Bappenas : infrastruktur listrik masih hambat investasi
22 Oktober 2011 00:24 WIB
Penjualan listrik PLN Seorang petugas melakukan inspeksi peralatan di switchyard Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 500kV Gandul, Depok, Selasa (11/10). Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Dahlan Iskan menyatakan PLN menargetkan penjualan listrik sebesar 162.708 GWH di 2011, yang terdiri dari Jawa-Bali sebesar 125.468 GWH, Indonesia Barat 24. 639 GWH dan Indonesia Timur sebesar 12.600 GWH. (FOTO ANTARA/Andika Wahyu/pd/11). ()
Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai masalah infrastruktur kelistrikan di tanah air masih menjadi hambatan bagi pertumbuhan laju investasi.
"Infrastruktur kelistrikan masih menghambat para calon investor menanamkan modalnya di Indonesia," kata Dedy S Priyatna selaku Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas di Jakarta, Jumat malam.
Ia juga menegaskan bahwa penyediaan infrastruktur kelistrikan yang belum optimal disebabkan oleh pendanaan yang dinilainya masih kurang.
Sebelumnya Bank Dunia melalui survei doing business 2012 menurunkan iklim melakukan bisnis (investasi) di Indonesia dari posisi 126 menjadi 129. Penurunan peringkat salah satunya disebabkan lemahnya infrastruktur kelistrikan.
"Kekurangan dana dianggap menjadi masalah utama pembangunan infrastruktur kelistrikan tersebut, World Bank betul terkait masalah listrik, problem semua ini adalah dana," ujarnya.
Ia menambahkan, pemenuhan kebutuhan listrik yang saat ini tengah dilakukan oleh PLN tentunya dimaksudkan agar masyarakat tidak mengalami `byar pet`.
Namun, hal itu bukan berarti kebutuhan listrik bisa terpenuhi seluruhnya.
Menurutnya, PLN telah berusaha membuat pasokan listrik tidak terganggu, tetapi masih kekurangan dana untuk pemenuhan kebutuhan listrik baru.
"Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik, PLN sampai menyewa mesin diesel. Yang jadi masalah adalah problem dana dan investasi dari PLN," tuturnya.
Diungkapkannya, investasi yang dimiliki PLN hanya mengandalkan marjin dan kemampuan pinjaman PLN, hal ini tentu terbatas.
Bahkan, dari anggaran biaya produksi listrik PLN sekitar Rp130 triliun per tahun, sejumlah Rp40-50 triliun berasal dari subsidi.
"Subsidi itu awalnya cukup untuk menutupi biaya produksi. PLN minta marjin supaya bisa investasi, bayangkan kalau margin PLN juga diturunkan," katanya.
Sebelumnya pemerintah berencana menurunkan marjin PLN dari 8,0 persen menjadi 7,0 persen pada tahun 2012. Karenanya, pemerintah mendorong proyek kerja sama pemerintah-swasta (KPS) dalam pembangunan infrastrukur kelistrikan.
Lebih dari itu, pemerintah saat ini telah memberikan jaminan terhadap proyek-proyek KPS agar investor berani berinvestasi di sana.
"PLN repot karena guarantee dari PLN tidak cukup. Maka investor minta jaminan ke negara, jadilah PLTU di Jawa Tengah itu," ujarnya.
Selain itu, pemerintah mendorong pembangunan pembangkit listrik independen (swasta) atau Independent Power Plant (IPP) agar dapat memasok listrik lebih banyak kepada PLN.
Namun IPP sendiri sulit berkembang karena PLN mematok harga beli listrik dari IPP dengan marjin yang kecil akibat dari biaya pokok penyediaan listrik yang disubsidi. (ANT)
"Infrastruktur kelistrikan masih menghambat para calon investor menanamkan modalnya di Indonesia," kata Dedy S Priyatna selaku Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas di Jakarta, Jumat malam.
Ia juga menegaskan bahwa penyediaan infrastruktur kelistrikan yang belum optimal disebabkan oleh pendanaan yang dinilainya masih kurang.
Sebelumnya Bank Dunia melalui survei doing business 2012 menurunkan iklim melakukan bisnis (investasi) di Indonesia dari posisi 126 menjadi 129. Penurunan peringkat salah satunya disebabkan lemahnya infrastruktur kelistrikan.
"Kekurangan dana dianggap menjadi masalah utama pembangunan infrastruktur kelistrikan tersebut, World Bank betul terkait masalah listrik, problem semua ini adalah dana," ujarnya.
Ia menambahkan, pemenuhan kebutuhan listrik yang saat ini tengah dilakukan oleh PLN tentunya dimaksudkan agar masyarakat tidak mengalami `byar pet`.
Namun, hal itu bukan berarti kebutuhan listrik bisa terpenuhi seluruhnya.
Menurutnya, PLN telah berusaha membuat pasokan listrik tidak terganggu, tetapi masih kekurangan dana untuk pemenuhan kebutuhan listrik baru.
"Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik, PLN sampai menyewa mesin diesel. Yang jadi masalah adalah problem dana dan investasi dari PLN," tuturnya.
Diungkapkannya, investasi yang dimiliki PLN hanya mengandalkan marjin dan kemampuan pinjaman PLN, hal ini tentu terbatas.
Bahkan, dari anggaran biaya produksi listrik PLN sekitar Rp130 triliun per tahun, sejumlah Rp40-50 triliun berasal dari subsidi.
"Subsidi itu awalnya cukup untuk menutupi biaya produksi. PLN minta marjin supaya bisa investasi, bayangkan kalau margin PLN juga diturunkan," katanya.
Sebelumnya pemerintah berencana menurunkan marjin PLN dari 8,0 persen menjadi 7,0 persen pada tahun 2012. Karenanya, pemerintah mendorong proyek kerja sama pemerintah-swasta (KPS) dalam pembangunan infrastrukur kelistrikan.
Lebih dari itu, pemerintah saat ini telah memberikan jaminan terhadap proyek-proyek KPS agar investor berani berinvestasi di sana.
"PLN repot karena guarantee dari PLN tidak cukup. Maka investor minta jaminan ke negara, jadilah PLTU di Jawa Tengah itu," ujarnya.
Selain itu, pemerintah mendorong pembangunan pembangkit listrik independen (swasta) atau Independent Power Plant (IPP) agar dapat memasok listrik lebih banyak kepada PLN.
Namun IPP sendiri sulit berkembang karena PLN mematok harga beli listrik dari IPP dengan marjin yang kecil akibat dari biaya pokok penyediaan listrik yang disubsidi. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Tags: