI mengajukan tiga syarat untuk penyelesaian masalah yang mereka hadapi.
Pihak manajemen Freeport meminta pekerja segera membuka blokade jalan di Mil 27 dan Check Point 1 dekat Bandara Mozes Kilangin Timika yang ditutup sejak Senin (10/10) dan meminta pekerja tidak menghalangi rekan-rekan mereka yang mau bekerja.
Manajemen Freeport menyatakan siap membicarakan kembali soal tuntutan kenaikan upah setelah blokade jalan dibuka dan karyawan kembali bekerja.
Sementara pekerja meminta pihak manajemen menyetujui kenaikan upah yang berkisar dari 7,5 dollar AS per jam bagi pekerja non staf level F1 hingga 33 dollar AS per jam bagi karyawan staf level III.
Pekerja juga meminta manajemen tidak boleh mem-PHK pekerja dan mencabut semua sanksi berupa tindakan merumahkan ratusan pekerja dan pemberian surat peringatan ke tiga bagi karyawan non staf yang melakukan aksi mogok kerja.
Tidak itu saja, pekerja juga menuntut pembayaran penuh upah mereka selama mereka melakukan aksi mogok kerja sejak 15 September hingga saat ini.
Jika semua tuntutan itu dipenuhi oleh pihak manajemen PT Freeport, para pekerja bersedia membuka blokade jalan poros yang menghubungkan Pelabuhan Portsite Amamapare menuju Timika, Kuala Kencana dan Tembagapura.
"Tiga syarat yang diajukan baik oleh manajemen maupun SPSI kelihatannya bertolak belakang dan sulit untuk diselesaikan jika mereka masih tetap bertahan pada sikap seperti itu," ujar Allo Rafra.
Menyinggung tentang kehadiran Komisi IX di Timika pekan lalu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi manajemen PT Freeport dan pekerja, Allo Rafra mengatakan kehadiran para wakil rakyat dari Senayan itu tidak membawa dampak dan perubahan apa pun.
"Komisi IX tidak bikin apa-apa di Timika. Mereka hanya datang satu hari lalu pulang ke Jakarta. Kami sangat kecewa," ujar Allo Rafra.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika, Dionisius Mameyao menjelaskan perundingan antara manajemen PT Freeport dan PUK SPSI akan kembali digelar hari ini, Selasa (25/10) di Hotel Rimba Papua Timika.
Dion berharap perundingan lanjutan hari ini dapat menghasilkan keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak. Namun jika gagal, Pemkab Mimika akan memfasilitasi lagi perundingan lanjutan antara kedua belah pihak pada Rabu (26/10) dengan menghadirkan Bupati Mimika Klemen Tinal sebagai mediator.
(E015)
Berbicara kepada ANTARA di Timika, Selasa, Allo Rafra mengatakan bahwa upaya mediasi yang dilakukan oleh Pemda dan DPRD Mimika sejak Jumat (21/10) hingga Senin (24/10) belum membuahkan hasil karena dua belah pihak bertahan pada tuntutannya masing-masing.
"Harus ada pihak ke tiga yang memfasilitasi. Kalau membiarkan mereka sendiri menyelesaikan, tidak akan ada penyelesaian terhadap persoalan ini," jelas Allo Rafra.
Menurut wakil rakyat dari PDI-Perjuangan itu, sejauh ini baik pihak manajemen PT Freeport maupun PUK SPSI mengajukan tiga syarat untuk penyelesaian masalah yang mereka hadapi.
Pihak manajemen Freeport meminta pekerja segera membuka blokade jalan di Mil 27 dan Check Point 1 dekat Bandara Mozes Kilangin Timika yang ditutup sejak Senin (10/10) dan meminta pekerja tidak menghalangi rekan-rekan mereka yang mau bekerja.
Manajemen Freeport menyatakan siap membicarakan kembali soal tuntutan kenaikan upah setelah blokade jalan dibuka dan karyawan kembali bekerja.
Sementara pekerja meminta pihak manajemen menyetujui kenaikan upah yang berkisar dari 7,5 dollar AS per jam bagi pekerja non staf level F1 hingga 33 dollar AS per jam bagi karyawan staf level III.
Pekerja juga meminta manajemen tidak boleh mem-PHK pekerja dan mencabut semua sanksi berupa tindakan merumahkan ratusan pekerja dan pemberian surat peringatan ke tiga bagi karyawan non staf yang melakukan aksi mogok kerja.
Tidak itu saja, pekerja juga menuntut pembayaran penuh upah mereka selama mereka melakukan aksi mogok kerja sejak 15 September hingga saat ini.
Jika semua tuntutan itu dipenuhi oleh pihak manajemen PT Freeport, para pekerja bersedia membuka blokade jalan poros yang menghubungkan Pelabuhan Portsite Amamapare menuju Timika, Kuala Kencana dan Tembagapura.
"Tiga syarat yang diajukan baik oleh manajemen maupun SPSI kelihatannya bertolak belakang dan sulit untuk diselesaikan jika mereka masih tetap bertahan pada sikap seperti itu," ujar Allo Rafra.
Menyinggung tentang kehadiran Komisi IX di Timika pekan lalu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi manajemen PT Freeport dan pekerja, Allo Rafra mengatakan kehadiran para wakil rakyat dari Senayan itu tidak membawa dampak dan perubahan apa pun.
"Komisi IX tidak bikin apa-apa di Timika. Mereka hanya datang satu hari lalu pulang ke Jakarta. Kami sangat kecewa," ujar Allo Rafra.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mimika, Dionisius Mameyao menjelaskan perundingan antara manajemen PT Freeport dan PUK SPSI akan kembali digelar hari ini, Selasa (25/10) di Hotel Rimba Papua Timika.
Dion berharap perundingan lanjutan hari ini dapat menghasilkan keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak. Namun jika gagal, Pemkab Mimika akan memfasilitasi lagi perundingan lanjutan antara kedua belah pihak pada Rabu (26/10) dengan menghadirkan Bupati Mimika Klemen Tinal sebagai mediator.
(E015)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Tags: