Lombok Tengah (ANTARA News) - Manajemen PT Angkasa Pura I akan terus melanjutkan pembangunan bandara dengan menggunakan pola mandiri, setelah sukses membangun Bandara Internasional Lombok tanpa kucuran dana segar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kami mencatat sejarah, sepanjang umur Angkasa Pura, inilah bandara pertama yang dibangun dengan biaya Angkasa Pura, ditambah dukungan dana pemerintah daerah," kata Direktur Utama PT Angkasa Pura I, Tommy Soetomo, di Lombok, Kamis.

Usai peresmian pengoperasian Bandara Internasional Lombok (BIL) yang berlokasi di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), ia mengatakan bahwa pola mandiri bisa menjadi contoh pembangunan bandara lainnya.

BIL yang berjarak sekitar 40 kilometer arah selatan Kota Mataram, Ibu Kota Provinsi NTB itu, diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhyono, meskipun telah dioperasikan manajemen PT Angkasa Pura I sejak 1 Oktober 2011.

Saat meresmikan bandara itu, Presiden SBY memuji upaya Angkasa Pura I yang mampu membangun bandara menggunakan dana sendiri, dan dukungan dana kemitraan dari pemerintah daerah.

Nilai megaproyek BIL itu mencapai Rp945,8 miliar, terdiri atas Rp795,8 miliar tanggungan Angkasa Pura I, dana sebesar Rp110 miliar tanggungan Pemprov NTB dan Rp40 miliar dibebankan pada Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.

BIL memiliki areal seluas 551 hektare, dan memiliki landasan pacu 2.750 meter x 40 meter persegi, sehingga mampu didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 767 dan dapat menampung 10 unit pesawat.

Berbeda dengan Bandara Selaparang, Mataram yang luas arealnya hanya 28.881 meter persegi. Terminal penumpang BIL seluas 21 ribu meter persegi, atau empat kali lebih luas terminal Bandara Selaparang yang hanya 4.796 meter persegi.

Kapasitas tampung terminal penumpang BIL dapat mencapai tiga juta setahun, dengan luas areal parkir 17.500 meter persegi. Berbeda dengan Bandara Selaparang yang hanya 7.334 meter persegi, dengan kepasitas tampung 800 ribu penumpang setiap tahun.

Tommy mengatakan, biasanya bandara dibangun oleh pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menggunakan dana APBN kemudian diserahkan kepada Angkasa Pura untuk mengelolanya.

"Tapi ini pertama kali kami bangun bandara dengan dana angkasa pura sendiri, ditambah dana Pemprov NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Seperti dikatakan Bapak Presiden, mudah-mudahan ini bisa menjadi contoh pembangunan lainnya," ujarnya.

Menurut dia, dari 13 bandara yang dikelola Angkasa Pura I selama lima tahun terakhir ini mengalami pertumbuhan jumlah penumpang dua kali pertumbuhan ekonomi nasional, yakni rata-rata 12 persen.

Peningkatan pertumbuhan jumlah penumpang itu erat kaitannya dengan upaya percepatan pembangunan bandara atau perluasan cakupan bandara seperti yang dilakukan untuk Bandara Selaparang Mataram dengan membangun Bandara Internasional Lombok.

"Kalau kita tidak lakukan akselerasi pembangunan bandara, maka makin lama bandara itu akan semakin tidak baik, sehingga ditempuh akselerasi, dan selama 2010 kami sudah menangani 41 juta penumpang dengan pertumbuhan sebesar 12 persen selama lima tahun terakhir," ujarnya.

Karena itu, kata Tommy, revitalisasi Bandara Internasional Ngurah Rai di Bali, juga mengandalkan dana internal Angkasa Pura I, seperti membangun Bandara Internasional Lombok.

"Tahun depan, kita akan mulai bangun Terminal II Bandara Juanda Surabaya juga dengan dana sendiri, dan jalinan kerja sama dengan pihak lain seperti di Lombok, yang akan kita lakukan di Bandara Sepinggan, Balikpapan, Kalimantan Timur," ujarnya.
(T.A058/F002)