Jakarta (ANTARA) - Peningkatan Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) Selandia Baru dengan China yang mulai berlaku pada Kamis (7/4) semakin mempercepat pemulihan ekonomi Selandia Baru dari COVID-19, tutur pejabat perdagangan senior negara tersebut.

"China terus menjadi pasar penting bagi Selandia Baru, dengan ekspor barang dan jasa mencapai 21,5 miliar dolar Selandia Baru (1 dolar Selandia Baru = Rp9.990) pada 2021," kata Menteri Pertumbuhan Ekspor dan Perdagangan Selandia Baru Damien O'Connor.

Peningkatan ini menjadi berita yang sangat bagus bagi sektor kehutanan Selandia Baru, yang mengekspor produk senilai 4 miliar dolar Selandia Baru ke China tahun lalu, lanjut O'Connor.

Penghapusan tarif pada 12 produk kayu dan kertas tambahan berarti 99 persen perdagangan kayu dan kertas ke China akan bebas tarif, sehingga menghapus tarif tambahan senilai 1,5 juta dolar Selandia Baru atas tarif yang sudah diterapkan melalui FTA 2008, urai O'Connor.

"Birokrasi bea cukai juga akan dipangkas, dengan penerapan waktu perizinan yang lebih cepat, yakni enam jam, untuk barang yang mudah rusak, yang akan sangat menguntungkan bisnis seperti pengekspor makanan laut kami," imbuhnya.

Pengekspor jasa Selandia Baru akan diuntungkan dari peningkatan akses ke pasar jasa China, termasuk layanan lingkungan, layanan penanganan bandara dan darat, serta komitmen untuk menghadirkan peningkatan apa pun di masa depan di sektor jasa utama, termasuk pendidikan, tambah O'Connor.

"Peningkatan ini juga memodernisasi aspek-aspek utama lain pada perjanjian awal, termasuk bidang e-commerce, pengadaan pemerintah, lingkungan dan perdagangan, serta kompetisi," paparnya.

Selain peningkatan FTA, mulai 1 Januari 2022, sebagian besar produk susu yang diekspor ke China berhak mendapatkan akses bebas bea, yang langsung menghemat tarif bisnis sebesar 200 juta dolar Selandia Baru. Biaya-biaya lainnya akan dihapus pada 2024, sebut O'Connor.