Jakarta (ANTARA News) - Ketua Departemen Kebijakan Publik (Perdagangan, Perindustrian, BUMN, Koperasi dan UKM) DPP PKS, Refrizal mengatakan, PKS diharapkan keluar dari koalisi.

"PKS menghargai keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam melakukan reshuffle. Tapi saya sebagai orang PKS dan juga pengurus DPP PKS mengusulkan keluar dari koalisi," kata Refrizal kepada ANTARA News di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Menurut anggota Komisi VI DPR RI itu, pencopotan menteri PKS, Suharna, telah melanggar kontrak koalisi khusus antara PKS dengan Presiden SBY.

Pasalnya, kata Refrizal, dalam kontrak koalisi khusus tersebut yang telah ditandatangani oleh Presiden SBY dan Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin menyebutkan bahwa PKS mendapat empat menteri, yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Sosial, Menteri Pertanian dan Menteri Riset dan Teknologi. Dalam kontrak khusus itu, tambah dia, posisi empat menteri itu tidak boleh diganggu atau diganti hingga 2014.

"Itu yang dianggap dilanggar dan kontrak itu dianggap sudah cacat dan belum diperbaiki," ungkap Refrizal.

Karena kontrak khusus tersebut dianggap sudah dilanggar Presiden SBY, PKS mengganggap kontrak khusus itu sudah cacat dan tak berguna.

"Komitmen koalisi sudah tidak ada dan tidak diperlukan. PKS tak perlu berkomitmen lagi kepada koalisi karena kontrak khusus dilanggar Presiden SBY," kata Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR RI itu.

Ditambahkan, PKS tak akan masalah bila berada di luar koalisi. Sebab, kata Refrizal, waktu Megawati menjadi presiden, PKS di luar koalisi.

"PKS sudah merasakan di luar, saat Megawati dan PKS menjadi lebih bagus. Sekarangpun, di luar koalisi lebih menguntungkan daripada ada di dalam koalisi. Sebagian besar pengurus DPP dan DPW serta kader-kader PKS menghendaki keluar dari koalisi," ujar dia.

Terkait putusan Majelis Syuro PKS, Refrizal memperkirakan, keputusan tersebut ada dua.

"Bisa saja keputusan Majelis Syuro keluar dari koalisi dan menyerahkan menteri PKS kepada Presiden SBY untuk mau diapakan. Kedua, PKS keluar dari koalisi dengan serta merta menarik menteri PKS dari kabinet," ungkap Refrizal.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Mahfudz Siddiq mengungkapkan, ada manuver-manuver dari pihak tertentu agar Presiden SBY melepas menteri dari partainya. Berkurangnya satu menteri PKS di kabinet adalah salah satu akibat dari manuver tersebut.

"Ada manuver yang menggiring ini sebagai punishment," kata Mahfudz.

Menurut Mahfudz, manuver untuk mempengaruhi keputusan Majelis Syuro PKS untuk keluar dari koalisi juga terjadi. Tapi selama ini di Majelis Syuro, semua pandangan akan dikemukakan dari kiri sampai kanan dan dicari titik temu yang paling besar.

Keluar atau tetap di koalisi, kata Mahfudz, merupakan wewenang Majelis Syuro. Walaupun terdapat dua suara di PKS yakni tetap di dalam atau keluar dari koalisi.

"Majelis Syuro mencari keputusan untuk pertimbangan kontrak politik agar tidak menjadi konflik internal," tegasnya.

Ia menyatakan, Majelis Syuro dalam mengambil keputusan, akan mempertimbangkan soliditas partai, optimalisasi peran politik PKS di bidang lain.(Zul)