Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Hukum Tata Negara UI Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa pemerintah dan DPR perlu memetakan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mulai dari jenis, bidang, struktur dan fungsinya, sebelum merevisi UU tentang Ormas.

"Sehingga pada saat akan merevisi aturan, pemerintah dan DPR sudah mengetahui apa yang harus diatur dari ormas yang ada," kata Jimly saat menjadi pembicara dalam semiloka "Peran dan Posisi Masyarakat Sipil dalam Kehidupan Bernegara yang Demokratis" di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, permasalahan Ormas di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan pendirian ormas di luar negeri, khususnya di Eropa.

Di Indonesia, ormas sudah berdiri sebelum negara ini berdiri. Dia mencontohkan keberadaan Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah yang berdiri sebelum Indonesia merdeka, tetapi di Eropa ormas baru berdiri setelah negara berdiri. Sehingga, tidak heran jika ormas di Indonesia tumbuh pesat.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan, tanpa ada pemetaan yang jelas, maka akan sulit untuk menertibkan ormas, seperti layaknya partai politik yang memiliki badan hukum dan bisa dibubarkan jika melanggar aturan.

"Jangan mentang-mentang bebas membuat ormas, lalu tak ada aturannya," katanya seraya berharap agar ormas memiliki badan hukum dan bisa ikut dalam lalu lintas hukum.

Tujuan pendirian ormas harus berdasarkan pada perdamaian di masyarakat dan jika tak sejalan harus dibubarkan.

Ia pun menyarankan, pemerintah cukup mengelompokkan ormas menjadi tiga jenis, yakni ormas dengan keanggotaan terbatas, ormas besar, dan organisasi parpol.

Ormas yang masuk kategori ormas dengan keanggotaan terbatas seperti lembaga swadaya masyarakat, ormas kategori besar adalah NU dan Muhammadiyah, sementara ormas yang termasuk dalam organisasi parpol adalah organisasi-organisasi sayap yang didirikan parpol.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Eryanto Nugroho, mengatakan, UU Ormas harus dicabut dan mengembalikan pengaturan mengenai organisasi masyarakat ke kerangka hukum yang benar, yakni RUU Perkumpulan.

Oleh karena itu, PSHK mendorong agar pemerintah dan DPR memprioritaskan pembahasan RUU Perkumpulan yang sudah masuk dalam program legislasi nasional 2010-2014.

Berdasarkan catatan dari Kementerian Dalam Negeri jumlah ormas yang ada di Indonesia mencapai 16.098 ormas. Oleh karena itu dirinya meminta agar kewenangan Kemdagri terkait ormas dihapuskan dan diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM sebagai pengawas badan hukum yayasan dan perkumpulan.

(S037/D011)