Jakarta (ANTARA News) - Sepintas tidak ada yang berbeda dalam acara pelantikan menteri di Istana Negara, Rabu pagi. Semua tampak seragam. Para menteri yang dilantik dan mantan menteri serempak mengenakan Pakaian Sipil Lengkap (PSL).
PSL berarti celana berbahan halus, kemeja bewarna terang, dasi jas berwarna serasi dengan celana. Semuanya baru lengkap jika mengenakan kaos kaki dan sepatu kulit mengkilap.
Hanya satu orang di antara mereka yang sedikit nyeleneh. Dia berdiri di deretan belakang barisan menteri. Dia adalah Dahlan Iskan.
Mantan wartawan yang didaulat menjadi Menteri BUMN itu mengenakan sepatu olah raga atau sepatu kets, bukan sepatu kulit untuk keperluan resmi.
Sepatu yang dia pakai memang bewarna hitam legam. Namun hal itu tidak bisa menyamarkan nuansa kasual yang muncul.
Dahlan mengakui memilih sepatu bewarna hitam untuk menyesuaikan diri dengan suasana resmi selama pelantikan menteri. "Tapi kan sepatunya tetap kets," katanya lalu tersenyum lebar.
Pria yang berulang tahun setiap 17 Agustus ini bertekad tidak akan mengubah gaya dalam berpakaian, meski telah menjadi menteri. "Nggak berubah saya. Nggak berubah. Sudah terlalu lama seperti itu," katanya.
Dia tidak khawatir ditegur Presiden karena kebiasaannya itu. Menurut dia, Presiden bisa memaklumi hal-hal tertentu.
"Kemarin saja pas menghadap Presiden, saya pakai sepatu kets, cuma warnanya hitam," katanya dengan tenang.
Dahlan Iskan sebenarnya menolak tawaran Presiden untuk menjadi Menteri BUMN. Dia telah berencana untuk mengabdi sebagai Dirut PLN selama tiga tahun.
Namun, akhirnya pria kelahiran Magetan, Jawa Timur, itu menyanggupi tantangan sebagai seorang menteri. Jejak awal yang akan ditapakinya adalah membuat para pejabat BUMN terbiasa bekerja, bukan hanya rapat.
"Terlalu banyak rapat, itu harus dikurangi 50 persen," katanya.
Menurut Dahlan, pejabat BUMN terlalu sering mengikuti rapat, baik rapat internal BUMN maupun rapat di Kementerian BUMN. Pengurangan rapat akan membuat pejabat BUMN lebih fokus kepada pekerjaan yang membuahkan hasil.
"Supaya BUMN lebih sibuk bekerja, daripada mengurus surat, laporan, dan rapat," katanya.
Dahlan mengatakan, BUMN akan diberi keleluasaan untuk melakukan aksi korporasi. Kementerian BUMN akan mendorong dan memfasilitasi setiap aksi korporasi tersebut.
"Kementerian BUMN tidak akan menjadikan mereka instansi di bawah (Kementerian-red) BUMN, tapi korporasi di bawah (Kementerian-red) BUMN," katanya.
Usai pelantikan, Dahlan Dahlan melangkah keluar meninggalkan Istana Negara sambil menjawab pertanyaan wartawan.
Dia melepas jas yang dikenakan selama pelantikan. Dasi juga dilepas, kemudian diletakkan di bahu sebelah kirinya.
Beberapa saat kemudian, sejumlah wartawan sadar bahwa Dahlan berjalan menuju arah yang berlawanan dengan menteri yang lain.
Para menteri tersebut berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman komplek istana, sedangkan Dahlan berjalan ke luar istana. Mobil Mercedes-Benz S 500 bernomor polisi L 1 JP miliknya diparkir di halaman Sekretariat Negara, terpisah dari mobil para koleganya.
"Gak apa-apa. Toh jalan juga dekat," katanya ketika ditanya alasan memilih parkir di luar.
Dahlan tidak segera pergi setelah sampai di mobil. Dia menunggu wakilnya, Mahmudin yang juga baru saja dilantik. Dahlan berniat mengajak Mahmudin pulang bersama, sekalian membicarakan nasib kementerian yang mereka pimpin.
Mahmudin dan istrinya kemudian menghampiri Dahlan. Berkumpul lima orang di situ, yaitu Dahlan bersama istri, Mahmudin dan istrinya, serta sopir Dahlan yang sudah siap di belakang kemudi.
Alhasil, Dahlan pun bingung, bagaimana caranya mengangkut lima orang sekaligus di dalam satu mobil.
Tanpa banyak pertimbangan, dia segera menghampiri sopir yang duduk di bangku depan. Dia perintahkan orang itu untuk keluar. "Biar saya yang nyetir," katanya.
Dia kemudian masuk mobil, diikuti Mahmudin yang memilih duduk di sebelahnya. Para istri duduk di bangku belakang.
Tanpa berlama-lama, mereka meninggalkan tempat parkir Sekretariat Negara.
(F008)
Gaya Dahlan Iskan di Istana
19 Oktober 2011 21:16 WIB
(FOTO.ANTARA)
Oleh F.X.Lilik Dwi Mardjianto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011
Tags: