Kupang (ANTARA News) - Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nusa Tenggara Timur, Tumbur Gultom mengatakan moratorium TKI ke Arab Saudi membawa dampak buruk terhadap suburnya pengiriman tenaga kerja ilegal ke luar negeri.

"Sejak moratorium TKI ke Arab Saudi diberlakukan pada Juli 2011 menyusul vonis mati terhadap TKW Ruyati serta persoalan sosial lain yang menimpa para TKI, malah ikut menambah persoalan terhadap pengelolaan TKI, seperti bertambahnya TKI ilegal dari NTT ke luar negeri," katanya di Kupang, Sabtu.

Ia mengatakan meskipun adanya moratorium tersebut, pihaknya belum menerima intruksi dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk urusan TKI ke Saudi Arabia.

Gultom mengatakan sejak moratorium ke Saudi Arabia diberlakukan, jumlah TKI asal NTT di luar negeri melonjak naik menjadi 16.000 orang dari 14.848 yang tercatat pada 2010.

"Kelebihan jumlah tenaga kerja di luar negeri ini, kami menduga adalah bagian dari korban perdagangan manusia, karena direkrut oleh BP3TKI NTT," katanya.

Ia menambahkan jumlah penempatan TKI di luar negeri pada 2010 sebanyak 575.804 orang terdiri atas 158.363 TKI formal (28 persen) dan 417.441 TKI informal (72 persen).

Pada 2011 hingga Agustus, pihaknya menempatkan 316.798 TKI di luar negeri, yang terdiri atas 111.145 TKI formal (35 persen) dan 205.651 TKI informal (65 persen).

Ia mengatakan, apabila moratorium itu masih terus diberlakukan, maka tidak hanya akan berdampak pada TKI ilegal dan pengangguran, tetapi juga semakin menimbulkan tindakan kriminal dan persoalan sosial lainnya, karena kurangnya ruang untuk menyalurkan bakat dan minat atau kesempatan untuk berkarya.

Menurut dia, saat ini pilihan pengiriman TKI lebih banyak ke Singapura, Hongkong, Taiwai dan Brunai, setelah adanya moratorium untuk Malaysia dan Arab Saudi.

"Untuk tujuan Singapura, Hogkong, Taiwan dan Brunai terus marak, sementara untuk tujuan Malaysia, baru akan dibuka kembali pada Desember 2011," katanya.

Ia meminta semua pihak perlu memberi ruang dan kesempatan kepada pemerintah untuk melaksanakan kebijakan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi.

Keputusan moratorium yang diambil oleh pemerintah harus dipahami dalam sejumlah konteks, yaitu respons pemerintah atas ketidaksenangan Indonesia terhadap pemerintah dan otoritas Arab Saudi yang melakukan eksekusi terhadap Ruyati tanpa memberitahu atau melakukan notifikasi kepada perwakilan.

Padahal, katanya, pemberitahuan ini merupakan hak dari pemerintah Indonesia atas warganya yang akan menjalani eksekusi hukuman berat, seperti hukuman mati.

Moratorium sebagai instrumen pendorong dan penekan terhadap pemerintah Saudi agar mereka mau melakukan pembenahan bagi perlindungan TKI, utamanya yang bekerja di sektor informal.

Pemerintah Arab Saudi harus mendidik para majikan agar memperlakukan secara manusiawi para TKI. Mereka tidak seharusnya memperlakukan TKI sebagai budak.
(T.ANT-084/L003)