BKKBN: Program KB bantu ibu beri jarak kehamilan cegah kekerdilan
4 April 2022 17:34 WIB
Tangkapan layar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) Cegah Stunting, Tingkatkan Daya Saing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (4/4/2022). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan Program Keluarga Berencana (KB) dapat membantu para ibu memberikan jarak kehamilan pada setiap kehamilan untuk mencegah bayi lahir dalam keadaan mengalami kekerdilan.
“Salah satu penyebab kekerdilan adalah karena spacing atau birth to birth interval atau jarak yang terlalu dekat. Oleh karena itu, BKKBN melakukan gerakan untuk KB pasca-persalinan,” kata Hasto dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) Cegah Stunting, Tingkatkan Daya Saing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Baca juga: BKKBN sediakan implan 1 batang tanpa pisau bedah tingkatkan minat KB
Hasto menuturkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan setiap ibu untuk memberikan jarak pada setiap kelahiran setidaknya hingga 36 bulan. Namun, di Indonesia masih ditemukan bayi dengan jarak kelahiran yang belum menyentuh 30 bulan.
Akibatnya, banyak bayi yang lahir dalam keadaan prematur atau mengalami berat badan lahir rendah (BBLR). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan bayi prematur yang lahir di Indonesia sebanyak 29,5 persen.
Ia menyebutkan hanya 29 persen ibu yang mau menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Sementara banyak ibu yang mengaku tidak ingin hamil di tahun pertama setelah melangsungkan pernikahan.
“Kalau kita lihat, orang-orang yang melahirkan itu kalau ditanya apakah ingin hamil di tahun pertama, jawabannya tidak. Tapi, kalau KB jawabannya juga tidak, ini yang akhirnya menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Hasto.
Jarak kelahiran juga memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk, karena jumlah penduduk mempengaruhi banyaknya jumlah anak mengalami kekerdilan di suatu daerah.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), hal tersebut terjadi di lima provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Sumatera Utara.
Baca juga: BKKBN tegaskan perlu inovasi baru kenalkan Program KB ke masyarakat
Baca juga: BKKBN lakukan modifikasi pelayanan KB tingkatkan minat masyarakat
Menurut Hasto, angka prevalensi kekerdilan Indonesia pada tahun 2021 turun menjadi 24,4 persen setelah pada tahun 2018 sebesar 30,8 persen. Lewat penggunaan alat kontrasepsi, para ibu dapat membantu pemerintah membuat angka prevalensi kekerdilan turun kembali menjadi 14 persen di tahun 2024.
Ia berharap para ibu dapat mengikuti program KB menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan agar anak terhindar dari kekerdilan sekaligus menurunkan angka prevalensi kekerdilan setidaknya 3 persen setiap tahun.
“Saya kira ini salah satu cara yang harus kita lakukan dalam rangka mencegah jarak yang terlalu dekat,” ucapnya.
“Salah satu penyebab kekerdilan adalah karena spacing atau birth to birth interval atau jarak yang terlalu dekat. Oleh karena itu, BKKBN melakukan gerakan untuk KB pasca-persalinan,” kata Hasto dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) Cegah Stunting, Tingkatkan Daya Saing yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Baca juga: BKKBN sediakan implan 1 batang tanpa pisau bedah tingkatkan minat KB
Hasto menuturkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan setiap ibu untuk memberikan jarak pada setiap kelahiran setidaknya hingga 36 bulan. Namun, di Indonesia masih ditemukan bayi dengan jarak kelahiran yang belum menyentuh 30 bulan.
Akibatnya, banyak bayi yang lahir dalam keadaan prematur atau mengalami berat badan lahir rendah (BBLR). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menyebutkan bayi prematur yang lahir di Indonesia sebanyak 29,5 persen.
Ia menyebutkan hanya 29 persen ibu yang mau menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Sementara banyak ibu yang mengaku tidak ingin hamil di tahun pertama setelah melangsungkan pernikahan.
“Kalau kita lihat, orang-orang yang melahirkan itu kalau ditanya apakah ingin hamil di tahun pertama, jawabannya tidak. Tapi, kalau KB jawabannya juga tidak, ini yang akhirnya menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Hasto.
Jarak kelahiran juga memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan penduduk, karena jumlah penduduk mempengaruhi banyaknya jumlah anak mengalami kekerdilan di suatu daerah.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), hal tersebut terjadi di lima provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Sumatera Utara.
Baca juga: BKKBN tegaskan perlu inovasi baru kenalkan Program KB ke masyarakat
Baca juga: BKKBN lakukan modifikasi pelayanan KB tingkatkan minat masyarakat
Menurut Hasto, angka prevalensi kekerdilan Indonesia pada tahun 2021 turun menjadi 24,4 persen setelah pada tahun 2018 sebesar 30,8 persen. Lewat penggunaan alat kontrasepsi, para ibu dapat membantu pemerintah membuat angka prevalensi kekerdilan turun kembali menjadi 14 persen di tahun 2024.
Ia berharap para ibu dapat mengikuti program KB menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan agar anak terhindar dari kekerdilan sekaligus menurunkan angka prevalensi kekerdilan setidaknya 3 persen setiap tahun.
“Saya kira ini salah satu cara yang harus kita lakukan dalam rangka mencegah jarak yang terlalu dekat,” ucapnya.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: