Belum bisa balik ke China, pelajar Indonesia bantu vaksinasi di PIK
5 April 2022 04:48 WIB
Pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Xiamen, China Andrian Wiryawan (kanan) membantu warga mendaftar sebagai peserta Vaksinasi Merdeka malam hari, di Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta, Senin (4/4/2022) malam. ANTARA/Abdu Faisal
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pelajar Indonesia yang belum bisa balik untuk menempuh studi di China, membantu sebagai relawan vaksinasi malam hari di Golf Island, Batavia, Pantai Indah Kapuk (PIK), Penjaringan, Jakarta Utara, Jakarta, Senin malam.
Salah satunya Charlie Tirta Saputra, mahasiswa Universitas Nanjing di Jiangsu, China. Mahasiswa semester 4 yang mengaku ikut membantu sebagai relawan vaksinasi di Indonesia, karena belum bisa balik ke kampusnya sejak ada pandemi COVID-19.
"Kami di sini bukan liburan, tapi karena memang enggak bisa balik lagi ke Tiongkok sejak ada COVID-19. Sudah dua tahun lah kurang lebih kami tertahan di Indonesia. Tentu ini lumayan menghambat pelajaran-pelajaran kami juga di sana, tapi kami mencoba adaptasi untuk mempertahankan nilai sesuai kriteria penerima beasiswa," kata Charlie saat ditemui wartawan, di Gerai Vaksinasi Merdeka PIK, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin.
Karena bukan jurusan kedokteran, Charlie tidak bisa membantu banyak dalam hal kegiatan medisnya. Tapi, dia bisa membantu pada sistem pendaftaran peserta vaksinasi yang menggunakan teknologi informasi, sebab di Universitas Nanjing, dia berada di jurusan teknik informatika.
"Saya yang membantu secara sistemnya lewat peduliwarga.com. Jadi peduliwarga.com ini situs web untuk mendapat nomor antre pendaftarannya. Jadi peserta vaksinasi harus daftar lewat peduliwarga.com. Tapi khusus booster, itu juga bisa dibantu dari aplikasi PeduliLindungi lewat tiket vaksin ketiga yang diberikan di sana," kata Charlie.
Kemudian, agar peserta vaksinasi tidak bingung, Charlie di lokasi juga membantu waktu pemindaian barcode yang disediakan. Ia juga membantu mengarahkan peserta harus ke mana setelah itu.
"Karena enggak ada kerjaan juga ya, ikut bantu-bantulah, agar bisa kontribusi mungkin bisa membantu Indonesia melewati pandemi ini," kata Charlie.
Meski Pemerintah China sudah melonggarkan kebijakan terkait pandemi COVID-19, namun hingga saat ini masih banyak pelajar Indonesia yang tertahan, tak bisa kembali ke kampusnya di Negeri Tirai Bambu sana.
Salah satunya Charlie, dan kedua temannya yang berbeda universitas, Elbert Teiji dari Universitas Suzhou semester 6, dan Andrian Wiryawan dari Universitas Xiamen semester 4 yang kini mengabdikan diri selama kurang lebih sepekan terakhir sebagai relawan Vaksinasi Merdeka di PIK.
"Kami semua mahasiswa Indonesia di Tiongkok. Kami tergabung dalam PPIT (Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok)," kata Elbert.
Elbert juga sebentar lagi akan mulai mengerjakan skripsinya setahun lagi, namun dua tahun ini dia malah tidak bisa kembali ke kampusnya. Sehingga muncul kekhawatiran dalam dirinya, akan kesulitan mengerjakan skripsi tersebut.
"Ya karena kuliah online, sulit untuk mengikuti praktik di lab, kalau saya kan mahasiswa kimia yang diketahui sebagai jurusan yang banyaknya main di lab kampus. Ya kalau ada praktik, paling sekarang cuma melihat dosen di zoom, selebihnya saya pelajari sendiri dari buku," kata Elbert.
Elbert mengatakan dirinya tidak bisa lagi kembali ke China karena pandemi COVID-19.
"Ya karena COVID-19. Tapi dari Pemerintah Tiongkoknya sendiri, sampai sekarang kami belum ada info kalau Pemerintah Tiongkoknya memberikan izin untuk kami bisa balik sih. Info itu yang masih kami tungguin," kata Elbert.
Jadi biar tetap dapat memenuhi kriteria beasiswa, mau tidak mau, dirinya harus belajar sendiri juga. Terutama materi-materi yang akan diujikan nanti dari buku.
"Belajar untuk ujian doang. Kurang jelas aja, jadinya kurang menerapkan, begitu sih. Tapi yang penting sekarang untuk mempertahankan beasiswa sajalah," kata Elbert.
Untungnya saat ini nilai-nilai Charlie, Elbert, dan Andrian masih baik. Charlie memiliki indeks prestasi (IP) terakhir 3,60. Elbert IP-nya 3,70, dan Andrian yang belajar di jurusan bisnis, memiliki IP 3,20.
Namun, harapan mereka adalah bisa balik lagi ke China. Charlie dan Andrian bahkan belum pernah merasakan pengalaman belajar di luar negeri, karena sejak dua tahun terakhir tertahan di Indonesia.
"Seenggaknya dua tahun sisanya ada punya pengalamanlah, mendapatkan sesuatu dari sana (Negeri China)," kata Andrian.
Kadang, ia merasa khawatir sebab teman-teman sekelasnya yang lain bisa menerapkan skill bisnis mereka di China, tapi dirinya harus belajar di Indonesia saja.
"Memang tidak menyulitkan, tapi harapan saya kalau bisa ke depannya, kalau saya enggak keburu sebelum lulus ke China lagi, adik-adik di bawah saya bisalah ke China. Enggak kayak saya. Soalnya saya kan dari awal belum pergi sama sekali," kata Andrian pula.
