Amir Syamsudin, akrab dengan media
Oleh Yudha Pratama Jaya
18 Oktober 2011 12:56 WIB
Amir Syamsuddin akan menjadi memimpin Kementerian Hukum dan HAM menggantikan Patrialis Akbar. Tidak akan lama bagi dia untuk berhadapan dengan kasus-kasu hukum besar yang sarat muatan politik dan kekuasaan. (FOTO ANTARA/Ujang Zaelani)
Jakarta (ANTARA News) - Amir Syamsudin akan memimpin Kementerian Hukum dan HAM menggantikan Patriali Akbar. Syamsuddin bukan politisi melainkan pengacara karir pada mulanya sebelum menjadi sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat.
Presiden Susilo Yudhoyono diusung partai berlatar biru itu dan menjadi Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrat, jadi tidak heran jika nama Amir Syamsuddin dikenal presiden keenam Indonesia itu.
Syamsuddin mengawali karir kepangacaraannya dengan menjadi staf magang di Kantor Pengacara OC Kaligis pada 1979. Sambil kuliah sore hari di Universitas Indonesia, dia nyantri di kantor hukum yang menjadi "universitas" para pengacara papan atas tersebut. Pada 1983 ia mendirikan Amir Syamsuddin Law Offices and Partners sekaligus pendiri firma Acemark yang khusus menangani hak kekayaan intelektual.
Sebagai pengacara, seolah sudah menjadi takdirnya berurusan dengan kasus-kasus besar yang melibatkan media seperti kasus TEMPO (1986), Bapindo (1993), Suara Pembaruan (1999), Zarima, Akbar Tanjung (2003), Harnoko Dewantoro, Beddu Amang, KPKPN (2003), VLCC dengan Pertamina dan KPP, dan perselisihan Texmaco dan KOMPAS (2003), dan William Nessen (2003).
Syamsuddin menghabiskan masa kecilnya sampai SMP di Makasar, lalu merantau ke Surabaya untuk melanjutkan sekolahnya. Sejak kelas satu SMA di Surabaya, dia telah bekerja. Ia kerap berganti pekerjaan. Dia pernah menjadi juru cetak foto dalam kamar gelap, lalu bekerja di pabrik roti. Semua itu dilakukan dengan tujuan menata jalan mendapatkan sesuatu yang lebih baik.
Tahun 1965 Amir Syamsuddin menyapa Jakarta. Di ibukota ini karena ketertarikannya pada mesin, ia bekerja di satu bengkel, lalu membuka bengkel sendiri. Ia masih terus menata anak tangga mencapai puncak sukses. Ia mengisi waktu luangnya membaca banyak hal. Kegemaran membaca, membuat ia memilih advokat sebagai salah satu cita-citanya.
Sambil bekerja, ia lalu mendaftarkan diri di Fakultas Hukum UI, pada 1978. Bapak tujuh anak dan sepuluh cucu ini, lalu melanjutkan pendidikan S2 hukum Universitas Indonesia. Ia mulai dikenal luas sebagai pengacara yang handal. Saat ini, selain klien individual dari dalam dan luar negeri, klien korporat juga merapat kepadanya, baik itu perbankan, properti, dan perusahaan bisnis besar lain.
Di tengah carut-marut dunia hukum di tanah air, Syamsuddin berhasil meraih sukses sebagai pengacara yang punya integritas. Di usianya yang tak muda lagi, lelaki kelahiran Makasar 27 Mei 1946 itu masih terus berkarya, Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat (PD) itu dipilih menjadi Menteri Hukum dan HAM menggantikan politisi PAN Patrialis Akbar. yudha
Presiden Susilo Yudhoyono diusung partai berlatar biru itu dan menjadi Ketua Dewan Penasehat Partai Demokrat, jadi tidak heran jika nama Amir Syamsuddin dikenal presiden keenam Indonesia itu.
Syamsuddin mengawali karir kepangacaraannya dengan menjadi staf magang di Kantor Pengacara OC Kaligis pada 1979. Sambil kuliah sore hari di Universitas Indonesia, dia nyantri di kantor hukum yang menjadi "universitas" para pengacara papan atas tersebut. Pada 1983 ia mendirikan Amir Syamsuddin Law Offices and Partners sekaligus pendiri firma Acemark yang khusus menangani hak kekayaan intelektual.
Sebagai pengacara, seolah sudah menjadi takdirnya berurusan dengan kasus-kasus besar yang melibatkan media seperti kasus TEMPO (1986), Bapindo (1993), Suara Pembaruan (1999), Zarima, Akbar Tanjung (2003), Harnoko Dewantoro, Beddu Amang, KPKPN (2003), VLCC dengan Pertamina dan KPP, dan perselisihan Texmaco dan KOMPAS (2003), dan William Nessen (2003).
Syamsuddin menghabiskan masa kecilnya sampai SMP di Makasar, lalu merantau ke Surabaya untuk melanjutkan sekolahnya. Sejak kelas satu SMA di Surabaya, dia telah bekerja. Ia kerap berganti pekerjaan. Dia pernah menjadi juru cetak foto dalam kamar gelap, lalu bekerja di pabrik roti. Semua itu dilakukan dengan tujuan menata jalan mendapatkan sesuatu yang lebih baik.
Tahun 1965 Amir Syamsuddin menyapa Jakarta. Di ibukota ini karena ketertarikannya pada mesin, ia bekerja di satu bengkel, lalu membuka bengkel sendiri. Ia masih terus menata anak tangga mencapai puncak sukses. Ia mengisi waktu luangnya membaca banyak hal. Kegemaran membaca, membuat ia memilih advokat sebagai salah satu cita-citanya.
Sambil bekerja, ia lalu mendaftarkan diri di Fakultas Hukum UI, pada 1978. Bapak tujuh anak dan sepuluh cucu ini, lalu melanjutkan pendidikan S2 hukum Universitas Indonesia. Ia mulai dikenal luas sebagai pengacara yang handal. Saat ini, selain klien individual dari dalam dan luar negeri, klien korporat juga merapat kepadanya, baik itu perbankan, properti, dan perusahaan bisnis besar lain.
Di tengah carut-marut dunia hukum di tanah air, Syamsuddin berhasil meraih sukses sebagai pengacara yang punya integritas. Di usianya yang tak muda lagi, lelaki kelahiran Makasar 27 Mei 1946 itu masih terus berkarya, Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat (PD) itu dipilih menjadi Menteri Hukum dan HAM menggantikan politisi PAN Patrialis Akbar. yudha
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Tags: