Depok (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholar (ICIS) KH Hasyim Muzadi mengatakan, aksi terorisme dan radikalisme tidak bisa hanya dilakukan satu institusi saja, tetapi harus bersama-sama yang melibatkan berbagai unsur.

"Aksi terorisme dan gerakan radikalisme sudah menjadi ancaman bagi masyarakat untuk itu penangannya harus dilakukan bersama-sama," katanya disela-sela acara "training of trainers" ulama dan pimpinan pondok pesantren se-Indonesia di Pesantren Al-Hikam, Depok, Jawa Barat, Minggu.

Mantan Ketua Umum PBNU tersebut mengatakan, dengan Islam moderat yang tetap mengadopsi kearifan lokal perlu terus dikembangkan, karena berdasarkan pengalaman konsep Islam moderat yang sering disampaikannya dalam berbagai forum internasional mendapatkan sambutan yang cukup baik.

"Di Indonesia penerapan hidup berdampingan dan toleransi antar sesama berjalan dengan baik, dan itu akui dunia, namun kita belum sepenuhnya menggali dan menerapkan kemampuan itu," ujarnya.

Untuk itu, katanya, Islam moderat yang "rahmatan lil alamin" (rahmat bagi alam semesta) merupakan yang harus diterapkan, sehingga sudah saatnya warga NU memperkuat dengan mengumpulkan khazanah pemikiran untuk didokumentasikan dengan baik sebagai bahan dakwah.

Selain itu, katanya, juga perlu adanya perbaikan sistem di Indonesia, karena pasca reformasi yang dinilainya sudah kelewatan telah memberikan dampak dan pengaruh yang signifikan.

Ia mencontohkan dalam UU yang berlaku saat ini membuat pihak eksekutif mengalami keterbatasan dalam menjalankan fungsinya dan terperangkap dalam jebakan sistem.

"Ini menyebabkan pemimpinnya ragu menjalankan kebijakan karena dibatasi oleh sistem yang ada," ujarnya.

Polisi, lanjut dia, baru bisa menangkap pelaku teroris kalau sudah melakukan pengeboman dan teror karena, mereka bisa terkena HAM jika tidak ada bukti.

Hasyim mengingatkan perlu kewaspadaan pada gerakan trans-nasional yang menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Gerakan trans-nasional merupakan sebuah gerakan yang ada dan datangnya dari luar, yang mencoba untuk diterapkan di Indonesia.

Dikatakannya, mereka menumpahkan kebenciannya terhadap negara Amerika dan menyerangnya dari Indonesia.

"Bom yang meledak di hotel, gereja, masjid dan lainnya yang menjadi korban adalah warga sipil yang tak berdosa," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sejak awal NU tetap konsisten menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara, karena substansi dari Pancasila juga merupakan bagian dari kaidah ushuliyah.

"Perjuangan merebut kemerdeakaan, lanjutnya, merupakan hasil jerih payah dari semua pejuang warga Indonesia yang tanpa pandang bulu," katanya.
(T.F006/A035)