BSBI sarankan BI dan Pemerintah tingkatkan koordinasi jaga inflasi
8 April 2022 15:56 WIB
Warga membeli minyak goreng seharga Rp13.500 per liter dan gula pasir seharga 12.500 per kilogram saat pasar murah yang diselenggrakan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Kelurahan Bandar Lor, Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (24/2/2022). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/tom.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Muhammad Edhie Purnawan menyarankan agar koordinasi antara regulator seperti Bank Indonesia dan Pemerintah perlu ditingkatkan untuk menjaga laju inflasi hingga akhir 2022.
Apalagi, ada kekhawatiran kenaikan harga-harga yang terjadi belakangan ini seperti BBM hingga minyak goreng bisa memicu inflasi 2022 lebih tinggi dari perkiraan pemerintah yang dipatok sebesar 3 persen.
"Inflasi is everyday is everywhere. Persoalan harga-harga yang meningkat, persoalan macam-macam termasuk seperti persoalan pandemi. Inflasi itu sama seperti perampok, mematikan. Jadi kita sebagai bangsa Indonesia harus mempersiapkan untuk mengantisipasi hal-hal ini," ujar Edhie dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: BPS :Tren kenaikan minyak goreng, cabai dan telur ayam terus berlanjut
Apalagi, lanjut Edhie, dari sisi eksternal, perang Rusia-Ukraina telah membuat banyak pihak cemas akan kondisi perekonomian global.
Invasi Rusia ke Ukraina juga semakin membuat rumit kondisi inflasi dan kenaikan harga komoditas secara global.
Tercatat, Inflasi Eropa naik mencapai 7,5 persen per Maret 2022, atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat di angka 5,9 persen.
Inflasi global yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina itu harus bisa diantisipasi oleh setiap negara. Pasalnya, inflasi global yang terjadi saat ini diprediksi masih panjang selama perang kedua negara tersebut masih berlangsung.
"Inflasi ini adalah situasi ekonomi yang saya kira akan lama selesainya baik ditingkat global maupun di Indonesia juga. Saya kira semuanya tahu penyebab inflasi pertama demand dan supply, kali ini ditambah dengan perang Rusia-Ukraina," kata Edhie.
Baca juga: Apindo ajukan sejumlah saran jaga kestabilan harga pangan dan inflasi
Harga kebutuhan pokok yang melonjak tajam dikhawatirkan bakal meningkatkan inflasi. Apalagi, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga listrik di bulan Ramadhan ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, menjelang ramadhan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Menurut BPS, inflasi Maret 2022 merupakan tertinggi sejak Mei 2019. Sedangkan secara tahunan, inflasi pada Maret 2022 mencapai 2,64 persen (year-on-year/yoy) dan secara tahun berjalan mencapai 1,2 persen (year-to-date/ytd).
Adapun tiga penyumbang terbesar inflasi Maret 2022 berdasarkan kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,47 persen (mtm) dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,38 persen.
Apalagi, ada kekhawatiran kenaikan harga-harga yang terjadi belakangan ini seperti BBM hingga minyak goreng bisa memicu inflasi 2022 lebih tinggi dari perkiraan pemerintah yang dipatok sebesar 3 persen.
"Inflasi is everyday is everywhere. Persoalan harga-harga yang meningkat, persoalan macam-macam termasuk seperti persoalan pandemi. Inflasi itu sama seperti perampok, mematikan. Jadi kita sebagai bangsa Indonesia harus mempersiapkan untuk mengantisipasi hal-hal ini," ujar Edhie dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: BPS :Tren kenaikan minyak goreng, cabai dan telur ayam terus berlanjut
Apalagi, lanjut Edhie, dari sisi eksternal, perang Rusia-Ukraina telah membuat banyak pihak cemas akan kondisi perekonomian global.
Invasi Rusia ke Ukraina juga semakin membuat rumit kondisi inflasi dan kenaikan harga komoditas secara global.
Tercatat, Inflasi Eropa naik mencapai 7,5 persen per Maret 2022, atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat di angka 5,9 persen.
Inflasi global yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina itu harus bisa diantisipasi oleh setiap negara. Pasalnya, inflasi global yang terjadi saat ini diprediksi masih panjang selama perang kedua negara tersebut masih berlangsung.
"Inflasi ini adalah situasi ekonomi yang saya kira akan lama selesainya baik ditingkat global maupun di Indonesia juga. Saya kira semuanya tahu penyebab inflasi pertama demand dan supply, kali ini ditambah dengan perang Rusia-Ukraina," kata Edhie.
Baca juga: Apindo ajukan sejumlah saran jaga kestabilan harga pangan dan inflasi
Harga kebutuhan pokok yang melonjak tajam dikhawatirkan bakal meningkatkan inflasi. Apalagi, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga listrik di bulan Ramadhan ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, menjelang ramadhan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Menurut BPS, inflasi Maret 2022 merupakan tertinggi sejak Mei 2019. Sedangkan secara tahunan, inflasi pada Maret 2022 mencapai 2,64 persen (year-on-year/yoy) dan secara tahun berjalan mencapai 1,2 persen (year-to-date/ytd).
Adapun tiga penyumbang terbesar inflasi Maret 2022 berdasarkan kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,47 persen (mtm) dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,38 persen.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: