"Dulu masjid ini juga menjadikan sejarah karena menjadi sasaran penembakan pasukan Belanda pada agresi kedua tahun 1948 ,namun beruntung jamaah shalat subuh ketika itu tidak ada korban jiwa setelah menyelamatkan diri dengan melompati jendela," kata Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Cikoneng, Ustad Abdul Hakim (63) Desa Cilaban Bulan, Menes, Pandeglang, Senin.
Namun berdasarkan pengakuan tokoh masyarakat bahwa masjid yang masih terawat hingga saat ini, dibangun sekitar tahun 1888 atau setelah dibangun Masjid AS- Syafie Syech Asnawi Caringin Labuan 1887 atau empat tahun usai Gunung Krakatau erupsi.
Kondisi masjid yang sudah berusia 100 tahun dengan menampung 400 orang itu hanya beberapa bagian yang dilakukan pemugaran oleh warga setempat, seperti tempat wudhu, toilet, dinding ditempel keramik, pintu dan pemasangan pintu jendela.
Sedangkan bagian ruang tengah masjid dengan empat tiang kayu penyanggah masih utuh tanpa perbaikan, termasuk tongkat, juga ruangan depan untuk musyawarah.
Begitu juga beduk dan tongtong sebagai tanda memulai shalat juga masih bertahan dan belum mengalami kerusakan.
Selama ini, kata dia, Masjid Cikoneng Manungtung itu belum tercatat sebagai cagar budaya yang dilindungi Pemerintah Provinsi Banten.
Padahal, kata dia, keberadaan masjid itu memiliki sejarah panjang penyebaran agama Islam, karena dulu banyak jamaah dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Pandeglang saat Ramadhan dan Shalat Jumat, mereka berjalan kaki hingga seharian. Mereka jamaah itu datang dari Pulosari, Mandalawangi, Sodong, Saketi, Cipecang hingga Pandeglang.
"Kami berharap masjid itu segera dilindungi cagar budaya untuk menjaga kelestarian, " kata Abdul Hakim.
Mereka peserta kegiatan ibadah Ramadhan, selain warga setempat juga terdapat santri salah satu pondok pesantren di daerah itu.
Sementara itu, Sakranah (78) warga Manungtung Menes Kabupaten Pandeglang mengaku dirinya sejak kecil pembangunan Masjid Cikoneng sudah berdiri.
Kejadian itu, kata dia, dirinya masih kanak-kanak dan cukup teringat.
"Kami sebagai warga asli pribumi Manungtung yang rumahnya tidak jauh dengan Masjid Cikoneng sama sekali tidak mengetahui pembangunan masjid itu, sebab sebelum lahir masjid itu sudah ada," kata Sakranah yang menyatakan memiliki puluhan cucu dan cicit.