Baca juga: Warga padati layanan vaksinasi malam hari di PIK
Baca juga: Mendagri tinjau Vaksinasi Merdeka anak di SDN 36 Pekanbaru
Salah satunya Charlie Tirta Saputra, mahasiswa Universitas Nanjing di Jiangsu, China. Mahasiswa semester 4 yang mengaku ikut membantu sebagai relawan vaksinasi di Indonesia, karena belum bisa balik ke kampusnya sejak ada pandemi COVID-19.
"Kami di sini bukan liburan, tapi karena memang enggak bisa balik lagi ke Tiongkok sejak ada COVID-19. Sudah dua tahun lah kurang lebih kami tertahan di Indonesia. Tentu ini lumayan menghambat pelajaran-pelajaran kami juga di sana, tapi kami mencoba adaptasi untuk mempertahankan nilai sesuai kriteria penerima beasiswa," kata Charlie saat ditemui wartawan, di Gerai Vaksinasi Merdeka PIK, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin.
Karena bukan jurusan kedokteran, Charlie tidak bisa membantu banyak dalam hal kegiatan medisnya. Tapi, dia bisa membantu pada sistem pendaftaran peserta vaksinasi yang menggunakan teknologi informasi, sebab di Universitas Nanjing, dia berada di jurusan teknik informatika.
"Saya yang membantu secara sistemnya lewat peduliwarga.com. Jadi peduliwarga.com ini situs web untuk mendapat nomor antre pendaftarannya. Jadi peserta vaksinasi harus daftar lewat peduliwarga.com. Tapi khusus booster, itu juga bisa dibantu dari aplikasi PeduliLindungi lewat tiket vaksin ketiga yang diberikan di sana," kata Charlie.
Kemudian, agar peserta vaksinasi tidak bingung, Charlie di lokasi juga membantu waktu pemindaian barcode yang disediakan. Ia juga membantu mengarahkan peserta harus ke mana setelah itu.
"Karena enggak ada kerjaan juga ya, ikut bantu-bantulah, agar bisa kontribusi mungkin bisa membantu Indonesia melewati pandemi ini," kata Charlie.
Meski Pemerintah China sudah melonggarkan kebijakan terkait pandemi COVID-19, namun hingga saat ini masih banyak pelajar Indonesia yang tertahan, tak bisa kembali ke kampusnya di Negeri Tirai Bambu sana.
Salah satunya Charlie, dan kedua temannya yang berbeda universitas, Elbert Teiji dari Universitas Suzhou semester 6, dan Andrian Wiryawan dari Universitas Xiamen semester 4 yang kini mengabdikan diri selama kurang lebih sepekan terakhir sebagai relawan Vaksinasi Merdeka di PIK.
"Kami semua mahasiswa Indonesia di Tiongkok. Kami tergabung dalam PPIT (Perhimpunan Pelajar Indonesia Tiongkok)," kata Elbert.
Elbert juga sebentar lagi akan mulai mengerjakan skripsinya setahun lagi, namun dua tahun ini dia malah tidak bisa kembali ke kampusnya. Sehingga muncul kekhawatiran dalam dirinya, akan kesulitan mengerjakan skripsi tersebut.
"Ya karena kuliah online, sulit untuk mengikuti praktik di lab, kalau saya kan mahasiswa kimia yang diketahui sebagai jurusan yang banyaknya main di lab kampus. Ya kalau ada praktik, paling sekarang cuma melihat dosen di zoom, selebihnya saya pelajari sendiri dari buku," kata Elbert.
Elbert mengatakan dirinya tidak bisa lagi kembali ke China karena pandemi COVID-19.
"Ya karena COVID-19. Tapi dari Pemerintah Tiongkoknya sendiri, sampai sekarang kami belum ada info kalau Pemerintah Tiongkoknya memberikan izin untuk kami bisa balik sih. Info itu yang masih kami tungguin," kata Elbert.
Jadi biar tetap dapat memenuhi kriteria beasiswa, mau tidak mau, dirinya harus belajar sendiri juga. Terutama materi-materi yang akan diujikan nanti dari buku.
"Belajar untuk ujian doang. Kurang jelas aja, jadinya kurang menerapkan, begitu sih. Tapi yang penting sekarang untuk mempertahankan beasiswa sajalah," kata Elbert.
Untungnya saat ini nilai-nilai Charlie, Elbert, dan Andrian masih baik. Charlie memiliki indeks prestasi (IP) terakhir 3,60. Elbert IP-nya 3,70, dan Andrian yang belajar di jurusan bisnis, memiliki IP 3,20.
Namun, harapan mereka adalah bisa balik lagi ke China. Charlie dan Andrian bahkan belum pernah merasakan pengalaman belajar di luar negeri, karena sejak dua tahun terakhir tertahan di Indonesia.
"Seenggaknya dua tahun sisanya ada punya pengalamanlah, mendapatkan sesuatu dari sana (Negeri China)," kata Andrian.
Kadang, ia merasa khawatir sebab teman-teman sekelasnya yang lain bisa menerapkan skill bisnis mereka di China, tapi dirinya harus belajar di Indonesia saja.
"Memang tidak menyulitkan, tapi harapan saya kalau bisa ke depannya, kalau saya enggak keburu sebelum lulus ke China lagi, adik-adik di bawah saya bisalah ke China. Enggak kayak saya. Soalnya saya kan dari awal belum pergi sama sekali," kata Andrian pula.
Baca juga: Warga padati layanan vaksinasi malam hari di PIK
Baca juga: Mendagri tinjau Vaksinasi Merdeka anak di SDN 36 Pekanbaru
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: